Menikahi perempuan kaya raya nggak pernah ada di wishlist Rama karena sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, tentunya dia ingin membahagiakan keluarga kecilnya dengan kemampuannya sendiri.
Namun, bagaimana jika perempuan itu adalah Kianna? Model...
Hari Rabu ini, Papa udah menjadwalkan makan malam antara keluarga kami bersama Oma dan Opa. Kita mau membahas soal pernikahanku yang sebelumnya udah kita bahas duluan sama keluarga Rama.
Papa udah bawa berkas data diri dan CV Rama yang dia pakai untuk intern di Nusafood, serta bukti kecakapan Rama karena ini Opa yang minta. Dari yang aku amati, Opa kayanya nggak yang nggak suka sama Rama. Karena Opaku sendiri adalah orang yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja sebelum kenal Oma dan jadi menantu Nusafood. Bukan berarti Oma sama seperti aku yang menikahi orang biasa. Opaku udah jauh lebih sukses daripada Rama, karena itu keluarga Nusafood menganggap Opa layak untuk Oma.
Sesampainya di rumah Oma, kita disambut hangat oleh pelayan rumah Oma. Mereka membawakan barang-barang kami untuk disimpan di ruang penyimpanan khusus kemudian mengantar kami ke conservatory walau sebenarnya kita bisa sendiri.
Sesampainya di ruang tengah aku lihat ada Dante dan Nic lagi main konsol game, mereka terlalu sibuk sama dunianya sendiri sampai nggak sadar aku dan keluargaku lewat. Karena itu, aku pukul kepala mereka satu per satu pakai bantal sofa. Mulut mengomel mereka langsung diem begitu liat aku, Papa dan Mamaku. Papaku ikut nyapa mereka dengan melakukan hal yang sama kaya yang baru aku lakukan.
"Like daughter like father banget," celetuk Dante sambil meringis ngelusin kepala bagian belakangnya. Aku yakin pukulannya sama sekali nggak sakit, tapi kalau muncul sensasi panas, that's still make sense.
Dulu waktu kecil, waktu aku belum kenal banget sama yang namanya 'persaingan', aku sama Angel sering banget nginep di rumah Oma, kita punya kamar besar yang bisa dipakai berdua dengan tempat tidur berdesainkan istana. Tapi alih-alih tidur di kamar, aku sama Angel lebih suka tidur di conservatory yang aku lihat didepanku. Rumah Oma ini udah ada dari waktu Papaku masih kecil. Conservatory -nya juga sama. Bangunan full kaca dengan pilar besar mewah warna putih bersih dan atap kubah itu masih secantik ini walau berpuluh-puluh tahun sudah berlalu. Aku sama Angel yang masa kecilnya sangagt meromantisasi kehidupan, suka tidur di sofa besar ujung ruangan tempat Oma biasa menyulam. Kita tidur sambil lihat bintang. Berharap ada bintang jatuh atau peri peri yang nggak sengaja tertangkap mata kita. Masa kecil yang manis, siapa sangka juga kalau ternyata kita tumbuh kaya gini pas gedenya.
Tante Maya yang nggak mau Angel selalu kalah dari aku dan Mamaku yang kelewat memanjakan aku tanpamarahin aku kalau nilaiku jelek atau aku nggak unggul—jujur itupun juga jarang banget aku sampai dapat nilai jelek, bikin Angel lama-lama kesal sama aku. Dan sejak SMP, masa kecil kita yang manis itu seolah nggak pernah terjadi. Kita bahkan muak melihat muka satu sama lain sampai sekarang.
Opa udah nunggu di conservatory sendirian. Makanan udah tersaji diatas meja, tapi Oma mana?
Aku salim ke Opa dan seperti biasa Opa selalu cium pucuk kepalaku, meminta aku duduk disampingnya dan enggan lepas tanganku sampai beberapa saat.
"Ini yang sudah mau menikah?" Nada Opa godain aku kedengeran renta banget. Ketawanya juga ketawa khas kakek-kakek. Matanya berbinar, pasti dia nggak percaya cucu pertamanya yang baru lahir kemarin itu udah mau menikah.
"Oma mama?" Tanya Mamaku setelah beliau duduk.
"Biasalah, ngambek orangnya. Katanya nggak mau kesini. Kamu bawa, Di? Data tentang Rama Rama itu?"
"Ini udah saya siapin, Pa."
"Ini Mama saya samperin aja gimana, Pa?" Mama berdiri lagi dengan raut nggak tenang.
"Boleh, Nin. Di kamar paling-paling. Kian kamu disini aja,"
Aku yang tadinya berdiri mau ngekor ke Mama jadi duduk lagi. Mendengar review Opa dan Papa soal Rama. Mereka pikir Rama ini punya kemampuan dan tulus. Aku kaget pas Papaku punya foto rumah Rama, apartemen Rama sampai dalamnya kaya gimana. Aku yakin ini pembobolan. Tapi aku nggak heran kalau keluargaku sampai segininya.
Papa bahkan punya lembar berisi pendapat teman, warga sekitar dan rekan kerja Rama tentang Rama. Wow, kalau ini Ferry pasti isinya negatif semua. Aku bangga liat Rama disukai sebanyak orang ini.
Nggak lama kemudian, Mama kembali dengan raut sedih. Mamaku tetap sendiri tanpa Oma disampingnya.
"Opa gapapa kalian menikah. Dari awal saya sudah percaya sepenuhnya sama Nindy dan penilaian Nindy, nanti soal Oma, biar Opa yang urus."
"Kalau tante tante dan sepupu nggak suka gimana, Opa?" Tanyaku.
"Kalau suka malah repot, suami kamu digodain nanti."
"IIIH bukan gitu maksudnya,"
Walau suasana ini bukan suasana yang kita harapkan, tapi suasana malam ini tetep intim dan menyenangkan. Seenggaknya ada satu orang berpengaruh yang dukung aku dan Rama.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.