✩₊̣̇. Bab 35. Aku, Kamu dan Luka (5)

50 9 12
                                    

╭━─━─━─≪✠≫─━─━─━╮
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Sebelum Membaca, Pastikan Teman²
Telah Sholat Dan Hati

Teman² Dalam Keadaan Tenang...

Jangan Lupa Istighfar🌱

Selamat Membaca...
╰━─━─━─≪✠≫─━─━─━╯

Fitnah itu berkembang semakin brutal, seperti bendungan air yang tiba-tiba runtuh, mengalir deras tanpa bisa dihentikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fitnah itu berkembang semakin brutal, seperti bendungan air yang tiba-tiba runtuh, mengalir deras tanpa bisa dihentikan. Tuduhan terhadap hotel yang sedang diusahakan Ratu menarik perhatian publik dengan cepat. Proyek yang semula disambut hangat sebagai upaya meningkatkan perekonomian lokal, kini dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional. Media dan masyarakat semakin haus akan informasi, menggali setiap rumor yang semakin tak berdasar. Adipati dan keluarganya menjadi sasaran sorotan yang tak kunjung mereda.

Sementara itu, di tempat lain, Humaira dan Malik, orang tua Hamza, mendiskusikan situasi yang memanas. Malik, yang telah lama mengenal Adipati, yakin bahwa tuduhan-tuduhan itu tak lebih dari kebohongan keji.

"Adipati itu orang yang jujur. Tidak mungkin dia terlibat dalam hal-hal kotor seperti ini," kata Malik meyakinkan Humaira, suaranya tegas namun penuh kekhawatiran.

"Aku setuju," jawab Humaira dengan lembut namun yakin. Ia kemudian menoleh ke arah Hamza yang duduk di sudut ruangan, tampak diam dan berpikir dalam. "Hamza, kamu juga jangan sampai terpengaruh oleh fitnah ini. Mengerti?"

Hamza mengangguk, meskipun dalam hatinya ada keraguan yang mulai tumbuh. Semua informasi yang ia dengar di lapangan menyuruhnya untuk waspada, tapi rasa hormat pada ayahnya membuatnya memilih untuk diam.

"Aku mengerti, Bu."

Suasana hening sejenak sebelum Malik bertanya lagi. "Jadi, kau akan berada di rumah berapa lama kali ini?"

"Cukup lama, Ayah. Mungkin seminggu atau sebulan, tergantung situasinya."

Malik menatap putranya dengan perhatian. "Baiklah, bagaimana? Sudah yakin untuk melanjutkan?"

Selama di Somalia, Hamza sering memikirkan Ratu. Sosoknya yang penuh percaya diri dan selalu ceria seolah menjadi oase di tengah konflik berdarah di Tanduk Afrika. Setiap malam, Hamza menyebut namanya dalam doa, berharap mendapatkan petunjuk yang jelas. Sejak pertemuan taaruf mereka, Hamza juga sudah melakukan istikharah, memohon bimbingan-Nya. Dan setelah melalui berbagai pertimbangan dan pergulatan batin, hatinya kini semakin yakin.

"Aku sudah yakin, Ayah," jawab Hamza akhirnya. "Aku akan lanjutkan ini."

Meski Malik senang dengan keputusan putranya, ia tidak langsung menghubungi keluarga Ratu. Di tengah badai fitnah yang menyerang keluarga mereka, Malik merasa itu bukanlah waktu yang tepat. Baginya, menghubungi mereka dalam situasi seperti ini terasa kurang sopan. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menunggu hingga saat yang tepat, ketika mereka bisa bertemu dalam pembahasan tentang proyek hotel.

Sehembus Angin Harapan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang