Halowww
Apa kabarnya nihh?? Udah bahagia atau belum??
Masih dengan banyak hal yang di ingat ya, tentang hari kemarin dan masih juga memikirkan bagaimana hari esok terlewati?
Percaya dengan takdir baik yang telah disiapkan ya, yakin tentang bahagia yang akan datang juga itu.
********
"Bahagia abadi ya, datang esok hari hingga seterusnya"
-anonim
********
“Keinginan terbesar Lo apa?”
Menoleh, melihat laki-laki yang berdiri di sampingnya itu “Masih tanya? Gue rasa Lo tau, gue mau apa” bukan pertanyaan namun pernyataan yang ia katakan.
“Datang ke tempat suami dan anak Lo?” tanya laki-laki itu dingin “Yang sama-sama lagi bertarung dengan takdir hidup itu” lanjutnya tersenyum smirk.
“Kalian itu sama ya, ngak ada yang bisa buat bahagia. Sama-sama b*e*g*e*, sama-sama b*j*n*a* ngak ada bener-bener nya” ujar ia menghela nafas kasar.
“Kalau mati di buat bahan bercandaan mah, ayo atuhh. Gue juga bisa, sakit di balas sakit gue juga bisa, apalagi masalah orang yang di sayang” ujar dia yang memiliki mata tajam, tujuannya setelah bahagia hanya di sini memberi penawaran dan memberi nyata yang ingin disampaikan.
Mengernyitkan dahi bingung dengan laki-laki yang ada di sampingnya itu “Udah bahagia kan? Karena siapa?” tanya dia yang kini menatap jauh luar, embun pagi menerpa kulit tipis yang lama kelamaan memerah karena dingin.
“Ohhh ceritanya, mau di anggap balas budi”
“Bukan, dan ngak akan. Bentuk kesadaran diri aja sihh” jawab ia tak ingin kalah dalam percakapan kali ini.
Deheman kecil mengejutkan mereka yang sibuk dengan banyak percakapan, jalan pagi dengan suasana dan udara bersih.
“Tua banyak acara dan perdebatan itu kalian, yang muda aja udah berhasil capai misi, kenapa kalian masih di liputi rasa dendam? Masih kurang ya? Atau ingin buat misi nya gagal hanya karena ke egoisan?” ucap seorang laki-laki dengan jubah hitamnya itu, membuat mereka terhenti, lalu berpikir sejenak tentang apa yang telah di katakan oleh laki-laki yang mungkin lebih muda dari mereka.
“Muda sok-sokan juga ngak boleh? Maksudnya apa? Ceramah untuk menakut-nakuti?” jawab laki-laki paruh baya di depannya, mundur satu langkah lalu tersenyum smirk di balik masker hitamnya itu.
“Menakut-nakuti untuk hal yang kemungkinan besar akan jadi kenyataan, ngak salah kan?” jawabnya lirih, namun ada penekanan pada setiap kata yang ia lontarkan “Datang dan perbaiki sebelum terlambat” lanjutnya setelah sama-sama terdiam.
Jauh disana, tentang maaf yang sulit untuk di lontarkan. Satu persatu, hari demi hari terlewati. Dia yang masih terbaring, dia yang memiliki gelar ayah, dan dia yang memiliki gelar penyemangat.
“Yah, betah banget tiduran disana” lirihnya, air mata nya menggenang di pelupuk mata.
Anara menang sudah keluar beberapa hari lalu dari rumah sakit, namun keluar dan masuk ke rumahnya belum sama sekali. Memilih untuk menjaga dan menemani sang Ayah adalah pilihannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Same Person
Teen FictionAnara Shevaya Wiratama, seorang penulis terkenal yang menyembunyikan identitas nya juga banyaknya rahasia yang ia miliki. Mahasiswi Bastrindo dengan segala indah juga wajahnya yang cantik, rambut tergerai menjadi cirinya yang dapat mudah dikenali ol...