✩₊̣̇. Bab 48. The Bloodthirsty (3)

40 8 15
                                    

      ╭━─━─━─≪✠≫─━─━─━╮      
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

  Selamat Membaca💫

 Semoga Harimu Penuh Warna,
Mari Biarkan Setiap Kalimat
Menemani Harimu Dengan Ceria
Dan Makna💎
╰━─━─━─≪✠≫─━─━─━╯

 Semoga Harimu Penuh Warna, Mari Biarkan Setiap Kalimat Menemani Harimu Dengan Ceria Dan Makna💎╰━─━─━─≪✠≫─━─━─━╯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat hari pernikahan tiba, suasana penuh kehangatan mengalir di rumah Ratu. Para tamu dari keluarga besar kedua belah pihak sudah berkumpul, wajah mereka dipenuhi senyum dan doa-doa terbaik yang mereka bawa. Udara pagi itu terasa sejuk, seolah alam turut memberikan restu.

Di dalam kamar, Ratu duduk mengenakan kebaya putih sederhana namun anggun. Wajahnya bersinar, bukan hanya karena riasan, tetapi juga karena harapan yang memenuhi hatinya. Ada kegugupan kecil yang mengalir di dalam dadanya, tetapi setiap kali ia mengingat ketulusan dan kehangatan Gevan, ketenangan kembali menyelimuti.

Di ruangan utama, Gevan duduk tenang di depan Adipati. Mengenakan seragam PDU (pakaian dinas upacara) berwarna hitam lengkap dengan atribut-atribut serta pangkat iptu di kedua bahunya. Ia tampak gagah namun tetap khidmat. Keluarga dan saksi dari kedua belah pihak duduk melingkar, menyaksikan momen sakral ini. Beberapa di antara mereka tampak berbisik pelan, menyampaikan dukungan melalui tatapan penuh kasih dan kebanggaan.

Setelah doa pembuka, penghulu dengan suara lembut namun tegas membuka prosesi akad. "Saudara Gevan, apakah Anda siap untuk mengucapkan ijab kabul?"

Gevan menarik napas dalam-dalam, mengangguk dengan mantap. Hatinya berbisik bahwa inilah langkah besar yang akan mengantarkannya ke kehidupan baru bersama Ratu. Suasana menjadi hening, semua mata tertuju padanya, menanti detik-detik bersejarah ini.

Adipati kemudian menjabat tangan Gevan dan dengan suara penuh getaran berkata, "Saya nikahkan engkau, Gevan Mahendra Putra bin almarhum Mahendra, dengan putri saya, Ratu Azalea Punggarama binti Adipati Punggarama dengan mas kawin berupa emas 10 gram, dibayar tunai."

Tanpa ragu, Gevan menjawab, "Saya terima nikahnya Ratu Azalea Punggarama binti Adipati Punggarama dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai!"

Keheningan sesaat menyelimuti ruangan, kemudian saksi-saksi serempak menyatakan, "Sah!" Ruangan itu seketika dipenuhi senyuman, dan semua orang mengucap syukur atas terlaksananya pernikahan ini.

Di tengah suasana penuh haru, Ratu mendekat dengan wajah sedikit tertunduk, malu-malu namun tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Gevan menatapnya dengan penuh cinta, menyadari bahwa kini mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri. Air mata haru tiba-tiba menggenang di mata Gevan, dan sebelum ia sempat mengusapnya, ia menangis tersedu-sedu ketika Ratu menyentuhkan bibirnya ke punggung tangannya sebagai tanda penghormatan.

Beberapa tamu yang melihatnya berbisik-bisik. Ada yang terkejut melihat seorang pria menangis, ada juga yang tersenyum haru, terkesan oleh tulusnya cinta Gevan untuk Ratu. Gevan lalu menatap Ratu dalam-dalam, seolah ingin memastikan bahwa ini bukan mimpi. Di tengah tatapan penuh kasih itu, ia perlahan-lahan mendekat dan, tanpa dapat menahan dirinya, mengecup pipi Ratu dengan lembut.

Sehembus Angin Harapan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang