Bau anyir darah bercampur karat memenuhi udara lembab di markas rahasia bawah tanah. Lampu remang-remang menari di atas dinding beton, menyoroti empat sosok terikat yang tergeletak tak berdaya di lantai dingin. Wajah mereka babak belur, mata mereka memancarkan ketakutan yang dalam. Di hadapan mereka, berdiri Shinyu, dengan aura dingin yang mematikan, dan Ahin, yang kini menunjukkan sisi gelap yang jarang terlihat.
"Sudah berapa kali harus kukatakan, brengsek?!" geram Shinyu, suaranya pelan namun menusuk hingga ke tulang. Ia mencengkeram rahang salah satu pria yang mengaku sebagai "putra Hyunjin Hwang" itu, memaksa kepalanya mendongak. "Siapa yang menyuruhmu mencoreng nama keluargaku?"
Pria itu terbatuk, darah merembes dari sudut bibirnya. "Ti... tidak ada! Kami hanya-"
Brak! Sebuah tendangan telak dari Shinyu mendarat di perut pria itu, membuatnya meringis dan menggulung diri. "Aku tidak punya kesabaran untuk omong kosong," desis Shinyu. "Aku tahu kalian hanyalah pion. Aku ingin tahu siapa raja di balik ini semua."
Ahin mendekat, membawa sebuah tablet. "Menurut informasi dari Sullyoon Noona, kalian adalah residu dari 'Geng Naga Merah' yang dulunya berafiliasi dengan Yakuza, tapi mereka dihabisi oleh para ayah bertahun-tahun lalu. Kalian mencoba membangun kembali nama itu dengan meniru Renegades. Cerdik, tapi bodoh." Ahin menginjak tangan pria itu, membuat jeritan tertahan keluar. "Sekarang, siapa yang mendanai kalian? Siapa yang memberi kalian informasi tentang pergerakan Renegades?"
Pria itu gemetar. "Kami... kami tidak tahu nama aslinya! Dia hanya seorang perantara! Dia sering datang dengan pakaian serba hitam, wajahnya selalu tertutup topi dan masker. Dia hanya memberi kami perintah dan uang..."
Shinyu mengangkat tangan, menghentikan Ahin. Ia mengeluarkan sebuah pisau kecil dari sakunya, memainkannya di antara jari-jarinya. Bilah pisau itu memantulkan cahaya redup, menciptakan kilatan mengancam. "Bagaimana dia berkomunikasi dengan kalian? Dimana tempat pertemuan kalian?"
Pria itu menelan ludah. "Telepon sekali pakai... selalu ganti nomor. Pertemuan... di gudang kosong yang berbeda setiap minggunya. Terakhir... dia bilang dia akan mengirimkan 'hadiah' untuk kami di dermaga lama... besok malam..."
Shinyu menyimpan pisau itu, senyum tipis terukir di bibirnya-senyum yang sering dilihat orang-orang ketika Hyunjin muda menemukan strategi baru. "Hadiah?" ia mengulang. "Aku rasa kalian tidak akan sempat mengambilnya."
***
Berita tentang insiden peniruan Renegades dan interogasi Shinyu cepat sampai ke telinga para ayah. Malam itu, ruang rapat utama kembali dipenuhi ketegangan. Bangchan, Minho, Hyunjin, dan Changbin duduk di meja utama, wajah mereka serius. Di sisi lain meja, duduk Shinyu, Ahin, Sullyoon, Jeongin, dan Geonhee. Ini adalah rapat pertama di mana generasi muda terlibat penuh dalam strategi inti.
"Jadi, kalian yakin ada dalang di balik semua ini, dan bukan hanya geng kacangan?" tanya Bangchan, tatapannya beralih dari Shinyu ke Ahin, dan kemudian ke Sullyoon.
"Tepat, Daddy," jawab Sullyoon, memproyeksikan data intelijen yang dia kumpulkan. "Pria itu dan gengnya tidak punya koneksi atau sumber daya untuk bergerak sebesar ini. Seseorang memberi mereka funding dan intelijen tentang modus operasi kita. Mereka juga punya firepower yang jauh di atas geng jalanan biasa."
Minho mengetuk-ngetuk jarinya di meja. "Dan 'hadiah' di dermaga lama... itu kemungkinan besar adalah senjata atau peralatan lain untuk serangan besar berikutnya."
"Mengapa mereka melakukan ini?" tanya Changbin, ekspresinya serius. "Apa untungnya mencoreng nama kita?"
Shinyu menyilangkan tangan. "Ada dua kemungkinan, Appa Bin. Pertama, mereka ingin melihat seberapa besar reaksi kita, mencari kelemahan. Kedua, mereka ingin menciptakan kekacauan sosial dan mengurangi kepercayaan publik pada Renegades. Jika masyarakat mulai ragu, itu bisa menjadi celah bagi mereka untuk bergerak lebih besar."
KAMU SEDANG MEMBACA
RENEGADES • HYUNLIX GS
Fanfiction𝑲𝒆𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒂𝒏 𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕 𝑯𝒘𝒂𝒏𝒈 𝑩𝒆𝒓𝒔𝒂𝒖𝒅𝒂𝒓𝒂 ㅡ𝑴𝒂𝒇𝒊𝒂 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒎 𝒅𝒊 𝑲𝒐𝒓𝒆𝒂 𝑺𝒆𝒍𝒂𝒕𝒂𝒏, 𝒕𝒆𝒓𝒑𝒂𝒌𝒔𝒂 𝒔𝒆𝒅𝒊𝒌𝒊𝒕 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒍𝒂𝒎𝒊 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒏𝒈𝒂...
