#21. Sakit Yang Bertahan

5 2 1
                                    

Haloww

Apa kabar dengan kalian??
Bagaimana dengan hari ini? Apa sudah bahagia dan senang?

Selamat datang juga selamat membaca 🤗

********

"Bukan tentang empati, tapi tentang rasa"

-anonim

********

Dia sedang berjuang, melawan sakit yang bertahan. Dia sekarang sedang berada dalam ruangan, putih dengan bau tak asing. Sejak 2 jam lalu, ia dinyatakan pingsan dan tertidur lelap bagaikan air yang terhenti karena kekeringan.

Mereka tidak mengetahuinya, mereka yang tadinya bertemu, mereka yang dinyatakan sebagai sahabat, mereka yang dikatakan keluarga. Bukan tidak ingin mengetahui, tapi sudah berusaha mencari tahu.

“Om Wira kemana ya?” benaknya bertanya gelisah menghampiri, berkali-kali ia telepon orang itu untuk menanyakan kabar sang sahabat tapi sampai saat ini panggilannya tak ada satu pun yang terjawab.

“Lohh Nay, belum tidur?” tanya ibu panti saat mengetahui bahwa Naya sedang duduk di teras rumah pagi buta begini.

“Hehe, iya Bun” jawabannya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Bunda Wardah hanya menggeleng pelan “Sudah tidur kan?” tanya Bunda Wardah kemudian.

Naya menggeleng “Belum Bun, ngak bisa tidur soalnya” jawab lirih Naya.

“Bunda kasih tau ya, kita sebagai manusia itu adalah sebuah makhluk hidup yang diciptakan oleh Nya, untuk diberi sebuah ujian, masalah, kebahagiaan, senang, sedih dan lain sebagainya” ujar bunda Wardah, ikut duduk di samping Naya “Tapi kita sebagai manusia apa harus berhenti, berhenti karena takut di depan ada sebuah batu atau pun kerikil yang akan menghantam?” tanya Bunda Wardah.

“Kenapa harus takut Bun, kalau kita ngak lewati jalan itu kita ngak akan pernah sampai ke ujung jalan, jadii lebih baik terus jalan daripada takut” jawab Naya, mereka adalah sama-sama yang berpikir satu. Mereka adalah bekas orang hebat pada masanya, mereka adalah orang setia yang disakiti.

Bunda Wardah tersenyum, senyuman menenangkan membuat Naya juga ikut tersenyum.

-Orang baik, jangan jadi jahat untuk waktu nanti ya

“Itu tau, lalu kenapa seperti menyerah. Padahal menyerah itu adalah bentuk lemah yang harus di bangun kembali. Ibaratnya kamu jalan, kamu capek” ujar bunda Wardah lagi.

“Terima kasih bunda atas nasehatnya, Naya pamit ya mau ke rumah Anara” ucap Naya masuk ke dalam kamar dan mengambil tas lalu berpamitan kepada bunda Wardah yang melongo tak percaya.

“Dasar anak muda, di nasehatin biar tidur malah keluar” gumam bunda Wardah menggelengkan kepala tak menyangka.

Deg..

Runtuh, senyumnya benar-benar hilang. Kali ini ia gagal, kali ini ia berhenti, kali ini ia hilang dari kepura-puraan nya. Kali ini apakah ia di perbolehkan untuk menangis?

“Non, masuk dulu yukk” ucap bi Inah, menuntun Naya untuk duduk di ruang tamu, dan ia berikan minum guna menenangkan diri.

“Bi, sejak ka-pan?” ucap Naya, menatap kosong.

Nothing Same PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang