9

205 12 0
                                    

Cerahnya sinar matahari membuatku terpaksa membuka mataku.

"Hei !" Sapa sosok nya yang duduk di ujung sofa. Membuat ku tersadar kalau aku bukan tertidur di kamar dan malah tertidur di ruangan lain selain kamar yang ada di apartemen ini.

Senyum nya cerah. Rasanya ada hal yang membuat mood nya bagus pagi ini. Mungkin percakapan semalam.. atau..

"Eugh.. Hi." Jawab ku ragu. Aku lihat sekeliling ku. Perapian yang semalam menyala telah padam , meja yang kemarin penuh dengan mug telah bersih. Gorden berbahan dasar satin telah di buka nya membuat sinar matahari masuk ke dalam apartemen.Chef  tertawa kecil.

"Aku udah siapin sarapan. Makanan kesukaan kamu. Roti yang di balut telur dadar di atas meja."

"Di makan dulu ya.. sebelum dingin" ia tersenyum lalu bangun dari duduknya dan meninggalkan ku dengan langkah nya menuju dapur.

Apa yang terjadi padanya ? Apa semalam terjadi sesuatu ? Aku bahkan sudah lupa dengan apa yang ku bicarakan dengannya. Kami sedikit tertawa dan.. sepertinya hanya itu. Mungkin otak nya tesambar petir saat ia mencariku kemarin.

"Gimana ? Kurang apa ngga ?" Tanya chef duduk di samping ku. Aku menggeleng sambil menikmatinya. Tidak perlu ku jawab. Buatannya sudah pasti lebih enak di banding buatan ku.

"Itu makanan favorit kamu ?" Tanya nya lagi. Aku kembali menggeleng.

"Kalo bukan.. kenapa kamu masak ini terus ?"

"Karena.. dari semua yang bisa aku masak , cuma ini yang menurut ku paling enak." Jawab ku seiring menghabiskan sisa yang ada di mulut ku.

"Emang nya kamu bisa masak apa aja ? Mie instan , telur dadar , roti ini , terus ?" Tanya nya meremeh kan. Ini baru chef yang aku kenal , bantinku. Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan nya. Tawa nya yang terkesan tidak percaya terdengar setelah ia meneguk habis kopi di cangkir nya.

"Cuma itu ?" Ia kembali menatapku dengan senyuman yang terlihat jelas menahan tawa nya , siap untuk mengejek ku. Aku kembali mengangguk menjawab pertanyaan nya yang membuat ku terlihat semakin memalukan. Seperti dugaan ku , tawanya yang mengejek pecah seketika itu juga.

"Maaf. Eum.. gimana kalo di ajarin masak ?" Apa ? Mengajari ku masak ? Apa dia benar-benar kesambar petir kemarin sampai merubah separuh otak nya dan membuat nya jadi seperti ini ?

"Belajar masak ?" Aku memastikan yang baru saja di katakannya. Aku tidak percaya ini.

"Iya. Belajar masak." Senyum tulus yang pernah membuat ku terpesona kembali terlukis di wajah nya seiring ia mengambul cangkir kopi nya dan kembali berjalan ke dapur untuk mencuci nya. Aku tidak dapat menjawab nya. Jantung ku kembali berdebar kencang hanya karena melihat senyum nya. Rasanha bibirku terlalu rapat untuk menjawab nya. Sial. Ini seharus nya terjadi.

"Hmm.. mungkin kamu bisa pikirin dulu. Aku tahu kamu pasti bingung. Lagian kita juga ga deket." Ternyata ia masih chef.. dugaan ku benar. Hanya separuh otak nya.

"Aku tunggu jawaban mu. Tapi jangan bicarakan ini di restoran." Bicara nya lagi. Ia menepuk pundakku lembut dengan senyum nya yang belum pudar. Aku masih membatu.

"Ayo cepet habisin roti nya ! Kita harus ke hotel kan ?" Ucapnya seiring langkah nya menuju kamar dan meninggalkan ku sendirian.

Aku rasa aku menyukainya..

***

Tidak bisa ku bayangkan kalau hari ini akan menjadi hari yang paling melelahkan. Bahkan lebuh melelahkan dari hari kemarin. Dimana aku hujan-hujanan dan sampai di apartemen pukul dua pagi. Acara ulang tahun yang di adakan malam ini berhasil membuat ku kewalahan dan tidak bisa menarik nafas lega sedikit pun. Meskipun hari ini aku tidak bekerja sendiri karena ada nya asisten dapur baru , tapi ja malah menambah beban ku karena harus mengajarinya banyak hal.

Sekarang aku harus berdiri di pinggir jalan , berharap ada takdi yang lewat padahal kaki ku sudah mau patah karena harus mondar-mandir kesana-kemari di dapur. Walaupun ada rekan kerja ternyata bukan berarti aku bisa nebeng dengannya.

"Kamu belom pulang ? Ayo masuk ! " Suara itu berhasil mengalihkan perhatian ku. Bukan hanya suaranya , mobil nya juga. Suaranya familiar. Namun tidak dapat ku lihat wajah nya karena kaca mobil nya hanya terbuka sedikit.

Aku berusaha melihat siapa yang ada di balik kaca mobil itu.

"Ini aku. Ayo masuk sebelum ada yang lihat." Tidak mungkin. Tidak bisa ku percaya chef yang ada dalam mobil itu. Aku tidak menghiraukannya. Aku benar-benar tidak percaya dengan yang ku lihat.

"Jadi kamu gak mau ikut aku pulang ?" Tanya nya. Kali ini ia mematikan mesin mobil lalu keluar dari mobil nya. Ia berhasil mendapatkan perhatian ku.

"Ngga. Aku disini aja nunggu taksi." Aku membuang perlahan pandangan ku dari nya.

"Nunggu taksi ? Kalau kamu gak dapet , kamu mah jalan kaki dan berteduh lagi di supermarket waktu hujan turun kayak kemarin ?" Aku terdiam tidak dapat menjawab pertanyaan nya. Ia memang benar. Karena saat ini sedang musim hujan. Bisa-bisa aku tidak pualg kalai aku tidak dapat taksi dan hujan turun mendadak seperti kemarin. Tapi aku tidak boleh ikut dengannyam aku bisa hancur kalau aku jatuh terlalu dalam karena perasaan ku dengan nya.

"Itu bukan urusan kamu." Hanya kalimat itu yang bisa terpikirkan oleh ku. Aku masih mengalihkan pandangan ku agar tidak melihatnya.

"Kalau gitu , aku bakal ngikutin kamu nunggu disini sampe kamu dapet taksi." Ia berdiri tepat di depan mataku , mengikuti kemana arah bola mata ku pergi. Kurang ajar. Kenapa ia harus melakukan itu ?

"Sebenarnya chef mau apa ?" Aku benar-benar tidak nyaman dengan situasi ini.

"Aku tidak perlu apa-apa. Aku cuma butuh seseorang untuk jadi teman nanti malam. Lagian kamu semalem kan ketiduran." Ujar nya tanpa beban sambil menadahkan wajah nya ke langit.

"Cuma itu ?" Sebenarnya aku suka menemani nha. Tapi kalau hanya duduk dan menatap satu sama lain terus menerus , aku bisa mati bosa karena nya.

"Iya. Cuma itu." Kali ini aku menatapnya. Karena nada bicaranya , ia mengimpan berbagai macam hal untuk di sampaikan yang tidak dapat di ungkapkan nya dan membuatku penasaran.

"Sebenernya kamu kenapa ? Kenapa harus tiap malam dan sampai kapan aku harus terus nemenin kamu ?" Tidak ku sangka pertanyaan itu bisa terlontar begitu saja. Wajah nya berubah kecewa seketika itu juga.

"Ooh. Kamu keberatan." Ucap nya menghela nafas panjang sambil menatapku dengan rasa kecewa yang berusaha di sembunyikannya. Ia berhasil memojokkan ku. Aku tidak tahu harus jawab apalagi sekarang. Aku seharusnya tidak bertanya seperti itu.

"Okay.. kalo gitu aku gak akan minta kamu temenin aku lagi."

"Tapi kamu tetep harus ikut aku sekarang. Aku gak mau liat kamu disini nunggu ga jelas." Nada bicaranya kembali datar seperti biasanha namun wajah nya menggambarkan kemarahan serta kekecewaan yang mendalam. Aku tidak tahan melihat wajah nya. Tanpa bicara lagi aku langsung masuk ke dalam mobil nya yang di susul oleh nya. Dan dalam sekejap , mobil nya telah meluncur ke apartemen.

Setelah ini semua nya akan kembali seperti semula..

***

Ps :
terima kasih buat kalian yang udah baca "Being Yours". Jangan lupa untuk vote and comment yaa.. :) thank you.


"Being Yours"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang