Chapter XXIII
Unlocked MemoriesJarreth kembali dari kampus usai mengajar mahasiswanya dengan wajah kusut—memang sih ia selalu nampak kusut, namun kali ini rautnya nampak dua kali lipat lebih berantakan.
Pria itu meletakkan tasnya di atas sofa saat lihat Efendi baru saja berjalan keluar dari ruang studio di lantai satu. Iya, pria itu juga miliki ruang studio kerja khusus di dalam rumah, tidak hanya di kantornya saja.
"Habis ngerjain proyek klien, Yah?" Jarreth membunyikan lehernya yang pegal lalu ikut menyusul Efendi yang sudah melepas kacamata-nya.
Efendi menoleh, lalu menyodorkan tangannya saat Jarreth sedikit membungkuk dan memberi isyarat kalau ia ingin salim. Pria itu mengangguk, "Iya, besok ada meeting sama klien. Kamu bisa bantuin Ayah bikin landscape gak? Pilih vegetasinya terus rendering."
Jarreth mengangguk, "Boleh. Ayah kapan mau jenguk Marie lagi by the way?"
"Mungkin habis prosedur operasinya selesai semua, Reth. Gak enak juga kalau kita ngerepotin Om Adit, lagi hancur hancurnya dia itu," Efendi berujar lalu merangkul anak laki-laki satu-satunya itu menuju dapur, "Padahal baru minggu lalu lho dia dapat proyek seharga 8M. Coba itung aja fee arsiteknya berapa, tapi jadi kayak gak ada rasanya juga kalau gak ada anak."
"Bunda masak kepiting saus tiram kesukaan kamu, kita makan dulu."
Jarreth dan Efendi makan sembari mengobrol satu dua hal. Shanin punya acara dengan para ibu ibu komplek lainnya di gedung serbaguna, jadi wanita itu tidak ikut bergabung dengan para pria kucel ini.
Rambut Jarreth nampak berantakkan karena ia sisir asal menggunakan jari, kacamata-nya pun tak ia benarkan walau melorot. Sisi siku kemeja-nya sudah kusut, karena terlalu sering ia lipat dan tekuk. Satu kancing teratasnya terbuka saat Jarreth menginjakan kaki di rumah, gerah.
Efendi tak lebih baik. Pria itu bahkan kenakan celana kolor dan jersey sepak bola saja. Jersey tadi pun sebenarnya milik Jarreth yang cukup sering ia pinjam. Kacamata-nya ia letakkan di atas kepala, agar tak mengganggu saat makan.
Sudah tau kan Jarreth dapat looks kucel ini menurun dari siapa?
"Reth, kamu masih inget gak dulu waktu kecil punya imaginary friends?"
Jarreth bergidik, dengan cepat menggeleng, "Gak ah. Ngarang."
"Lah dia gak percaya, kocak," Efendi menunjuk anak laki-lakinya itu menggunakan capit kepiting, "Kamu dulu sampai dibully waktu masih TK persiapan—gara gara suka ngomong sendirian, terus ada yang belain. Masih inget gak?"
Ingatan Jarreth akan masa kecilnya tidak sebaik itu. Bahkan ia lupa kalau saat kecil ia pernah memiliki imaginary friends. Tapi jika bicara tentang TK persiapan, Jarreth ingat kalau ia bertemu dengan cinta monyet pertamanya di sana. Yah, meskipun Jarreth sudah benar-benar lupa akan wajah maupun nama perempuan tadi.
Jarreth memang hanya tempuh pendidikan taman kanak kanak selama satu tahun di sebuah TK persiapan saat usianya menginjak 6 tahun. Tak seperti TK lainnya yang didominasi oleh bermain dan belajar; TK persiapan, seperti namanya fokus mempersiapkan anak-anak untuk dapat mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Jadi, Jarreth tidak banyak bermain di sana, hari-harinya sudah dipenuhi oleh belajar.
Setelah dipikir-pikir, benar juga, Jarreth memang terus belajar seumur hidupnya.
Jarreth menggeleng, "Gak inget ah."
"Padahal dulu kamu pernah pulang nangis gara-gara ditempelin kertas di punggung tulisannya 'Aku orang gila!' sama temen sekelasmu. Terus bekalmu diambil, dibuang di tong sampah," Efendi berujar, "Masa lupa sama orang yang nyelametin kamu sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
1 TO 9
FanfictionKalian pernah mendengar istilah Kuzure? Di Jepang, angka 9 terkadang dianggap sebagai angka sial. Sebab memiliki bunyi yang mirip dengan kata untuk 'penderitaan'. Marie percaya kalau hal tadi hanya takhayul semata sampai durian busuk menimpa dengan...