Chapter 22

2.2K 236 22
                                    

A/N : disarankan jangan membaca ini saat puasa. Pas udah buka yaudah gpp:) hehe

*********

Bryan dan Maddy berjalan menuju parkiran kampus, mereka berdua lalu masuk kedalam mobil. Bryan langsung menaruh handphone nya--yang sedari tadi ia pegang--di dashboard.

TUUTT TUTTT

Handphone milik Bryan berdering, namun sebelum ia sempat mengangkat, Maddy melihatnya terlebih dahulu.

"Gemma." ujarnya dengan wajah datar, setelah melihat nama yang muncul di layar handphone.

Bryan tidak mengatakan apapun, ia lalu keluar dari mobil untuk mengangkat telepon. Sepertinya ia memang tidak ingin Maddy mendengar percakapannya dengan Gemma di telepon. Bryan kembali dengan wajah tanpa ekspresi, begitupun Maddy.

"Mads.."

Maddy hanya menolehkan kepalanya sedikit, mulutnya bungkam seakan malas bicara apa2.

"Ayolah, Mads.. jangan marah padaku."

Bryan menggoyang2kan tangan Maddy--dengan raut wajah sedih dan bibir cemberut, membuat wanita manapun pasti jatuh cinta dengan wajahnya yang cute. Siapa sangka, bajingan sepertinya pun bisa menjadi menggemaskan jika sedang memohon2. Sebetulnya, Maddy tidak tega melakukan ini, tapi kalau ia tidak marah, Bryan tidak akan menuruti permintaannya.

Maddy berdecak, "Bagaimana aku tidak marah, kau tidak memberitahuku apapun tentang kejadian di kantin tadi!"

"Baiklah.. aku akan menceritakannya." Tegasnya. menghela nafas, Bryan melanjutkan perkataannya, dengan Maddy yang sudah menunggunya untuk bicara, "Si brengsek itu menumpahkan kuah ayam ke bajuku."

Maddy mengerjap, kembali berdecak ironi, "Hanya karena itu??"

"Bukan, maksudku.. iya."

Mata Maddy menatap Bryan dalam, seolah mencari celah gelap dalam kilauan matanya. "Kau bohong padaku?" Tanyanya menginterogasi.

"Tentu saja tidak, sayang." Bryan mengelus puncak kepala Maddy, namun gadis itu spontan menolaknya, melihat wajah Maddy yang kusut dan datar membuat sebuah pertanyaan muncul dikepalanya, "Kau marah padaku?"

"Terserah."

Menghela nafas, Bryan mencoba menenangkan suasana hatinya, menatap Maddy serius, "Okay. Sekarang katakan, apa yang kau mau?"

Maddy menaikkan sebelah alisnya bingung, kemudian terngiang sesuatu di pikirannya, "Aku ingin kau..."

"Hm?"

"Berdamai dengan Harry. Bagaimana? Mudah, kan?" Maddy tersenyum licik, menatap Bryan yang sepertinya tidak suka dengan kemauannya.

"What the fu*k?" Bryan mengerang, menduga jika itu hal yang mustahil. Padahal tidak bagi Maddy, tidak ada sesuatu yang mustahil di dunia ini. batinnya. "Mengapa kau tidak minta aku membelikanmu chocolate? Ice cream? Flower bucket? Or....?"

"Tidak, Bryan.. astaga. Aku hanya ingin kau dan Harry berdamai. Dan, oh, kau harus meminta maaf pada Gemma."

Bryan menggaruk kepalanya seperti orang frustasi. Ia sempat merasa heran pada wanita disebelahnya. Maddy tidak seperti wanita biasanya yang ingin dibelikan bunga atau apapun. Maddy berbeda. Dan itu yang membuat Bryan semakin mencintainya.

"Itu tidak akan mungkin. Harry sudah membenciku. Apalagi Gemma. Ia tidak akan memaafkanku."

"Jangan berkata begitu, Bry. Aku yakin, jika salah satu dari kalian mulai meminta maaf, pasti tidak ada yang tidak mungkin untuk menjalin hubungan pertemanan kembali." Maddy tersenyum, dibalas kekehan oleh Bryan.

Emergency Couple // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang