34

126 7 0
                                    

Kami sampai di San Fracisco. Kami turun dari pesawat dan masuk ke dalam bandara. Seperti biasanya kami melewati serangkaian tata cara untuk keluar dari bandara. Tidak lupa kami mengambil Quinn yang juga dari bagasi bersama koper-koper.lalu kami mencari taksi untuk pulang kembali ke apartemen kami.

Baru aku masuk ke dalam taksi, rasanya aku kembali ke rutinitas ku. Walaupun sebenarnya belum. Tapi rasanya aku kembali seperti sebelumnya. Bedanya, Quinn dan Jonathan menemani ku.

Aku mulai memikirkan hal-hal yang seperti biasa ku pikirkan. Walaupun sedikit lebih ringan karena ada mereka di samping ku. Tiba-tiba aku teringat akan handphone ku yang ku matikan sejak penerbangan seminggu yang lalu. Aku segera mencarinya dan menyalakannya.

"Kamu baru nyalain sekarang ?" Tanya nya tidak percaya.

"Iya. Aku baru nyalain sekarang. Emang nya kayak kamu ? Gak bisa hidup tanpa gadget." Jawab ku tertawa kecil.

"Ngga gitu sayang.. gadget aku kan buat kerjaan. Lagian kan kamu ada di samping aku. Jadi ini pasti buat kerjaan." Katanya tertawa kecil.

"Kamu tuh pinter bikin alesan." Aku mencubit pipinya. Sepertinya aku mulai bisa menerima kenyataan kalau ia pergi. Lebih tepatnya aku tadi sudah mulai melupakan kalau ia akan pergi.

"Masa sih ? Ngga ah. Aku kan selalu jujur sama kamu." Katanya.

"Iya.." jawab ku menghela nafas. Perlahan rasanga tubuh ku mulai lemas. Suasana yang hangat di antara kami kembali hancur karena ku. Iya. Karena aku. Mengingat soal ia akan pergi membuat suasana yang telah terbangun kembali hancur begitu saja dan membuat ku mendadak lemas.

"Adaline ? Is everything okay ?" Tanya nya menggenggam tangan ku. Quinn menjilat wajah ku. Membuat ku tertawa kecil.

"Iya. Aku..baik-baik aja." Jawab ku berusaha tersenyum dan memalingkan wajah ku darinya.

Handphone ku berdering. Tidak lain dan tidak bukan , pasti dia yang menelfon ku. Siapa lagi kalau bukan Nicholas Belveron Jeoffrey.

"Hi babe ! Kamu kemana aja ? Aku dari kemarin nelfon kamu. Tapi handphone kamu gak aktif." Cerocosnya ketika aku mengangkat telfon.

"Hi ! Sorry. Aku matiin handphone aku. Karena terakhir kan low batt. Aku lupa charge lagi sampe tadi pas mau pulang baru inget buat charge lagi." Karang ku cepat. Tidak ada waktu untuk mengarang yang lebih indah dari itu.

"Oohh gitu. Oh ya babe ! Kamu besok jadi ikut aku kan ke Guang Zhou ?" Tanya nya. Dari nada suaranya bisa ke perkirakan ia sangat antusias untuk pergi dengan ku.

Aku melihat wajah Jonathan yang juga menatap ku sedari tadi. Ia hanya mengangguk tersenyum. Melihat wajahnya, rasanya aku melihat rasa bersalah dan berdosa. Hati ku berkata, Aku tidak bisa melakukannya. Tapi logika ku berkata , mau tidak mau aku harus melakukannya. Demi keluarga ku.

"Ariana ? Kamu masih disana ?" Tanya nya menyadarkan ku dari lamunan yang beberapa saat menguasaiku.

"Eugh.. iya. Sorry. Iya , besok aku ikut kamu." Jawab ku cepat.

"Kalo gitu , gimana kalo malam ini kamu nginep di rumah aku ? Supaya besok kita bisa berangkat bareng." Apa ? Nginep di rumahnya ? Sial. Kira-kira apa alasan ku untuk menolaknya ? Atau.. aku kali ini harus menerimanya ?

"Eum..itu.. eum.."

"Apanya yang itu ?Itu kenapa ?" Tanya nya bingung.

"Nginep ya.. siapa yang anter aku ke rumah kamu ? Aku bahkan udah lupa rumah kamu dimana." Jawab ku tidak tahu bagaimana cara menolaknya. Lebih tepatnya aku tidak tahu harus menjawab apa.

"Being Yours"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang