Ronald menatap Aliya, mengangguk kecil untuk meyakinkan perempuan itu. Seorang penjaga memeriksa mereka. Mengecek isi tas Aliya. Baru keduanya diperbolehkan masuk. Pintu itu menuju ruangan kecil dengan tangga naik ke atas membentuk lorong. Di dinding kanan kirinya tertempel poster-poster musisi terkenal dari berbagai belahan dunia. Dari poster Bob Marley sampai poster The Beatles di zebra cross Abbey Road.
Aliya mengamati betul tempat itu. Ruangan di dalam tidak begitu besar. Menggunakan lampu berwarna kekuningan, remang. Jarak antar tempat duduknya cukup sempit. Di bagian tengah, di sisi ruangan ada panggung kecil di depannya bar dengan banyak botol ditata rapi. Aliya melihat dengan kesal sebuah rumah lampu di atas bar yang bertuliskan, 'Beer is better than women. You can have more then 2 a day and don't feel guilty!
Ronald tidak memperdulikan yang Aliya perhatikan. Dia memilihkan tempat duduk untuk mereka berdua. Aliya memperhatikan furniturenya, desainnya lawas. Mungkin lebih tua kursi itu dibandingkan dengan usianya sekarang.
Seorang pelayan kemudian mendatangi mereka. Perempuan paruh baya, dengan kemeja putih, berpadu vest dan celana hitam. Aliya sedikit heran, tempat itu masih mempekerjakan perempuan dengan usia di atas 50 tahun. Perempuan yang sepertinya mengenal Ronald, karena begitu melihat Ronald, perempuan itu langsung menyapanya, "Ronnie..."
"Hai, Oma..." Sapa Ronald sambil memeluk perempuan itu.
Perempuan itu menyodorkan menu sambil bertanya, "How's your Opa?"
"Opa sedang sakit," jawab Ronald singkat.
"I'm so sorry to hear that. Udah lama banget nggak ke sini. Salam ya buat Opa, semoga lekas pulih." Perempuan yang dipanggil Oma kemudian memandang Aliya, "Is she yours?"
"Ahm... temanku, Oma. Aliya... ini Oma Kate," ujar Ronald memperkenalkan perempuan paruh baya itu.
Aliya mencatat dalam pikirannya, bukan Oma Kate, Tapi Ronald menganggapnya teman. Ini satu poin.
"Oh, dear Alya, you're look so sweet..." Ujar Oma Kate sambil mengulurkan tangannya.
"Aliya, Oma..." Aliya memperkenalkan diri sambil membenarkan namanya.
"Oke, Alya. Eh, Aliya, Ronnie, mau pesan sekarang?" Tanya perempuan itu dengan ramah.
"Beer, small, the black one," ucap Ronald. Kemudian dia memandang Aliya, "Aliya?"
"Yang nggak alkohol?" Tanya Aliya tanpa membuka menu.
"Orang juice?" Tawar Ronald cepat.
Aliya mengangguk.
"Anything else?" Tanya Oma Kate.
"Kentang goreng?" Tawar Ronald pada Aliya.
Aliya mengangguk lagi. Dia benar-benar bingung dengan tempat itu. Kepalanya menganalisa banyak hal mengenai tempat itu. Tanpa tahu untuk apa. Dia terus memperhatikan ruangan dan orang-orang yang mulai berdatangan. Rata-rata berkawanan dengan usia yang beragam. Canda tawa terpancar dari wajah yang sumringah. Asap rokok mulai tercium dimana-mana.
Pikiran di kepala Aliya terjeda saat Oma Kate undur sambil memegang tangan Aliya, "Tunggu sebentar ya..."
Aliya memandang Ronald, banyak hal yang ingin dia tanyakan. Tapi kemudian dia menunduk saat laki-laki itu balik menatapnya.
"Jadi gimana?"
"Ehm..." Entah kenapa giliran Aliya yang kesulitan berbicara.
"Terima kasih udah mau bantuin lagi," ucap Ronald memotong Aliya yang masih berpikir. Dia tidak menyangka cara Fernando berhasil membuat Aliya mau membantunya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Merah
Ficción GeneralCerita dengan latar jaman kolonial. Ceritanya fiksi, tapi kolonialismenya nyata.