Hari ini aku akan ketemu sama Rama untuk yang kedua kalinya. Tapi kita nggak pergi ke restaurant lagi, nggak pergi ke tempat yang mungkin biasa didatengin buat ngedate or anything. Kita ketemuan di area pabrik Nusafood untuk mendatangi acara amal tahunan yang memang rutin diadakan sejak Nenek jadi komisaris Nusafood selama hampir 25 tahun ini.
Tamu undangan spesial kita adalah Kevin. Dan hal itu bikin aku dilema enaknya aku berangkat sama siapa pagi ini. Keluargaku kah? Kevin kah? Atau Rama? Sebenernya pilihan terakhir nggak begitu penting buat aku pertimbangkan karena kita juga belum ada hubungan apa-apa. Tapi entah kenapa tiba-tiba aku dilema soal itu juga.
Akhirnya aku berangkat sendiri. Nyetir mobil sendiri. Aku pakai gaun putih yang panjangnya sampai lututku. Preshoes pump merah berani dari Valention Garavani edisi terbaru yang dibagian depannya ada hiasan kristal putih mengkilap membuat kakiku tampak cantik. Cantik sekali. Meskipun aku tau acara amal pasti didatangi kaum menengah hingga menengah kebawah yang mungkin nggak ngerti apa yang aku pakai, aku nggak peduli.
Begitu aku sampai, aku segera masuk ke ruangan pabrik yang dimodifikasi sebagai lounge sementara untuk VIP seperti aku, keluargaku dan beberapa orang penting yang diundang langsung di acara amal rutinan Nusafood.
Sepupu sepupuku datang dengan pakaian yang jauh lebih sederhana daripada aku. Mereka ngetawain aku yang lebih kelihatan kayak mau makan malam di Kapal Pesiar daripada datang di acara amal.
Aku duduk di sofa dekat kakekku. Dudukku emang disitu. Aku cucu tertua Soemarsono.
Lama nggak ketemu kakek dan Nenek, kita ngobrol sebentar. Ofcourse obrolannya nggak jauh-jauh dari suruhan supaya aku ikut andil di perusahaan. Jawabanku masih sama.
Aku.Belum.Mau.
Titik.
Ketika suara pintu terbuka, Mamaku bangun dari duduknya dan menyambut teman dekat serta bintang spesial yang mengisi acara hari ini, Kevin. Mama keliatan antusias banget seolah lihat anaknya sendiri.
I wish so, Mama.
Pemandangan manis Mamaku menangkup kedua pipi Kevin yang bikin aku gemes itu berakhir gitu aja ketika Rama juga masuk ruangan ini. Aku nggak percaya dia dapat tempat disini.
Gerak-gerik Mamaku ke Rama lebih canggung, tapi jelas kelihatan banget kalau Mama menghormati dan senang Rama ada disini. Mama nawarin Rama makan, mengelus tangan Rama ketika mereka jabatan, kayaknya Mama mau bikin Rama nyaman disini.
"Itu Nak, Kianna disitu. Duduk disebelahnya aja. Kursi kosong itu punya kamu."
Semua orang nggak percaya dengar omongan Mamaku. Apalagi Om dan Tanteku yang kenal betul kalau Rama ini salah satu anak magang di bagian R&D. Mereka pernah ada menghadiri meeting yang sama pasti.
Reaksi orang-orang didalam sini berbeda. Nenekku kayaknya suka sama Rama dengan pakaian rapi dan gerak-gerik sopannya. Tapi aku yakin rasa sukanya itu cuman sementara setelah tau kalau dia bukan orang yang sama kayak kita.
Aku nggak peduli sama tatapan remeh dari sepupu-sepupuku, yang aku perhatikan adalah tatapan Kevin yang berbinar. Seolah ikut senang aku akhirnya punya gandengan setelah bertahun-tahun.
"Naik apa kesini?" Sapaku ke Rama tepat setelah aku memutus kontak mataku dan Kevin.
"Ojek tadi, Ki."
Salah banget aku nanya begitu, seisi ruangan langsung dipenuhi dengan tawa yang kayaknya nggak sengaja kelepasan. Aku natap tajam seolah mau bunuh sepupu-sepupuku yang munafik itu.
"Keren. Bosen ya pasti naik mobil terus? Lagian pagi ini cuacanya agak mendung. Emang enaknya naik motor. Ehh, tapi kamu pake masker kan selama dijalan?" Tanyaku sambil ngelus muka Rama yang berdebu.
"Bukannya bosen. Aku emang nggak punya mobil–Aak!" Sialan banget, udah dikode buat drama MASIH AJA NGGAK PEKA. Aku malu banget to be honest. Aku nginjek kaki Rama sekenceng yang aku bisa. Dia natap aku bingung dan aku udah nggak tertarik lagi sama wajah bodohnya yang... ehm.. jujur, agak manis pas lagi kebingungan.
"Mau liat-liat keluar?" Tawarku.
"Disini aja dulu, biar kita lebih deket." Jawabnya. Lebih deket apanya? Yang ada lo diintrogasi nanti Ramaaaaa.
Aku natap tajam tepat di bola matanya. Kali ini kodeku nembus otaknya. Dia paham. Dia ngangguk. Kita berdua berdiri dari sofa. Tapi sepatah kata dari Nenek menahan kita berdua.
"Rama bisa disini aja. Yang lain boleh keluar."
Aku natap mata Nenekku. Bingung banget dan nggak tau apa yang bakalan mereka bicarain. Please kita belum pasti bakalan menikah. Semoga nggak ada pembicaraan sembrono diantara mereka berdua.
"Ki, nongkrong disana aja ayok. Biarin fiancé lu sama oma cantik. Good luck bro!" Kevin menepuk dada Rama yang dibalas dengan senyuman ramah penuh rasa terimakasih sama Rama.
Si Rama Rama itu emang bener-bener nggak bisa baca suasana.
Aku memutar kedua bola mataku malas. That's should be you KEVIN NOT HIM.
"Jadi Rama, boleh tolong perkenalkan diri kamu?"
"Nama saya Ramalio Biantara. Saya.."
Aku udah nggak dengar apa-apalagi selain keributan kerumunan disekitar sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine.
FanfictionMenikahi perempuan kaya raya nggak pernah ada di wishlist Rama karena sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, tentunya dia ingin membahagiakan keluarga kecilnya dengan kemampuannya sendiri. Namun, bagaimana jika perempuan itu adalah Kianna? Model...