0X. Bagian Satu

691 136 54
                                    

Setiap judul chapter yang depannya 0X itu berarti bonus chapter, ya. Happy reading, hoho!

────୨ৎ────

Bunyi dehaman Jarreth yang baru saja menorehkan garis menggunakan pena di atas buku catatannya menjadi satu-satunya suara yang memenuhi ruang setelah Kuwana selesai mempresentasikan hasil progress mingguannya ke hadapan pria itu.

Sepertinya memang nasib Kuwana saja yang sial, sudah berganti semester pun, Tuhan masih merestui Jarreth untuk menjadi dosen mata kuliah Studio Perancangan gadis itu.

Jarreth menoleh, dengan ekspresi yang luar biasa tenang, namun kalimat selanjutnya yang ia katakan adalah, "Ini bangunan atau instalasi seni nyasar, sih?"

Kuwana dapat mendengar beberapa tarikan napas dari teman-temannya yang masih duduk di tempat mereka masing-masing. Gadis itu mengedip lamat-lamat sebelum menjawab dengan suara kecil, "Maaf sebelumnya, Pak. Ini bangunan, memang konsep utama yang saya usung adalah estetika futuristik dinamis dan organik. Jadi harapannya supaya lebih artistik dan tidak monoton."

Mendengar balasan Kuwana, Jarreth sempat menaikkan alis kirinya dengan pandangan heran. Pria itu raih laser pointer sebelum menghela napas, "Saya tau, kelihatan dalam sekali lihat kalau kamu mau desain-mu ini kelihatan artistik dan beda. Gini aja deh biar kamu paham lebih cepat, orang yang rencananya tinggal di sana bakal pakai kepala mereka atau lutut?"

Mampus.

Dari tebakannya, sepertinya terdapat kesalahan fungsionalitas pada desain yang dibuat Kuwana. Gadis itu memilih untuk diam, tidak berani menjawab dan lebih menunggu untuk Jarreth melanjutkan kalimatnya yang pedas tadi. Sementara itu, Kuwana sudah meremas ujung kemejanya kuat-kuat, kala membuat desain ini, jujur saja orientasinya memang hanya ke arah membuat fasade yang unik dan berbeda dari lainnya.

Jarreth tertawa kecil dan secara bersamaan, keseluruhan mahasiswa yang berada di ruang tersebut ikut merinding bulu kuduknya, "Kok diam? Berarti benar tebakan saya, semua yang kamu buat ini didesain tanpa dipikir. Proyek kalian semester ini high rise building, kan? Membuat apartemen, tempat tinggal, di mana penghuninya akan lebih banyak menghabiskan waktu mereka di sini. Tapi ini," laser pointing Jarreth menunjuk ke arah jendela yang ada di sudut tangga ruangan, "Tangga kamu taruh di sini, tapi kok jendelanya persis di belakangnya, jendela bukaan lagi. Ini konsepnya supaya penghuni bisa lompat keluar langsung kalau lagi buru-buru?"

Kuwana sedikit memejamkan matanya saat mendengar beberapa tawa lirih yang dikeluarkan oleh beberapa teman-temannya kala mereka dengar kalimat akhir yang diucapkan oleh Jarreth.

"Kamu pernah ke balkon atau rooftop sebuah bangunan tinggi tidak?"

"Pernah, Pak."

"Anginnya gimana?"

"Semakin tinggi bangunannya, angin akan semakin kuat, Pak."

"Nah," Jarreth mengurut pelipisnya sendiri, tak tahan untuk tertawa geli. Hal sederhana seperti itu, bisa-bisanya dilupakan saat membuat desain. Desain sebuah tempat tinggal pula. "Bukan futuristik ini. Arsitektur Brutal, tapi kalau dibilang memenuhi standar gaya Brutalisme juga belum. Keren kamu bisa bikin aliran sendiri."

Kuwana melesakkan lidahnya ke dinding gusi di dalam mulutnya, kesal karena mendengar kembali kekehan kecil dari teman-temannya. Gadis itu menatap Jarreth, "Tapi kan, Pak, arsitektur juga tentang estetika. Kalau hanya mempertimbangkan fungsi, semua bangunan akan jadi kotak-kotak monoton tanpa ekspresi."

Jarreth memiringkan kepalanya, "Oh, jadi kamu berpikir bahwa fungsionalitas dan estetika itu harus saling mengorbankan satu sama lain? Bukannya mereka bisa dibuat berdampingan?"

1 TO 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang