2

398 21 0
                                    

Seperti biasa, aku berangkat secara terpisah menuju hotel. Ternyata tinggal bersamanya sama sekali tidak membuat kami melakukan apapun bersama. Bahkan berangkat ke suatu tempat yang sama saja, rasanya ia enggan untuk berbagi mobilnya dengan ku.

Sesampai di hotel , aku masuk ke dalam ruang loker untuk meletakkan barang-barang ku dan mengganti seragam, lalu masuk ke dalam dapur untuk menyiapkan bahan-bahan yang di perlukan bersama para koki untuk kegiatan hari ini seperti yang ku lakukan biasanya.

"Perhatian semuanya !" Semua mata langsung tertuju pada chef yang baru saja masuk ke dalam dapur.

"Besok , kita akan kedatangan tamu dari Inggris. Pemilik hotel memintaku memilih beberapa koki untuk bekerja menyediakan hidangan untuk para tamu." Tidak ada yang senang dengan gagasan itu , yang berarti kehilangan hari libur sebagai hari istirahat.

"Aku sudah memikirkannya tadi. Yang masuk bekerja besok , Sam , Andrew , Ben , Tiana dan..." Ia berhenti sejenak. Kelihatannya ia ragu dengan pilihannya.

"Ku ulang. Sam , Andrew , Ben , Tiana dan satu asisten dapur, Ariana. Aku harap kalian memiliki alasan yang kuat jika kalian ingin menolak."

"Ya chef !" Jawab kami serempak. Rasanya sangat menyedihkan ketika namaku di sebut. Apalagi nama ku adalah nama yang di ragukannya. Ya , setidaknya aku bukan sendiri yang terpilih.

"Nama yang tadi ku sebut , buat susunan menu yang baik untuk acara besok dan berikan padaku waktu istirahat pukul tiga nanti." Suaranya menghilang seiring sosoknya meninggalkan dapur. Sam langsung memanggil yang lainnya untuk berembuk. Kecuali aku. Mungkin karena menurutnya aku hanya asisten dapur, aku tidak perlu ikut campur. Cukup sakit rasanya. Tapi mungkin ini balasan dari apa yang dulu ku lakukan pada orang-orang di sekitarku.

Ketika waktu telah menunjukkan pukul dua belas , semua koki kembali ke bagian nya masing-masing. Tapi kali ini, kelihatannya restoran lebih sepi dari biasanya. Mungkin karena hari ini hari selasa. Sampai-sampai , hanya dua pesanan yang sampai ke dapur. Lebih parahnya lagi , chef pun tidak kembali ke dapur. Entah apa yang di lakukannya tapi ini tidak seperti biasanya.

Jarum pendek berhenti di angka tiga. Ini adalah waktu istirahat. Dan sesuai perkataannya sebelum ia keluar , ia kembali ke dapur tepat pada pukul tiga dan menagih susunan menu yang ia minta untuk di buat.

"Semuanya yang tadi ku sebut namanya, kemari !" Kami langsung menghampirinya, berdiri tepat di depannya.

"Sam , semua sudah tahu apa yang harus disiapkan ?" Sebenarnya aku ingin mengatakan tidak. Tapi kelihatannya akan lebih baik kalau aku diam.

"Sudah chef." Jawab Sam tanpa pengecualian. Sepertinya aku memang di lupakan dalam kelompok ini.

"Siapa yang menyusun menu ini ?" Wajahnya benar-benar datar setelah membaca secarik kertas bertuliskan susunan menu yang tadi di buat oleh Sam dan teman-temannya. Takut kalu chef tidak menyukainya dan marah, mereka saling bertatap satu sama lain. Hanya aku yang diam karena tidak tahu apa-apa.

"Ariana, kau yang buat ini ?" Tatapannya lembut ke arahku. Apa yang terjadi dengan tatapannya.

"Maaf chef. Tapi aku tidak tahu apa-apa soal menu itu." Semua mata tertuju padaku saat itu juga.

"Sam bukankah kau bilang semuanya sudah tahu ?" Kali ini raut wajahnya berubah tak terbaca.

"Ma..maaf chef." Suara Sam bergetar.

"Kalau ku bilang semua, lakukan semua ! Dan kalau ku tanya jawab yang benar. Kenapa dia bisa tidak tahu apa-apa ?" Tegurnya setengah berteriak. Semua koki di dapur mulai menoleh ke arah kami. Sementara kami hanya tertunduk.

"Menu ini sudah bagus. Kalian adalah team. Aku tidak meminta individual. Itu kenapa aku memilih kalian yang memiliki keahlian di bidang yang berbeda. Dan aku juga pilih Ariana untuk membantu kalian. Tolong jangan anggap dia tidak penting." Akhirnya ada orang yang membelaku.

"Dan besok , tidak ada pelayan yang masuk. Itu artinya kalian harus keluar dari dapur dan melayani mereka."

"Pelayan ? Kenapa pelayan gak ikut masuk ?" Tanya Ben sedikit gugup.

"Tidak. Tamu minta dilayani dengan para koki secara langsung."

"Ariana , ini menunya. Kamu tahu apa yang harus kamu siapkan atau kalian bisa beritahu Ariana setelah ini."

"Besok aku akan memasak steak Gindara. Aku minta jangan di apa-apakan. Yang penting sudah tidak dingin."

"Itu saja untuk besok. Silahkan nikmati waktu istirahat kalian." Kata chef membubarkan kami. Aku pun mulai menerima perintah-perintah Sam , Andrew, Ben dan Tiana. Aku langsung mengerjakannya. Karena kalau tidak , bisa-bisa aku pulang lebih malam dari biasanya.

"Oh ya ! Acaranya untuk makan malam. Kalian harus sudah tiba disini pukul lima." Tambah chef.

"Ya chef !" Jawab kami bersusulan.

***

Jam terus berputar. Tidak terasa jam kerja ku sudah habis. Seperti biasa aku harus membereskan semuanya dan pulang paling terakhir dari semua koki ataupun pekerja dapur.

Aku langsung bergegas menuju apartemen 1208 untuk pulang. Kembali aku di sambut dengan suasana yang nyaman yang kembali berubah tegang dalam sekejap dengan sosoknya yang muncul tiba-tiba.

"Kamu baru pulang." Ucap chef sambil berjalan menuju dapur. Ia membuka lemari dimana ia menyimpan beberapa botol anggur.

"Keberatan kalau kau temani aku minum malam ini ?" Kali ini ada apa dengannya. Tidak biasanya ia bersikap begitu. Tanpa menjawab , aku melangkah menuju dapur. Ia memberikanku segelas anggur dan duduk di sebuah kursi tinggi yang ada di depan meja pantry.

Kami hanya duduk diam dan saling bertatapan malam itu. Kelihatannya ia menyimpan sesuatu yang tidak bisa ia tanyakan apalagi ia ungkapkan padaku. Tidak berani bertanya atau pun mengatakan apapun , aku hanya diam dan membantunya menuangkan anggur jika anggur dalam gelasnya sudah kosong.

Sampai satu jam berlalu , ia memintaku untuk berhenti menuangkan anggur pada gelasnya dengan isyarat tangannya. Matanya merah dan kelihatannya ia sudah cukup mabuk. Sampai-sampai ia terhuyung-huyung di kursi tinggi itu. Sampai-sampai...

Brraakkk !!

Untung aku dengan cepat turun dari kursiku dan cepat menangkap  tubuhnya sebelum menyentuh lantai. Namun kursi yang ia duduki telah terjatuh.

Aku memutuskan untuk perlahan memintanya berdiri dan memapahnya menuju kamar. Sangat sulit membawanya dalam keadaan mabuk , di tambah tubuhnya yang juga cukup berat untuk ku.

Dengan susah payah akhirnya kami sampai di kamar dan aku berhasil membaringkannya di atas ranjang. Untung aku hanya meneguk satu gelas. Kalau tidak , tidak tahu lagi apa yang akan terjadi padanya. Ataupun diri ku

Setelah berhasil mengatarnya dan menyelimutinya , aku kembali keluar dari kamar , membersihkan gelas-gelas anggur dan anggur yang masih tersisa di dalam botol.

"Apa yang sebenarnya terjadi padanya hari ini ?" Pertanyaan itu terbesit dalam benakku. Entah mengapa aku mulai mengkhawatirkannya.

Apa yang sebenarnya terjadi...

***

Ps :
terima kasih buat kalian yang udah baca "Being Yours". tolong di vote and comment yaa.. :) thank you.






"Being Yours"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang