Chapter 10

5K 459 19
                                    

"A-aku? Masuk? Eh" aku mengerjap begitu Harry menarikku masuk kedalam kamarnya lalu ia menutup pintunya. pun aku duduk di tepi ranjangnya dengan mata yang tidak bisa lepas dari tato burung di dadanya yang bidang. God, it looks amazing on him.

Menyadari hal itu, Harry langsung melirik kearah tato di dadanya lalu menatapku dengan tatapan menggoda, "apa ini bisa membuatmu terangsang?" Harry menunjuk tato nya sambil menyeringai cabul.

Sial. Aku memutar mata. Memilih untuk menghiraukan seringaiannya yang membuatku semakin jengkel, "kau tidur disini?" Tanyaku mengganti topik. Aku menyapukan mataku ke seluruh penjuru ruangan, kamar Harry sangat besar dan banyak poster2 band rock seperti arctic monkeys dan bahkan green day. Wow. Ia memiliki selera rock rupanya.

"Tidak. Aku tinggal di frat ku. Aku kemari setidaknya seminggu dua kali. Itu pun jika mood ku bertemu Helena sedang bagus."

Aku tergelak miris, "Jadi kau mengunjungi ibumu jika mood mu sedang bagus saja? Astaga." Oh, bahkan aku baru tahu Harry tinggal di frat nya sendiri. Kukira ia tinggal bersama Helena disini.

"Aku membenci wanita itu"

Aku mendecak dan menggeleng2kan kepalaku dua kali, "lalu mengapa kau tiba2 pergi kekamarmu saat makan malam sedang berlangsung?"

Harry hanya diam, menatapku getir lalu berjalan kearah kulkas. Ia mengambil sebotol champagne lalu meneguknya. Sudah menjadi kebiasaannya mengabaikan pertanyaanku.

"Harus sampai kapan aku mengulang pertanyaanku agar kau menjawabnya, Styles?"

"Kau mau?" Tanyanya sambil menyodorkan bir nya.

"Tidak. Aku tidak minum." Aku berjalan kearahnya, menatap pria itu dengan penuh harap, "Haruskah aku bertanya seribu kali agar kau tidak menghiraukan pertanyaanku? Atau mungkin aku perlu menaikkan nada bicaraku dua oktav agar kau bisa mendengar suaraku dengan jelas? Harry, aku serius, ada apa denganmu? Kau tidak mengizinkan Helena masuk ke kamarmu, dan aku boleh. Jadi kau harus menceritakannya padaku."

Harry tergelak, ia berjalan mendekat kearahku dengan tatapan g sulit diartikan, "Kau tidak perlu sok peduli padaku, Maddy. Dan kau tahu? Pertanyaanmu yang tidak penting dan tidak berbobot itu membuatku risih. Sekarang diamlah. Tidak usah banyak bertanya dan mencampuri urusanku. Harusnya kau tahu diri, kau duduk disini pun hanya sebagai pacar sewaan yang aku bayar. Tidak lebih!"

-Author pov-

Maddy diam tak bergeming. Wajahnya yang penuh harap berubah menjadi kekecewaan yang teramat dalam terhadap perkataan Harry yang menusuk. Maddy menunduk lemah. Harry benar. Ia memang tidak seharusnya banyak bertanya tentang privasi Harry. Maddy tahu Harry tidak pernah menanggapi pertanyaan yang ia lontarkan dengan baik, tapi mau bagaimana lagi? Maddy selalu mengikuti kata hatinya untuk peduli dengan pria itu. Bukan hanya Harry, wanita berhati lembut itu peduli pada siapapun di sekitarnya. Sementara otaknya berkata bahwa Maddy tidak boleh jatuh cinta pada pria seperti Harry. Harry pria brengsek.

"Maddy" panggil Harry lembut begitu Maddy berjalan memunggunginya. Maddy duduk di tepian kasur. Pertama kali dalam sejarah hidup wanita itu, Harry memanggil Maddy dengan nada rendah dan menenangkan.

Maddy masih menunduk dengan nafas yang berusaha menahan isak tangis. Ia tidak menangis, tapi batinnya terus menjerit.  Mendengar tidak ada respon, Harry menghampiri Maddy yang terduduk di tepi ranjang lalu duduk di sebelahnya.

"Hey"

Dapat dirasakan, hembusan nafas Harry yang berat begitu terasa di leher Maddy. Suaranya yang serak langsung menghidupkan ketenangan jiwa gadis itu. Maddy menghela nafas lalu melirik kearah pria itu sekilas. Harry menatap Maddy dengan tatapan yang beda dari biasanya. Wajah dinginnya terhalang oleh senyumannya yang begitu tulus. Astaga, mengapa Harry jadi tiba2 seperti ini? Tidak pernah Harry selembut ini sebelumnya, pikirnya.

Emergency Couple // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang