Ramalio's POV.
————————That kiss was so wild. Aku baru pertama kali ciuman kalo boleh ngaku. Dan Kianna Jago banget, dia ngobrak-abrik bibirku sekaligus perasaanku. Waktu kita ciuman aku beneran kayak lumpuh rasanya. Tanganku pengen peluk pinggangnya tapi aku merasa itu nggak sopan, jadinya aku cuman diem aja dan sekedar ngimbangin ciumannya. Dua menit kemudian, dia lepas ciumannya dan pasang wajah datarnya seperti biasanya terus bilang,
"Udah ya, aku ngantuk." Sambil jalan menuju ke kamarnya. Aku yang masih bingung sama semuanya yang terjadi seolah sangat cepat cuman bisa ngangguk.
I'm not even shut my mouth up.
Kemudian aku tiduran di sofa. Diatas sofa tempat kita tadi ciuman. Perasaanku nggak karuan. Aku seneng dan pengen teriak keluar jendela kalau barusan aku ciuman sama Kianna yang cantik banget itu.
Tapi dilain sisi, aku bingung. Kenapa ciumannya berhenti gitu aja? Apa aku nggak bisa bikin dia nikmatin ciumannya? Apa aku keliatan banget kalo pemula?
Jadinya, perasaan dia ke aku gimana?
Apa kita jadi menikah?
Aku bingung dan galau.
🌥️
Besoknya sepulang kerja aku mampir di warung makan Bi Nur yang emang baru buka jam 7an. Lokasinya nggak jauh dari apartmen yang aku sewa. Hari hari kalau nggak masak aku makan disana. Karena selain murah, Bi Nur juga handal banget bikin bumbu rempah. Makanan di warung Bi Nur jujur lebih enak daripada makan di Royal Plates menurutku. Kapan-kapan kalau memungkinkan, aku ajak Kian makan disini. Itu juga kalau dianya mau.
"Kenapa Mas? Kok mukanya kusut gitu?" Bi Nur nyadar sama ekspresiku. Aku reflek senyum sambil geleng.
"Itu lampu samping kok belum dipasang, Bi?"
"Iya, belum. Bapak lagi sakit perut mulu. Tadi Ibu paksa suruh benerin lampu warung dulu baru kalo mau pulang sok. Eh ini belum balik lagi."
"Lampunya mana? Biar saya pasangin?"
Bi Nur masang muka capek. Arti dari eskpresi itu adalah, beliau capek karena aku sering banget bantuin beliau sementara beliau orangnya sangat-sangat nggak enakan.
"Udah gapapaa. Kalo gelap nanti dikira nggak jualan loh. Emang nggak sayang itu udah bumbuin masakannya terus nggak laku?"
"Anak saya padahal udah SMK, Mas, tapi sama sekali nggak mau banguin enyaknya."
Aku terkekeh kecil.
Nggak lama setelah lampu kanan kiri berhasil dipasang dan menyala dengan baik, Ojun datang. Ojun itu tetamgga apartku yang juga pelanggan setia warung Bi Nur. Kita lumayan sering nongkrong bareng di rooftop. Dia biasanya ngerokok sementara aku butuh angin karena apartku nggak gede gede amat.
"Eh Mas Ojun, janjian nih kalian berdua?"
Aku sama Ojun kompak menjawab. "Nggak." Terus saling tatap muma dan pasang wajah mengejek satu sama lain.
"Sendiri, Bi?"
"Iya nih, Bapak lagi sakit perut. Untung ada Mas Rama yang bantu pasangin lampu."
"Beeehhh baik emang Mas Rama Mas Rama ini." Ojun lagi-lagi meledek aku sambil nyemil bakwan goreng.
Aku nyenggol pundak Ojun pakai pundaknya karena mereka duduk bersebelahan. Setelah itu aku juga ambil bakwan jagung buat dimakan sambil nunggu si Bibi nyiapin makanannya.
"Gimana kerjaan lu, Jun?"
"Lancar tapi hari ini hari gua lagi buruk banget karena atasan gua yang dakjal itu, bisanya marah marah. Meeting tiba-tiba diadain terus dibubarin gitu aja karena ada masalah dikit selama meeting. Emang orang gedongan tuh sifatnya kaya gitu apa ya? Kek tai. Suka seenaknya sendiri ngeremehin kita mentang-mentang kita miskin."
Aku jadi inget Kianna. Apa Kianna semenyebalkan atasannya Ojun? Hmm... menurutku enggak deh. Mikirin Kianna aku jadi kangen dia. Dia nggak ada menghubungi aku sama sekali, aku juga belum menghubungi dia sama sekali hari ini.
Ragu banget harus gimana, takutnya aku salah langkah dikit Kianna jadi marah sama aku.
"Eh, Jun, lu pernah pacaran kan?"
"Menurut lu? Muka gua aja secakep ini?"
Aku memasang ekspresi mau muntah. "Serius dah. Biasanya putus karna apa?"
"Karna apa ya, bosen kali."
"Pernah gak..."
"Pernah apaan?"
"Pernah gak kalian putus abis ciuman gitu? Kayak misal ciuman ku gak enak atau ciuman dia gak enak?"
"Kaga lah. Orang gila mana yang putus karna ciuman— eh anjing, lu baru diputusin karena ciuman lu ga enak? BAHAHAHAHAHAHA." Ojun ketawa gede banget sampe mungkin seluruh Jakarta bisa denger. Aku menghela napas panjang sambil pindah tempat duduk.
Jujur, setelah Ojun bilang gitu aku merasa aku memalukan. Aku emang sepayah itu.
Ah bener, mungkin salah satu temenku bisa bantu. Yeri kan pengalaman pacarannya banyak. Dia juga orang yang lumayan kaya kayak Kianna. Mungkin Yeri banyak relatenya sama apa yang dipikirin sama Kianna. Aku ngeluarin ponsel dan buru-buru buka roomchatku sama Yeri yang udah nggak chat lagi beberapa minggu yang lalu.
"Ah kompornya mati. Padahal gasnya baru loh. Bentar ya saya telfon bapak dulu."
"Saya benerin aja, Bi, bentar." Kataku sambil mata natap beliau dan jari tetep ngetik.
Kianna
Yer, besok pulang ngantor bisa gak makan sama gue? |
Pesan terkirim. Aku ngunci hp ku dan masukin ke saku kemudian bantu Bi Nur benerin masalahnya tanpa sadar kalau aku sendiri sekarang sedang dalam masalah besar.
Ojun
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine.
FanfictionMenikahi perempuan kaya raya nggak pernah ada di wishlist Rama karena sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, tentunya dia ingin membahagiakan keluarga kecilnya dengan kemampuannya sendiri. Namun, bagaimana jika perempuan itu adalah Kianna? Model...