✩₊̣̇. Bab 17. War Of Intelligence

88 12 16
                                    

       ╭━─━─━─≪✠≫─━─━─━╮      
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Selamat Membaca...

Sebaik-baik manusia adalah
       yang berguna, bukan sempurna     
╰━─━─━─≪✠≫─━─━─━╯

Abizar sedang duduk di ruang keluarga, berbincang dengan putra sulung dan putri kembarnya ketika Airin, istrinya, menghampiri dengan ekspresi serius

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abizar sedang duduk di ruang keluarga, berbincang dengan putra sulung dan putri kembarnya ketika Airin, istrinya, menghampiri dengan ekspresi serius.

"Ali, aku mau bicara," ucap Airin lembut, namun dengan nada tegas yang membuat Abizar segera paham. Dia memberi isyarat pada ketiga anak mereka untuk memberi ruang.

Tanpa berkata banyak, ketiga anak mereka segera bangkit, meninggalkan ruangan dengan patuh.

"Ada apa, sayangku?" tanya Abizar sambil tersenyum, kemudian mempersilakan Airin duduk di pangkuannya.

Airin duduk, namun wajahnya masih menyimpan tanda tanya. "Kamu pakai uangmu untuk mengakses jaringan intelijen internasional?"

"Iya, sayang." Abizar menjawab dengan tenang.

Airin menatap suaminya dalam-dalam. "Buat apa? Apa yang sedang kamu selidiki?"

Abizar menghela napas ringan, lalu menjawab, "Aku sendiri belum tahu pasti. Hamza yang memintanya. Kemungkinan besar dia sedang menyelidiki kematian-kematian yang mencurigakan. Sebelumnya dia sudah minta bantuanku untuk akses dokumen penyelidikan polisi."

Airin mengernyit, penasaran. "Dan kamu langsung memberikannya begitu saja?"

Abizar mengangguk sambil tersenyum lembut. Dia mencium pipi istrinya dengan kasih sayang. "Aku percaya padanya, sayang... Apa kamu tidak setuju dengan keputusanku?"

Airin menggeleng, tersenyum kecil. "Bukan, aku hanya penasaran saja. Apa yang membuatmu begitu yakin padanya?"

Abizar mengusap rambut istrinya dengan lembut. "Kamu mau tahu kenapa aku begitu percaya sama Hamza?"

Airin mengangguk pelan. "Ceritakan, Ali."

Abizar menyesap kopinya sebentar, lalu mulai menceritakan kisah yang terjadi bertahun-tahun lalu.

Beberapa tahun sebelumnya, Abizar dan sahabatnya, Azura, mengunjungi barak Kopassus, tempat sahabat mereka, Yusuf, menjabat sebagai komandan. Setelah berbincang singkat di barak yang terasa penuh sesak, mereka memutuskan melanjutkan percakapan di sebuah kafe kecil di dekat barak.

Setelah kopi mereka datang, Abizar membuka obrolan dengan sebuah pertanyaan. "Ramai sekali di barak tadi. Tumben. Apa memang sering seperti itu?"

Yusuf yang tampak lelah menghela napas panjang. "Sedang ada acara perpisahan. Salah satu anggota timku akan aku bebastugaskan."

Azura, yang sejak tadi mendengarkan, ikut menimpali dengan rasa penasaran. "Kenapa dibebastugaskan?"

Sehembus Angin Harapan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang