Dua Sembilan

471 22 4
                                    

"Bintang!" teriak Martin.

"Martin?"

"Maaf!" kata Martin singkat. Membanting pintu dan langsung pergi.

Spontan Bintang ikut mengejar Martin. Berlari menyusulnya. Kemarahan Martin dengan cepat membawanya pergi. Langit senja bahkan sudah siap menyambutnya.

"Martin!" teriaknya mencoba memanggil Martin. Martin sama sekali tidak berbalik.

Bersikeras berlari menyusul Martin. Menahan lengannya dan membuatnya menghentikan langkahnya.

Jujur saja, Bintang tidak pernah melihat Martin semarah ini. Untuk memulai menjelaskan saja, Bintang sangat ketakutan.

"Aku mohon jangan marah dulu"

Martin bungkam. Hanya matanya yang menatapnya tajam.

"Aku sama Dimas tidak ada maksud untuk..."

"Ciuman?" potong Martin menskak Bintang.

"Tolong jangan salah paham dulu"

"Salah paham kau bilang? Melihatmu tidak menolak diciumnya itu kau bilang bukan apa apa? Its not funny!"

"Ini semua tidak lucu karena kau terlalu menganggapnya serius!"

"Dan sekarang kau bilang ini bercandaan?"

***

Ingin sekali rasanya Dimas ikut menyusul Bintang dan Martin. Bagaimanapun juga mereka bertengkar juga karenanya.

Tapi sepertinya mereka butuh waktu berdua untuk menjelaskan kesalahpahaman ini. Meski khawatir, Dimas harus bisa mengontrol dirinya sendiri.

***

"Martin plis berhenti!" teriak Bintang yang masih saja mengejar Martin. Martin sangat nekad berjalan kaki dari rumah Bintang ke rumahnya.

Senja indah sudah berganti malam mendung. Beberapan kali terlihat sekelibat kilat diujung langit.

Dan benar saja. Sedikit demi sedikit awan hitam mulai mengeluarkan tangisnya menyamai Bintang.

Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya kepada Martin. Badannya juga mulai basah kuyup. Tapi Martin sepertinya tidak memperdulikannya.

"Martin!"

Bintang mempercepat langkahnya ketika Martin semakin lama semakin jauh darinya. Karena tidak memperhatikan jalan, kakinya tidak sengaja tersandung batu besar di depannya.

Jatuh tersungkur dan menahan dirinya untuk bangun. Rasa sakit ini tidak ada apa apa daripada melihat Martin berjalan menjauh darinya.

Martin berbalik dan melihat Bintang duduk di bawah sambil menundukkan kepala. Menghampiri Bintang dan membantunya berdiri.

Bintang menangis dihadapannya. Air matanya menyatu dengan air hujan. Tidak tega rasanya. Tapi hatinya sangat sakit setelah melihatnya berciuman dengan Dimas.

"Kau mau apa? Kenapa masih mengikutiku?" tanyanya tertahan.

"Martin..." ucap Bintang sambil terus menangis.

"Sudah! Sekarang pulanglah. Ganti pakaianmu, jangan sampai kau sakit" Meski disaat seperti ini pun Martin masih bisa perhatian dengan Bintang. "Anggap kita tidak pernah ada, Bintang"

Deg!

Bintang mendongakkan kepalanya ke Martin. Melihat matanya dalam dalam. Berharap apa yang baru saja dikatakan Martin itu tidak benar.

"Martin, kau ini sedang marah. Kau tidak boleh mengatakan apapun saat marah"

"Aku mohoh Bintang. jangan kejar aku. Mungkin ini saatnya buat kita mulai dari awal. Kita saling jalan sendiri. Dan sekarang, tidak ada lagi kita. Yang ada hanya aku dan kau" balasnya.

Back To StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang