09. Him.

59 12 0
                                    

Setiap sedih aku selalu pulang ke rumah. Apalagi kalo aku denger Papa lagi nggak ada dirumah. Bukannya aku nggak deket sama Papa, tapi kalau sama-sama ditanyain sama Mama dan Papa, aku lebih nyaman terbuka sama Mama walau kadang Papa lebih bijak dan nggak gampang marahin aku.

Mama tau aku nggak dalam suasana hati yang bagus sejak aku kesini dua hari yang lalu, yap itu juga sejak aku dan Kevin ketemu. Dan hari ini, aku ditelfon Mama supaya cepat bangun dan turun ke bawah.

Katanya, ada tukang massage dari tempat spa dan relaksasi langganan Mama yang dipanggil untuk home service. Mama juga bilang kalau beliau sudah buat appointment untuk home service menicure padicure.





Aku dan Mama sekarang ada di kamar tamu. Mama berbaring di ranjang sementara aku di bench. Kita bener-bener dimanja dengan sentuhan nyaman dan aroma terapi sampe aku bawaannya ngantuk terus padahal baru bangun. Setelah sesi massage selesai badanku sejuta kali lebih ringan dari sebelumnya, mungkin kalo ditimbang, berat badanku cuman satu kilo sekarang ini.

"Jadi kenapa?" Tanya Mama setelah kita selesai relaksasi. Kita sekarang lagi duduk berhadapan di meja makan sambil makan catering sehat yang sebenernya udah dikirim dari tadi jam tujuh pagi. (Sekarang jam sepuluh pagi).

"Nggak tau juga aku sebenernya kenapa."

"Aneh kamu. Kamu tuh selalu bingung sama apa yang ada di hadapan kamu. Kamu selalu mikir keras kira-kira kamu harus jadi apa, harus ngelakuin apa, harus gimana gimana padahal kamu punya semuanya. Gagal? Coba lagi. Salah? Nggak bakal rugi. Kenapa sih, Ki? Kita sekeluarga support kok."

"Bukan soal itu. Yang lagi aku pikirin bukan soal masa depanku. Tapi soal Kevin."

"Kevin??"

"Aku malu ngakuin ini tapi... aku pernah suka sama dia, Ma. Lama banget."

"Pernah ya? Berarti sekarang udah nggak?"

"Nah itu aku nggak tau."

"Karena Rama dateng di hidup kamu?"

"Aku beneran nggak tau, Ma."

"Berarti ya itu jawabannya. Harusnya kalau bukan kamu bisa langsung jawab."

"Aku jadi pusing lagi." Aku nyender di kursi kayak tanaman mleyot.

"Gini deh, kamu beneran nggak suka sama Rama?"

"Aku nggak suka. Tapi jujur aku juga nggak menolak buat suka sama dia."

"Coba jelasin lebih jelas. Anggep Mama itu Navya."

Aku langsung terbangun, "Maaa!" dan itu bikin Mamaku terkekeh. Mama emang kadang suka lebay ngira kalau aku selalu lebih terbuka sama Navya dibanding sama beliau. Ya walau iya sih. "Aku nggak nolak sebenernya, Ma, deket sama dia. Dia baik. Baik banget. Dia juga nggak benci aku walau udah liat insiden hari itu. Kevin aja bilang dia kaget aku bisa kayak gitu padahal kita temenan udah berapa tahun coba."

"Dia kaget kok."

"Rama?"

Mama ngangguk. "Rama tanya ke Mama kamu lagi badmood apa gimana kok kaya gitu. Terus Mama ceritain semuanya soal kamu. Soal kerasnya kamu, gimana kamu selalu nggak suka diusik, gimana kamu bersikap, gimana kamu dingin dan cuek sama keluarga. Mama ceritain. Mama minta maaf ke dia dan Ibunya hari itu. Mama juga bilang gapapa kalau Rama nggak mau dijodohin sama Kian. Gapapa kalau Rama takut sama Kian."

"Dia jawab apa?"

"Dia bilang, "Kian kasihan ya.""

Aku ngernyit keheranan. "Ha?"

Sunshine. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang