"Siapa?" Tanyanya penasaran, alisnya terangkat sebelah seakan menganalisa raut wajahku yang tiba2 berubah muram. Tidak, aku tidak cemburu, hanya saja, aku jadi merasa tidak enak pada Shena karena Harry sedang bersamaku.
Aku berdehem, "Tunanganmu." Jawabku dengan suara sumbang. Dengan cepat ia merebut handphone nya dari tanganku lalu meletakkan di kupingnya,
"Harry! Kau dimana, sayang? Kau tidak memberiku kabar seharian, astaga, aku sangat khawatir padamu. Aku--"
"Aku sedang sibuk di kantorku. Bisakah kau tidak mengangguku?"
"Sibuk? Oh, maafkan aku, babe. Aku tidak ta--"
TUUTT TUTT
Harry memutuskan sambungan dengan wajah kesal. Aku mendecak ironi, tega sekali ia membohongi Shena. Padahal kurasa, ia wanita yang baik, atau sok baik? Harry pernah berkata bahwa Shena adalah seorang jalang. Tapi bukankah Harry sudah pernah tidur bersama wanita jalang? Uh, ini membingungkan.
"Har-ry? Uhm.."
Ucapanku terpotong ketika ia tiba2 menoleh kearahku dengan wajah datar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Harry memfokuskan kembali pandangannya ke jalanan, menghiraukanku. Sial, mengapa ia cuek sekali? Aku melepas pandangan darinya lalu mengedarkan pandangan ke jalanan yang basah karena diguyur hujan sehari penuh. Suasana dingin membuatku mengigil, aku menggosok2an kedua tanganku lalu menempelkannya di pipi, setidaknya ini bisa membuat pipiku sedikit hangat.
"Kau kedinginan?"
Apa? Mm-maksudku, lihatlah, sekarang siapa yang sok peduli? Uh.
"Tidak usah mempedulikanku." Jawabku ketus
"Mempedulikanmu? Astaga. Kau bercanda?" Ia tergelak tidak percaya dengan nada merendahkan. Lagi, aku memutar mataku karena ia justru malah tertawa. Hey, apanya yang lucu? Harry menatapku nanar, cih, "Okay, biar ku perjelas bahwa aku. Sama. Sekali. Tidak. Peduli. Denganmu. Kau mengerti?" Ujarnya menekankan setiap kata, membuat hatiku mencelos kembali. Aku hanya mendengus pasrah. Ya, ya, terserah dia saja. Lagipula, siapa juga yang minta dipedulikan? Uh. Aku menoleh kearahnya lalu mendengus kesal.
Suara gesekan ban mobil dan aspal yang berdecit membuatku nyaris terpental ke depan. Harry menghentikan mobilnya di tepi jalanan, membuatku terkesiap sekaligus bingung.
"Ada apa?"
Tidak mengubris, ia justru membuka blazer hitam nya dan menyisakan diri dalam kemeja putihnya. Sekujur tubuhku bergetar ketika Harry secara mengejutkan memasangkan blazer nya di tubuhku. Membuatku merasa nyaman dan hangat seketika. Astaga, pipiku memerah, aku tersipu. Sial! Aku menunduk, masih tidak berani menatap wajahnya karena suasana yang tiba2 hening membuat semakin canggung. Uh.
"Terimakasih" tuturku sambil merapatkan blazernya. Ia hanya menoleh sebentar lalu membuang wajah. Aku dapat melihat sisi bibirnya yang berkedut seolah menahan senyuman.
Kami pun sampai didepan apartemenku. Ini sudah pukul 10 malam dan aku harus segera tidur karena besok aku harus memulai mata kuliah pukul 9. Dengan cepat aku berangsur turun dari mobilnya dan tidak lupa mengembalikan blazer nya, aku mengucapkan terima kasih untuk yang kedua kali pada Harry. Oh, ini benar2 hari yang melelahkan. Aku melemparkan diriku ke kasur begitu sampai di apartemen lalu menghela nafas panjang. Menatap langit2, batinku tersenyum riang mengingat kejadian saat Harry menunjukkan kepeduliannya padaku. Setidaknya hal2 kecil yang ia lakukan berhasil mengukir senyuman di pipiku. Ia memang jarang sekali peduli pada orang di sekitarnya. Tapi, buktinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Couple // h.s
FanfictionHarry dituntut untuk segera memiliki pasangan diusianya yang ke 21. Tapi Harry menolak karena belum dapat melupakan mantan kekasihnya. Akankah ia menyewa seorang gadis untuk ia jadikan 'pacar palsu'? lalu bagaimana ketika perasaan mereka berubah sek...