XI

969 198 46
                                    

Chapter XI
Escape Room: Start!

Jarreth dan Marie berdiri di teras sebuah rumah tua yang memiliki jendela gelap dan pintu yang keduanya sama-sama memiliki material kayu namun sudah nampak lapuk. Di atas pintu, terdapat sebuah papan usang bertuliskan "Rumah Sang Dukun Beranak".

Sudah dua hari berlalu semenjak pertemuan terakhir mereka berdua di tea house—membicarakan banyak hal, termasuk menghadiri escape room.

Menurut cerita yang keduanya dengar dari penyelenggara sebelum masuk arena, dulunya rumah ini dihuni oleh seorang penyihir yang berkamuflase menjadi seorang dukun beranak. Sang dukun memiliki ilmu untuk hidup selamanya. Persyaratannya adalah dengan memakan daging gadis muda yang masih perawan. Karena itu lah, gadis desa mulai sering menghilang.

Jarreth tak berkata apa-apa namun raut tak nyaman jelas tercetak di sana. "Santai aja, Reth. Ini kan cuma games."

"Huh? Siapa yang takut?"

Marie mengulum senyumnya maklum.

Dengan satu dorongan, Marie membuka pintu yang mengeluarkan derit panjang. Baik Jarreth dan Marie masuk ke dalam ruangan utama yang menyerupai ruang tamu dengan lantai kayu tua, lampu minyak yang berkedip-kedip, dan perabotan berdebu. Di dinding, ada lukisan besar seorang wanita tua berkebaya jadul dengan tatapan tajam yang seolah-olah mengikuti mereka ke mana pun mereka bergerak.

"Kamu merasa diperhatikan gak, Marie? Apa ada yang ngintipin kita ya? Kayak gini biasa ada stuntman yang pura-pura jadi hantu juga gak sih?" bisik Jarreth, matanya tak lepas dari lukisan itu, lalu kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Gak kok," balas Marie sambil terus melangkah. "Step satu masuk escape room itu gak boleh panik dan terdistraksi, Reth. Kita harus cari petunjuk dulu."

Marie mulai memeriksa sekeliling, membuka laci meja dan memeriksa bagian di bawah kursi tua. Jarreth mengikuti di belakang, menunduk saat melewati pintu kecil yang membatasi lorong gelap. Marie menemukan sebuah buku tua dengan sampul kulit, penuh dengan catatan dan simbol-simbol aneh. Seperti menggunakan huruf aksara Jawa.

"Jarreth, lihat deh," kata Marie sambil membuka halaman-halaman buku itu. "Ini sepertinya buku punya si dukun beranak itu. Ada petunjuk di sini."

Jarreth mendekat dan membaca beberapa kata yang tertulis, "Untuk membuka pintu yang terkunci, carilah sesuatu yang tersembunyi—di tempat yang tak terlihat," Jarreth berhenti membaca dan mengangkat alisnya. "Di tempat yang tak terlihat? Maksudnya apa, kita harus ke mana? Cari tempat gelap?"

Marie menggeleng. "Bisa jadi, feeling saya bilang ini pasti ada hubungannya dengan cermin besar di ruangan sebelah. Tadi waktu lewat saya lihat ada cermin, gak mungkin benda itu di sana tanpa alasan."

Mereka menuju ruangan sebelah yang mulanya mereka lewati begitu saja. Di tengah ruangan itu, tergantung sebuah cermin besar dengan bingkai kayu yang penuh ukiran aneh. Cermin itu terlihat retak di beberapa bagian, seolah-olah pernah menyaksikan hal-hal yang mengerikan. Ketika Marie mendekati cermin, dia melihat ada tulisan samar di bagian bawahnya, berbunyi: "Lihatlah kebenaran di balik bayangan."

"I don't really like it here, Marie," kata Jarreth, dengan suara sedikit rendah. "I changed my mind."

"Jangan nyerah dulu dong, ini ide kamu loh," balas Marie. "See, cermin ini pasti ada petunjuknya. Ayo, bantu saya geser ini bentar."

Dengan usaha bersama, mereka menggeser cermin itu, dan terlihat sebuah celah kecil di dinding di belakangnya. Marie memasukkan tangannya ke dalam celah dan meraba-raba sampai dia merasakan sebuah benda keras. Dia menarik keluar sebuah kotak logam kecil yang terkunci.

1 TO 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang