23

151 6 0
                                    

Aku berbaring di sofa. Menatapi jarum jam yang terus berputar menunggu nya pulang. Sudah tiga jam setelah ia pergi. Apakah rapat nya begitu penting ? Atau.. mungkin ia berbohong dan pergi ke tempat lain ?

Ah ! Tidak mungkin. Mungkin memang ia sedang sibuk. Tapi kenapa aku malah jadi memikirkannya ? Ini tidak boleh terjadi. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara menghilangkannya dari otak ku. Rasanya aku membutuhkan nya. Rasanya sepi tanpa diri nya di sini.

Ternyata selama ini aku salah. Dulu aku berpikir apartemen ini akan lebih baik tanpa nya. Tapi setelah mengenalnya lebih dari yang pernah ku bayangkan , ialah unsur kehangatan sebenarnya yang ada dalam apartemen ini.

Di tengah lamunan ku , terdengar suara kecil entah dari mana asalnya. Aku segera bangun dan melihat sekeliling ku. Ku lihat warna lampu di detektor kunci berubah kuning dan tanpa lama-lama , pintu itu terbuka. Sosok yang sejak tadi ku tunggu telah pulang. Namun , keadaanya membuat ku takut.

Wajah nya pucat. Kemeja nya basah kuyup. Apa yang sejak tadi ia lakukan sampai ia begini ?

"Nathan , apa semua nya baik-baik saja ?" Tanya ku bangun dari tiduran ku dan perlahan menghampirinya.

"Iya. Di luar panas banget. Aku ga tahan panas aja." Katanya seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi aku tahu semuanya tidak baik-baik saja seperti kelihatannya. Pasti terjadi sesuatu.

"Okay." Jawab ku menerima jawabannya. Karena aku tidak berani menanyakannya.

"Dia menanyakan kabar mu.. dia minta kamu untuk nemenin dia di kantor." Apa ? Aku sama sekali tidak berminat dengan itu.

"Terus kamu bilang apa ?" Tanya ku berharap ia membelaku.

"Aku bilang.. kamu sedang istirahat. Kamu beruntung aku bantu kamu nutupin kebohongan kamu. Soal kamu bantu aku bikin resep baru."

"Memang nya ia menanyakan soal itu ?" Tanya ku mengikutinya yang berjalan ke dapur mengambil es batu dari kulkas dan memisahkan nya sedikit ke gelas untuk di minumnya dengan air putih.

"Iya. Tadi dia tanya soal itu." Katanya setelah meneguk habis segelas air putih yang baru saja di ambil nya.

"Boleh aku bertanya sesuatu ?" Tanya nya membuat ku takut.

"Ya ?"

"Apakah kamu mencintai ku ?" Pertanyaan macam apa ini ? Apa yang baru saja terjadi padanya sampai membuatnya sebegini frontal sampai membuat ku diam tak bergeming.

"Ariana.. ku tanya skali lagi. apa kamu mencintai ku ?" Tanya nya lagi setelah menghabiskan gelas kedua dari air putih yang baru saja di ambilnya. Aku tetap diam. Aku tidak dapat menjawabnya. Apakah aku akan menjadi perempuan yang sangat brengsek jika aku berkata , aku mencintainya.

"Baiklah. Aku mengerti." Bisiknnya tersenyum tipis. Ia meletakkan gelas itu ke dalam sink lalu meninggalkan ku di dapur.

"Aku belum bisa mengakuinya." Kalimat itu keluar begitu saja tanpa bisa aku berpikir lebih panjang lagi.

"Tapi ku mohon jangan pergi. Karena.. aku sudah lama tidak merasakan cinta. Aku takut ini terlalu cepat. Aku takut kalau ini hanya main-main. Aku.. ." Ia menghentikan langkahnya. Ia berbalik ke arah ku. Perlahan ia menghampiri ku. Membuat ku ketakutan setengah hidup. Keras nya detak jantung ku tak tertahankan. Membuat ku gemetar dan menitihkan air mata.

"Ku mohon.. jangan pergi." ucap ku lagi.

Tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya , ia melumat bibirku. Ia melakukan nya dengan penuh emosi dan penuh arti.

"Aku tidak akan pergi sampai aku berhasil membuat mu mengakuinya." Bisik nya di telingaku dengan tangannya yang meraih pinggang ku. Lalu melakukannya lagi. Yang dapat ku lakukan hanya membalasnya. Sepatah katapun tak dapat keluar dari mulut ku. Rasanya tubuhku lemah dalam pelukannya.

"Being Yours"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang