Saat ini aku sudah berada di kampus. Menjalankan kegiatan rutinku setiap hari sebagai mahasiswi teladan. Begitu aku berjalan melewati koridor, sebuah tangan menghalangiku--menghadang jalanku.
"Aku perlu bicara denganmu."
Aku mengerjap kaget. Selain karena kehadirannya yang secara tiba2, wajah Harry juga terlihat lebih serius dari biasanya. Ia menatapku dingin kemudian aku memberi aba2 untuknya agar lebih baik berbicara di cafe sebelah kampus. Setelah sampai di cafe, kami menempati kursi lalu memesan hot chocolate. Well, kelasku dimulai pukul 09.00, dan ini masih pukul 08.50. Masih ada waktu untuk kami berbincang sebelum kelas dimulai.
"Ada apa?" Tanyaku penasaran
Harry meneguk hot chocolate nya, matanya masih tidak lepas dariku. Ia menatapku kosong.
"Bisakah lebih cepat sedikit?"
"Aku minta maaf."
"Minta maaf?" Aku menaikkan sebelah alisku, bingung. Sungguh, Harry tampak berbeda dari biasanya. Wajahnya sangat kusut dan pucat. Oh, apa ia sakit? Lalu mengapa ia tiba2 meminta maaf?
"Aku menyerahkanmu pada Bryan."
Aku memuntahkan hot chocolate yang ada dimulutku lalu mengelapnya kembali. Astaga, ini terlalu panas. Lidahku seperti terbakar, dan lagi2 Harry membuatku bingung dengan ucapannya, "Tunggu, aku tidak mengerti, apa maksudmu 'menyerahkan'?" Aku menyipitkan mata, menatapnya dengan pandangan mengintimidasi.
"Aku malas menceritakannya." Harry menghela nafas, wajahnya terlihat pasrah dan sungguh, apa maksudnya ia menyerahkanku pada Bryan? Ia pikir aku barang titipan?! Astaga, aku ingin menangis. Ini membingungkan.
"Jelaskan padaku, Harry. Apa maksud semua ini? Kau hanya bercanda, bukan?" Aku tergelak tidak percaya.
"Well..kau tahu kan aku sering pulang malam? Itu karena aku mengikuti balapan liar. Dan Bryan, adalah lawanku." Ujarnya, berusaha bersikap santai. Bryan? Oh, astaga. Aku sudah menduganya. "Dan yang lebih sialan lagi, aku kalah darinya." Lanjutnya
"Bagaimana bisa kau kalah darinya? Lalu, apa hubungannya denganku?" Tanyaku. Sebenarnya masih banyak pertanyaan di otakku. Entah aku yang terlalu bodoh atau Harry yang tidak jelas memberikan informasinya.
Harry menatapku tajam, menggelengkan kepalanya seolah lelah berbicara denganku, "Kau masih tidak mengerti juga, ya?"
Aku menggeleng. Mencoba mengerti apa maksudnya. Dan, oh, aku mengerti. Aku membelalakan mataku. Tapi, apakah benar..? Ya tuhan, aku membungkam mulutku, mataku berkaca2.
"Maaf.."
"Kau tega, Harry." Suaraku berubah menjadi pelan. Suara hujan yang tadinya hanya rintikan air berubah menjadi deras, membuatku semakin ingin menangis. Aku masih tidak percaya semua ini, "Aku tidak mencintai Bryan, Harry. Aku mencintaimu." Aku mengertak
"Aku sudah berusaha untuk memenangkannya, Mads. Aku yakin bahwa aku bisa mengalahkannya, tapi ia lebih hebat dariku. Bryan begitu bersemangat untuk mendapatkanmu. Maafkan aku. Aku payah. Aku bajingan yang mempertaruhkan seorang gadis yang kucintai hanya dengan balapan motor. Bryan... aku tahu ia mencintaimu. Dan ia tidak akan menyakitimu, Mads." Harry menggengam tanganku yang dingin. Air mata keluar dari pelupuk mataku. Astaga.. "Aku mencintaimu."
Gumamnya dengan penuh keseriusan. Aku masih menggeleng tidak percaya, "Kau tidak mencintaiku, Harry. Kau waktu itu bilang bahwa kau tidak mencintaiku." Ujarku dengan nafas yang terisak. Harry menghapus air mata yang membasahi pipiku dengan tangannya, ia tersenyum. Astaga...
"Jadi kau percaya bahwa aku tidak mencintaimu, hm?" Selanya. Aku menggeleng.
"Kau bisa saja tidak mencintaiku, Harry."
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Couple // h.s
FanfictionHarry dituntut untuk segera memiliki pasangan diusianya yang ke 21. Tapi Harry menolak karena belum dapat melupakan mantan kekasihnya. Akankah ia menyewa seorang gadis untuk ia jadikan 'pacar palsu'? lalu bagaimana ketika perasaan mereka berubah sek...