✩₊̣̇. Bab 50. The Bloodthirsty (5)

46 5 27
                                    

╭━─━─━─≪✠≫─━─━─━╮
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

⚠️Peringatan Ekstra Untuk Bab Ini⚠️

Selamat Membaca💫
╰━─━─━─≪✠≫─━─━─━╯

Selamat Membaca💫 ╰━─━─━─≪✠≫─━─━─━╯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usia Ratu sudah 25 tahun.

Hari itu, Ratu, Aura, dan Kenzo duduk di dekat lokasi pembangunan restoran mereka. Binar harapan terlihat di mata Aura dan Kenzo, membayangkan usaha yang mulai mereka bangun. Namun, dalam diam, Ratu merasakan kekosongan yang sama, luka yang menolak sembuh.

Ketika obrolan mereka mulai mereda, Aura menggenggam tangan Ratu dengan lembut. "Ratu... relakan."

Ratu memandang Aura, bingung. "Relakan apa, Aura?"

Aura tersenyum penuh kasih, seperti seorang kakak yang ingin melindungi adiknya dari rasa sakit yang terus menggerogoti. "Relakan kepergian Gevan," bisiknya. "Apa kamu tahu kenapa kamu terluka begitu dalam? Kenapa kamu merasa kehilangan sampai sulit bernapas?"

Ratu terdiam, menelan perih yang tiba-tiba menghantam dadanya.

"Karena kamu merasa memiliki, Ratu. Kamu menganggap Gevan sebagai bagian dari hidupmu, selamanya... padahal, dia bukan milikmu. Dia adalah milik Allah yang kembali kepada-Nya. Kita semua tahu Gevan mencintaimu dengan tulus, dan aku yakin dia pasti ingin kamu bahagia. Gevan tidak pergi, Ratu... dia hanya kembali."

Ratu mencoba mengalihkan pandangan, tapi suara Aura tetap menyusup dalam pikirannya.

"Gevan mencintaiku?" Ratu berkata lirih, "Lalu kenapa dia memilih pergi dengan cara seperti itu? Kalau dia mencintaiku, kenapa dia memilih meninggalkanku, Aura? Itu... itu tidak masuk akal."

Aura menarik napas, menahan air mata yang hampir tumpah. "Mungkin ini memang takdirnya, Ratu. Mungkin Gevan memilih jalan yang tak kita pahami. Tapi... apakah kamu tega jika kesedihanmu malah membuat Gevan merasa bersalah di sana? Tolong, Ratu... pikirkanlah kata-kataku. Dia tidak pergi, dia hanya... kembali."

Kata-kata itu perlahan-lahan merasuk ke dalam hati Ratu, seperti sinar rembulan yang memecah malam yang kelam. Memberi penerangan untuk hati Ratu yang sempat dihantam kesedihan mendalam.

━─━─━─≪✠≫─━─━─━

Malam itu, usai sholat isya, Ratu duduk termenung di atas sajadahnya, memandangi album yang tersusun rapi di nakas. Kata-kata Aura terus terngiang di benaknya, seperti bisikan lembut yang tak henti mengetuk hatinya.

Sehembus Angin Harapan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang