15. Our Different World.

101 20 2
                                    

Ramalio's POV
————————

Bangun dari tidur di sofa mungkin ngeselin karena badan jadi sakit semua, tapi kalau inget aku tidur di sofa karena di dalam kamarku ada Kianna yang lagi tidur disana, aku seneng. Semoga kamarku yang kecil itu nyaman buat Kianna tidur cukup.

Kianna punya kebiasaan bangun lagi, dia langsung keluar. Duduk gitu aja di teras. Mungkin kebiasaannya di pagi hari adalah menikmati waktunya sambil minum teh dan menghirup udara segar. Dia cantik banget dari belakang, rambut panjangnya yang agak berantakan bikin dia keliatan kalau dia itu manusia bisa aja, sama kayak aku, sama kayak keluargaku. Aku duduk nemenin dia disampingnya, kita nggak ngobrol sama sekali. Kianna udah tau aku ada di sebelahnya tapi dia milih buat nggak bicara apa-apa—bahkan sekedar nyapa.

Begitu cangkir teh Kianna kosong, dia baru ngajak aku bicara.

"Nyaman nggak semalem tidurnya?"

Aku nahan senyum, ternyata dia peduli sama aku.

"Nyenyak kok." Bohong. Siapa juga yang bisa tidur nyenyak di kursi yang bagian sandaran tangannya terbuat dari kayu jati? Leherku sakit, kepalaku pusing, kaki dan tanganku banyak bentol ulah nyamuk.

"Bagus deh. Soalnya aku kebangun-kebangun mulu. Bantalnya keras."

Ah, aku sampe lupa. Tidur di sofa ruang tamu rumahku emang nggak nyaman buatku, tapi tidur di kamarku juga nggak nyaman buat Kianna. Bisa dibilang, nggak ada yang lebih mending. Masalah orang emang beda-beda, tapi bisa jad, perasaan saat mengalaminya sama. Apa Kianna juga pusing dan pegel semua badannya?

"Abis ini pulang kan? Aku mau mandi."

"Air disini kalo pagi dingin, Ki. Gapapa? Mau nunggu nanti atau mau dibikinin air panas?"

"Dibikinin aja kalo gitu."

"Oke. Kamu duduk aja dulu, aku siapin air buat kamu mandi."

"Iya."

Kianna nggak beranjak, dia lanjut diem aja ngeliatin sekitaran atau entah apapun itu, mungkin juga cuman diam aja merenung, mungkin memikirkan sesuatu.. nggak tau ah, Kianna susah ditebak.





Setelah nyiapin air panas buat Kianna mandi, aku beresin tempat tidurku yang semalem jadi tempat tidur Kianna. Sebenernya nggak berantakan banget, cuman perlu dirapihin sedikit-sedikit.

Begitu buka jendela kamar, udara pagi daerah pedesaan dan pemandangan sawah seolah refresh mataku. Rasanya suntuk dan jenuh karena biasa mantengin komputer buyar gitu aja. Di otak juga adem. Tapi nggak lama aku nikmatin helaan angin itu di wajahku, aku nutup lagi jendelanya karena mulai ada serangga masuk. Kianna nggak akan suka.

Hp Kianna yang lagi di charge diatas lemari pakaian dalam dan baju rumahanku bergetar. Aku nggak bermaksud lancang tapi aku liat ada pesan dari Papanya supaya dia nggak lupa menghadiri pesta perayaan satu tahun pernikahan Angel— sepupu Kian.

Aku buru-buru nyamperin Kian ke kamar mandi, mungkin dia lupa. Mungkin juga, kalau dia sampe nggak datang bakalan berdampak buruk. Berani nggak berani, aku harus gangguin dia mandi.

"Kian?"

Suara air yang tadi berisik khas orang mandi sekarang hening. "Kenapa?"

"Tadi aku lagi beresin kamar terus nggak sengaja liat Hp kamu ada notif. Papa kamu ngechat katanya jangan lupa dateng ke anniversary Angel dan suami."

"Biarin aja. Udah jangan ngomong lagi ini airnya keburu nggak panas lagi."

Freya yang kebetulan lagi mau minum — Karena kamar mandi kita emang satu lokasi sama dapur, cemberut liat Kian ngomong sama aku pakai nada ketus.

Sunshine. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang