08. He's just not into you.

14 2 0
                                    

Aku kira, aku nggak akan liat wajahnya lagi setelah hari itu. Tapi dia datang setelah jam kerjanya selesai. Diluar hujan. Aku nggak tau how he got here tapi dia basah kuyup. Jaketnya basah, rambutnya basah. Wajahnya kering karena aku yakin dia ambil tissue yang ada di lift buat keringin hal yang bisa dikeringin.

"Hey." Dia kikuk banget. Dia nyapa aku pakai gestur canggung.

"Masuk?"

"Nggak usah juga gapapa. Saya cuman mau nganter ini buat kamu." Dia nyerahin bingkisan plastik berwarna hitam. Bagian luar plastiknya pun setengah basah. Aku pernah liat plastik yang modelannya lecek kaya gini pas tukang kebun rumahku buang tikus mati.

Tapi tanpa mikir kalau isinya bakalan tikus mati, aku nerima bingkisan itu. Ternyata anget banget.

Aku ngangkat kedua alisku sebagai isyarat bertanya ini apa. Dia jawab pertanyaanku pakai isyarat juga supaya aku langsung buka bingkisan itu aja.

"Bakpao?"

"Di depan pabrik ada yang jualan bakpao. Aku ngantri loh tadi. Padahal ujan tapi tetep aja banyak yang beli."

"Randomly, bakpao?" Tanyaku memperjelas. Aneh banget tiba-tiba dateng bawa bakpao.

"Hujan-hujan enak makan yang anget-anget, Ki. Sayang juga kamu hidup lama kalau belum nyoba Bakpao murah se-enak ini." Cara bicaranya cukup bikin aku yakin, tapi modelan bakpaonya... oke bakpaonya emang besar dan keliatan fluffy. Tapi, harus banget kah dibungkus pakai plastik kresek? Kenapa nggak pakai paper bag aja biar kesannya lebih higienis?

"Oke... Thank you...???" Kataku setelah ngintip bakpao tersebut.

Rama terkekeh padahal aku nggak merasa ngelakuin hal yang lucu.  "Hmmm... sebenernya itu alesan biar saya bisa kesini."

Jujur aku agak kaget dia bakalan bilang gitu. Kirain cowok kayak dia nggak bakal bisa modus. Aku nahan senyumku supaya wajahku tetap datar. Kayaknya fansku yang satu ini serius banget dalam mengidolakan aku.

"Kalo kamu nggak keberatan, Ki, kamu mau nggak nemenin saya ke nikahan temen saya hari sabtu besok? Resepsinya jam 5 sampai jam 9. Kita bisa dateng di jam yang kamu nggak sibuk aja. Itu juga kalo kamu mau ya, Ki. Saya nggak maksa."

"Dimana nikahannya?"

"Hotel Favorit."

Oh ternyata pernikahan yang nggak mewah mewah banget. Ya sebenernya apa juga yang bisa aku ekspektasiin dari Rama. Nggak mungkin dia temenan sama milyarder juga sih menurutku.

"Oke. Jamnya tentuin aja." Kataku yang nggak lama kemudian nutup pintu. Tentu aja setelah memastikan kalau dia udah nggak ada yang mau dibicarain lagi.

Aku meluk bakpao hangat itu sambil menjatuhkan diri ke lantai. Hari ini aku seneng. Pertemuan yang nggak lebih dari sepuluh menit itu bikin aku seneng.

Entah kenapa aku lega karena dia ternyata nggak benci aku.


☁️


Hari kondangan tiba. Ternyata beneran aku diajak pergi ke pesta pernikahan biasa aja yang udah aku ekspektasiin. Emm.. dibilang biasa, maksudnya dari sudut pandangku yang biasa menghadiri pesta pernikahan mewah. Bukannya aku ngatain pestanya biasa gitu.

Rama pakai kaos polo warna cream dan outer kemeja yang bahannya agak tebel (lebih kelihatan kayak jaket) warna coklat yang lebih tua. Dia pakai jeans warna cream dan sepatu cokelat. Aku nyuruh dia bawa mobil aku aja pas dia jemput aku di apartku.

Hari ini aku dandan pakai dress santai warna putih gading dengan aksen bunga bunga warna biru tua. Dressnya nggak berlengan. Bahannya tebal tapi roknya tetep flowy. Aku pakai tas Guess. Tas yang udah lama nggak aku pake karena ini udah model yang agak lama. Aku pakai heels berbahan beludru warna biru tua dari Charles and Keith. Aku bener-bener yakin dandananku saat ini persis kayak OKB karena merk yang aku pakai bukan merk yang bener-bener luxury sampai aku liat tas Gucci, Dior dan LV palsu bertebaran dimana-mana diantara para tamu yang datang di pesta itu.

Sunshine. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang