Orang ketiga yang tau tentang insiden tangga darurat itu adalah Angel. Dia ikut keluar dari ruangan rapat setelah aku narik paksa adiknya, sayangnya pas dia datang Cath udah di posisi nggak sadarkan diri.
Dari sudut pandangnya, pasti udah jelas banget kalau jatuhnya Cath itu karena aku yang dorong.
"Bukan manusia lu, Ki. Kok bisa lu marah sampe dorong adek gua kayak gitu?" Air mata Angel menetes. Aku yang posisinya lagi jongkok didekat Cath menggeleng, "Bukan gua, Ngel. Dia jatuh sendiri."
"Ga percaya gua. Udah bukan sodara lagi kita anjing." Angel mengusap air matanya pakai punggung tangannya sebelum dia keluar dan nyari bantuan untuk adiknya.
Aku takut, panik dan merasa bersalah. Nggak ada yang bisa aku pikirin kecuali semoga Cath cepet bangun dan jelasin semuanya ke keluarga dan orang yang mungkin terlibat.
Aku ngoyak tubuh lemes Cath supaya dia bangun, tapi, dia tetep nggak bangun. Jauh dalam lubuk hatiku, aku juga takut Cath meninggal.
⛈️
Kejadian berikutnya adalah: Angel sekeluarga mojokin aku. Orang tuaku nggak bisa banyak berbuat apa-apa buat belain aku karena mereka semua tau aku bersalah dan mungkin juga kecewa besar tanpa tahu atau menanyakan apa yang sebenernya terjadi. Cuman Rama yang percaya kalau Cath jatuh sendiri. Meskipun dia nggak secara vokal belain aku, dia tetap ada di sisiku dan nenangin aku dengan gestur kecil yang tetep bikin aku merasa kalau aku dipercaya.
Beberapa saat setelah sumpah serapah dan kata-kata penuh fitnah yang jahat menuhin ruang tunggu di rumah sakit, ruangan kembali hening. Sama sekali nggak ada suara apapun sampai Nic yang bersuara lagi.
"Oma pulang aja dulu, oma kelihatan banget capeknya." Kata Nicholas yang duduk di kursi tunggu yang sama dengan Oma. Opa, Papaku dan suami Angel mendukung ucapan Nic. Sementara suami Cath yang sama sekali nggak kelihatan panik, terus menatap kosong kedepan. Aku tau dia cuman acting terpukul, dia nggak se-ling-lung itu, tapi, udahlah, aku nggak mungkin bikin keributan lagi.
Nic akhirnya berhasil ngajak Oma pulang. Opa, Tante Kamala dan kedua anaknya ikut pulang. Mereka semua nguatin Tante Maya dan Suami, Angel, dan tentunya Suami Cath supaya tegar dan supaya nggak ada kejadian buruk sama Cath.
"Setelah hasil scan kepala Cath keluar, langsung kirim ke oma." Oma bilang ke Angel dan mendapat respon berupa anggukan.
Nic nganterin Oma dan Opa keluar, sewaktu mereka bertiga lewat dihadapanku, Oma menghentikan langkahnya, tatapan dinginnya tepat dimataku, beliau angkat tangan kanannya penuh amarah sampai aku nutup kedua mataku beberapa detik karena ketakutan.
Tapi, aku nggak ngerasain apa-apa. Selang beberapa detik kemudian aku buka mata dan lihat tangan Oma udah diturunin lagi. "Datang ke rumah Oma setelah Catherine pulih."
Aku menelan saliva—masih agak ketakutan. Oma lanjutin perjalanannya tanpa nunggu anggukan atau responku yang lain. Di situasi kayak gini, jujur, napas aja susah buat aku. Rasanya ada ribuan tangan yang nyekik leherku, natap aku dengan tatapan muak, dan aku merasa mau mati aja daripada merasakan perasaan-perasaan seperti ini.
"Kalian berdua pulang aja sekalian. Saya nggak mau liat muka kalian berdua. Adi, Nindy, Ael, kalian juga pulang." Tante Maya berucap dingin.
"Gapapa May, aku temenin kamu." Respon Mamaku lembut sambil berusaha meraih tangan Tante Maya.
"Nggak usah, Nin. Daripada kamu nanti kecewa udah rawat anakku tapi aku tetep berencana masukin anakmu ke penjara."
"Tante, minimal rekaman CCTV-nya dilihat dulu." Nada suaraku meninggi. Aku gabisa nahan kesal udah diinjek-injek dan nggak didengerin selama ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/377524229-288-k842997.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine.
FanfictionMenikahi perempuan kaya raya nggak pernah ada di wishlist Rama karena sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, tentunya dia ingin membahagiakan keluarga kecilnya dengan kemampuannya sendiri. Namun, bagaimana jika perempuan itu adalah Kianna? Model...