회신 ⚠️

812 60 14
                                        

Posisi Karina diubah, kini tangan dan kakinya direntangkan dan digantung dalam posisi menyilang, membentuk huruf X. Posisi ini membuat Felice memiliki keleluasaan penuh untuk melakukan apa pun yang ia inginkan pada wanita itu. Jeritan kesakitan Karina sama sekali tidak menggoyahkan ekspresi dingin Felice. Sorot matanya setajam belati, seolah menyampaikan pesan tak terbantahkan kepada Karina, "Kau telah memilih lawan yang salah."

Jisung dan Soodam tetap berada di dalam ruangan, berjaga-jaga untuk mengendalikan emosi Felice jika situasi di luar perkiraan terjadi. Sementara itu, Minho dan Changbin memberikan komando dan memantau dari luar ruangan.

"Aku mohon, ampuni aku... Aku menyesal, sungguh. Aku akan kembali ke Kanada dan tidak akan pernah menginjakkan kaki di sini lagi," ujar Karina dengan suara memelas, air mata terus mengalir di wajahnya yang lebam.

Felice berdecak pelan, menunjukkan ketidakpeduliannya. Ia meludahkan permen karet yang sedang dikunyahnya tepat di wajah Karina, sebuah penghinaan yang disengaja. Dengan gerakan cepat, Felice mengikat rambut panjangnya menjadi seperti ekor kuda yang rapi, lalu mendekati Karina sambil membawa sebuah alat cambuk di tangannya.

"Tidak semudah itu, sayang," bisik Felice dingin, suaranya bagai desisan ular. "Apa kau lupa, kau juga bersalah atas keluarga Jaemin?"

Karina tidak berani menatap wajah Felice, pandangannya terpaku pada alat cambuk di tangan itu, seolah bersiap meskipun ia tahu betul bahwa ia tidak memiliki kekuatan untuk melawan. "Aku mengerti, aku salah. Aku salah besar. Karena itu, aku akan pergi dari sini. Kalian tidak akan pernah melihatku lagi," Karina menangis histeris, mencoba meraih belas kasihan.

"Em, bagaimana ya?" ujar Felice datar sambil memainkan ujung cambuk di tangannya dengan santai. "Masalahnya, meskipun kau mati di tanganku hari ini, trauma Jaemin akan tetap ada seumur hidupnya. Jadi, bagaimana? Apa ada penawaran lain?"

Jisung menelan ludahnya dengan susah payah. Sosok adiknya di hadapannya terasa begitu asing dan menakutkan. "Aku... Entah kenapa aku takut pada Felice," bisik Jisung melalui alat komunikasi di telinganya.

Para Hwang yang menunggu di luar ruangan saling bertukar pandang dengan bingung, merasakan aura gelap yang terpancar dari balik pintu.

Kecuali Hyunjin.

Ia melipat kedua tangannya di dada dan menyeringai tipis, tatapannya penuh antisipasi. "Let's playing, baby," ujarnya pelan, namun suaranya cukup jelas terdengar melalui alat komunikasi, membuat semua orang di luar ruangan menoleh ke arahnya dengan berbagai ekspresi.

"Kau... berencana membunuhnya, Hyunjin?" ujar Minho dengan nada khawatir.

Hyunjin mengerdikkan bahunya acuh tak acuh. "Itu di luar kuasaku. Apa yang bisa kulakukan saat Nyonya Besar berkehendak?" jawabnya dengan nada tengil yang dibuat-buat.

Minho bergidik ngeri mendengar jawaban itu. "Kau tahu, sayang? Hyunjin jauh lebih menakutkan di sini," balas Minho melalui alat di telinganya kepada Jisung. Jisung mengacak-acak rambutnya frustrasi, sementara Soodam berkacak pinggang, keduanya tidak tahu harus berbuat apa.

SSSRRAATTT!!!

"AAKKHHH!!!"

Suara cambukan keras disusul teriakan menyayat hati Karina menembus dinding ruangan. Cambukan pertama itu mengenai punggung Karina tepat sasaran, merobek kain tipis yang ia kenakan dan meninggalkan bekas mengerikan berupa ruam merah yang langsung membengkak, darah mulai merembes dari luka terbuka itu.

"Upsie! Apa itu sakit, Nyonya Lee?" ujar Felice dengan nada mengejek yang dingin. Karina mengangguk lemah, air matanya tak berhenti mengalir karena rasa sakit yang luar biasa. "Cukup... aku mohon... cukup..." lirihnya dengan suara tercekat.

RENEGADES • HYUNLIX GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang