Chapter X
Talk That TalkHari ini Marie tidak bekerja, gadis itu tetap berada di tea house untuk memantau keadaan—meskipun sudah dilarang Aditama—Marie hanya duduk duduk saja di kursi sembari bercengkerama dengan kasir, Laras.
Masih segar di ingatan Marie, bagaimana lemasnya dirinya setelah insiden kecelakaan kemarin sore. Gadis itu tidak sanggup menelpon Aditama karena takut ayahnya akan datang dengan begitu khawatir, setidaknya karena keadaannya masih cukup baik-baik saja, jadi Marie menghubungi Chandra, karyawannya yang paling dewasa dan tidak mudah panik.
Memang Marie menghubungi Chandra sih, tapi yang datang Nikolas dengan wajah panik bukan main dan masih menggunakan celemek tea house. Bahkan Marie bisa melihat beberapa bekas tepung yang menempel di sana, dari tebakannya sih Nikolas sedang menyiapkan adonan sagon.
"Harusnya aku yang keluar beli, Kak. Harusnya aku aja," Nikolas tak henti-hentinya menyesali keputusan mereka sore itu. Selama di jalan ia terus berkicau seperti burung. Sementara pikiran Marie terpaku pada motor Tasha yang sudah ringsek. Motor tadi dibantu dibawa menuju tea house menggunakan salah satu mobil pick up milik warga.
Tasha bahkan tidak meminta ganti rugi kepada Marie karena hal tersebut merupakan kecelakaan, murni kecelakaan yang tidak Marie sengaja. Namun bagaimana pun juga, Tasha adalah karyawan Marie dan dia tidak akan kabur begitu saja tanpa bertanggung jawab.
"Ih, serius? Kok bisa sih, Kak?" tanya Laras sedang duduk di kursi kasir, Marie memang meletakkan kursi di sana karena paham kalau karyawannya merupakan AMJ (Anak Muda Jompo). "Kak Marie yakin pertigaannya keliatan jauh?"
Marie berdecak, "I swear to God, Ras. Ya ampun, kamu tau sendiri lah aku kalau bawa motor bener-bener sepelan itu. Kemarin tuh keliatannya masih jauh dan jalanan bener-bener kosong melompong makanya aku gas."
"Serem, Kak," Laras jadi merinding sendiri, meskipun tidak berada di lokasi kejadian, ia bisa membayangkannya melalui cerita Marie, "Mungkin Kak Marie kecapekan kali ya, makanya jadi gak fokus begitu."
Marie hanya mengangguk saja membalas ucapan Laras. Meskipun tidak masuk di akal karena setiap hari Marie selalu tidur cukup kok, kemarin pun ia tidak lelah berlebihan. Marie masih sadar, sepenuhnya sadar. Ia sepenuhnya sadar kalau jarak pertigaan tadi tiba-tiba mendekat dalam satu kedipan mata saja.
Pandangan Marie teralih pada pemandangan pelanggan di dalam tea house. Jika kemarin ia terlambat satu detik saja, mungkin Marie sudah tidak bisa menikmati pemandangan seperti ini lagi,
Atensinya tangkap pemandangan Chandra yang tengah mengantarkan kudapan sagon bakar ke salah satu meja pelanggan. Marie mengedip lamat-lamat, kudapan itu selalu mengingatkannya dengan Ratna. Jika saja ia diberi kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengan Ratna, Marie akan bertanya lebih dalam lagi terkait upaya keluar dari lingkaran setan umur 29 tahun-nya.
Jarreth : Third date today?
Jarreth : Sorry telat, saya baru ada waktu kosong sekarang.────୨ৎ────
Karena sepertinya kaki Marie belum bisa diajak kompromi untuk pergi keluar, Marie menawarkan pria itu untuk menghabiskan waktu dengan mengobrol saja di tea house—kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang paling Marie hindari sih, tapi mau bagaimana lagi.
Jarreth datang dengan wajah terkejut, pria itu bahkan menawarkan untuk membantu Marie berjalan. Tentu saja ditolak, Marie masih bisa berjalan kok, walaupun masih terasa nyeri sedikit apalagi di bagian lutut.
"Kok bisa sih? Kamu jatuh di mana?" tanya Jarreth to the point saat keduanya sudah duduk di bangku pelanggan yang terletak di samping jendela besar menghadap kawasan outdoor tea house. Tempat yang sama seperti saat Marie menemani Jarreth makan siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 TO 9
FanfictionKalian pernah mendengar istilah Kuzure? Di Jepang, angka 9 terkadang dianggap sebagai angka sial. Sebab memiliki bunyi yang mirip dengan kata untuk 'penderitaan'. Marie percaya kalau hal tadi hanya takhayul semata sampai durian busuk menimpa dengan...