✩₊̣̇. Bab 38. Jarak Terkejam (3)

51 9 12
                                    

╭━─━─━─≪✠≫─━─━─━╮
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Sebelum Membaca Ini
Pastikan Teman² Sudah
Sholat Dan Hati Teman²
Dalam Keadaan Tenang🌱

Selamat Membaca❣

I Lup You Sekebon🌻
╰━─━─━─≪✠≫─━─━─━╯

Di sebuah ruang penjara yang suram, Ratu berdiri dengan wajah menunduk, air matanya jatuh tanpa henti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah ruang penjara yang suram, Ratu berdiri dengan wajah menunduk, air matanya jatuh tanpa henti. Dari balik isaknya, suara Ratu terdengar gemetar, tetapi sarat kasih sayang dan ketulusan.

"Ayah… bagaimana caraku menolongmu? Aku tidak pernah tahu bagaimana menghadapi hal-hal seperti ini…" ucapnya, dengan suara yang serak.

Adipati, yang berdiri di seberang jeruji, mengulurkan tangannya, menyentuh jemari putrinya, berusaha memberi ketenangan di tengah kelelahan yang terpancar di wajahnya. "Tidak masalah, Nak… Kuatkan dirimu dan sabarlah," ujarnya lembut. "Kita pikirkan jalan keluarnya bersama-sama. Tapi sebelum itu, doakan Ayah… sungguh Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya sendirian."

Di ruangan lain, seorang polisi muda dari satuan reserse kriminal (satreskrim) sedang istirahat makan siang, tetapi bukan makanan di depannya yang menarik perhatiannya. Gevan sibuk dengan ponselnya, alih-alih menyentuh sepiring ketoprak yang terletak di meja.

"Gev! Udah, woy. HP mulu... waktu istirahat lo abis buat laporin komentar-komentar itu doang. Udah berapa hari, sih?" Darwin menegur Gevan, sambil mendorong piring ketoprak ke arahnya. "Nih, makan, cepet!"

Gevan menoleh sebentar, sekadar melirik piring itu, tapi langsung kembali fokus pada layar ponselnya.

"Anjir! Ketoprak dari gue aja dianggurin, dasar bucin gak tau diri!" Darwin mendengus, mulai makan sambil menggeleng-geleng.

"Nanti gue makan. Santai aja, elah," sahut Gevan tanpa mengalihkan pandangan, terus melaporkan komentar-komentar pedas di unggahan seorang wanita yang sudah lama ia kagumi.

Darwin menahan tawa, lalu bertanya sambil mengangkat alis, "Masih ngurusin cewek yang bahkan gak tahu lo hidup?"

Gevan hanya terdiam, tak menjawab. Kesal karena tak dipedulikan, Darwin iseng menyenggol bahu Gevan cukup keras hingga hampir menjatuhkan ponselnya.

"Ganggu aja lo! Pergi sana, makan di luar aja!" Gevan berseru sebal, matanya tak lepas dari layar. "Gue gak tega, tahu! Komentar-komentar di postingannya pedes banget. Kalau dia baca, pasti sakit hati."

"Suka banget lo, ya, jadi pahlawan tanpa tanda jasa? Dilaporin juga tuh komen gak langsung ilang, kan," jawab Darwin santai sambil menyendok makanannya.

"Ya, tapi beberapa udah ada yang kehapus kok. Bahkan beberapa akun udah kena suspend," balas Gevan dengan nada bangga.

"Wah, gila lo!" Darwin mendengus kagum bercampur heran, lalu mendadak menyeringai. "Eh, mau ketemu sama orangnya langsung, gak?"

Sehembus Angin Harapan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang