Part 20

4K 294 2
                                    


"Bagimana jika besok aku menunggu-mu di taman dekat rumahmu? Kita pergi bersama," tawar lelaki yang usianya terpaut berbeda denganku. Ucapannya membuat kuterkejut, bahkan seharusnya Jimin yang ada di posisinya saat ini.

"Hmm, baiklah. Tapi, bagaimana dengan Jim--" ucapan kuterputus dan nampaknya Jungkook berusaha menangani hal itu, "Aku bisa menanganinya, lagi pula kita hanya berteman, bukan?" tukas si maknae dari Bangtan Boys itu. Aku pun hanya membalas ucapannya dengan anggukan dan sedikit senyuman. Kupikir-pikir ini hal yang sangat sulit, bahkan Jimin dan Jungkook berteman bahkan sudah seperti keluarga. Kuyakini, ini hanyalah sebuah hubungan pertemanan, lagipula Jimin pun sedang asik dengan wanita lain.

Seketika Jungkook pergi meninggalkan kudengn senyuman manisnya. Omo! Ada apa denganku? Mengapa bisa-bisanya lelaki itu menarik perhatianku. Ah tidak-tidak, ini hanya tawaran untuk me time bersama. Dan aku terus memandang langkah kakinya dengan wajah yang mengandung banyak tanya. Tiba-tiba Jimin menghampiriku.

"Yeobo, tamu-mu sudah datang. Ayo, kita sambut mereka," ujar Jimin seraya mengulurkan tangannya untukku, "Tidak, aku ingin pulang. Berikan aku kunci mobilnya, kau bisa menumpang pada temanmu," ucap kuketus dengan tatapan malasku.

"Mwo? Ada apa denganmu?" ucap Jimin terkejut seraya memberikan kunci mobil padaku, "Aku baik-baik saja. Kutunggu kau di rumah,"ucapku pada Jimin seraya sekilas mencium bibirnya.

Aku tak peduli para tamu menatapku dengan tatapan 'aneh' dan seolah-olah mereka bertanya-tanya 'mengapa yang bertambah umur pergi begitu saja?'. Huh, aku sudah hampir frustasi mengenai hal ini. Berkali-kali aku dan Jimin terikat janji untuk menjaga jarak terhadap lawan jenis, tetapi akal busuknya tetap saja berkata sebaliknya.

Jika hanya aku saja yang tidak mengingkari janji apa itu yang dinamakan adil dalam sebuah perjanjian? Jika sudah janji ya tetap janji. Jika ia setia dan selalu mengingat kata-kataku, pasti dia akan menghindari setiap perilaku yang tak baik di hadapanku dan di hadapan orang lain. Kukira Jimin memerlukan banyak istirahat, atau kali ini ia perlu mengemasi barang-barangnya lalu tinggal di dorm lagi. Namun, aku tidak sejahat itu. Ia tetap suamiku, ia prioritasku, sejahat-jahatnya suami akan lebih baik jika istri meredakan setiap amarah sang suami. Huh, tetapi apa aku akan bertahan hidup jika terus-terusan seperti ini? Semakin banyak aku merenungkan bebanku, semakin bertambah pula rasa beratnya.

Lelaki itu tak pernah berubah, ia sangat susah jika diberi tahu. Apa gunanya Tuhan memberikan telinga untuknya, jika perkataan istri sendiri saja ia tak pernah mendengar dan menyimak secara saksama. Apa teman di dorm-nya tidak lelah menangani sifat Jimin yang selalu seperti itu bertahun-tahun? Kurasa mereka tenang kali ini karena Jimin lebih banyak waktu di rumah bersamaku dan HyeBi dibanding latihan dan menginap di dorm. Dia sudah 21 tahun dan ia belum bisa menjalankan-wajib militer. Kurasa ia harus cepat-cepat mengikuti wajib militer, tetapi jika ditinggal kurang lebih selama 2 tahun, apa aku akan kuat? Ah, kuyakin sekesal-kesalnya aku pada suamiku, aku akan tetap merindukannya. Bagaimana pun juga dia seorang kepala rumah tangga, dia yang memimpin walaupun terkadang aku merasa seperti seorang ayah di keluarga ini, dan lebih tepatnya Jimin seperti seorang ibu.
Rasanya terlalu banyak pertanyaan yang timbul di benakku hingga aku pun tak kuasa menjawabnya, kali ini aku memang ditakdirkan untuk banyak bersabar apalagi bersabar menghadapi seorang suami yang terkadang matanya memiliki keanehan yaitu di matanya terdapat sensor yang bisa menarik seorang wanita di dekatnya. Ia pun bisa melirik ke arah manapun yang ia mau, terlebih lagi jika melirik wanita.

"Ne, Sunbae-nim, ada apa?"

"Oh, Kyle-ssi, apa ada Jimin di situ? Tolong sampaikan padanya malam ini kita harus latihan, karena ada undangan mendadak. Kutunggu di dorm," ucap PD dari Bangtan Boys yang membuat mobilku mengerem mendadak. Untung tidak ada mobil di belakangku, jika ada bisa mati aku di sini.

"Ah, PD-nim baiklah. Akan kusampaikan padanya. Kamsahamnida," ucapku padanya lalu segera mematikan ponsel-ku.

Ada apa dengan seorang Manager? Tidak becus! Mana mungkin di waktu bahagiaku ia menyuruh Jimin berlatih untuk acara mendadak? Memang aku sedang kesal pada Jimin, tetapi mana tega jika aku harus melihat suamiku yang sekarang sedang mengurus tamu, lalu nanti disusul untuk ke dorm.
Akan lebih baik jika aku membantunya, walaupun dalam hati kecil kuini masih sakit hati padanya.

"Ne, ada apa sayang?" ucap Jimin dari seberang sana.

"Annie, kau disuruh latihan hari ini, ada acara mendadak. Kuharap kau segera menutup pestanya, aku akan menyiapkan baju ganti untukmu. Kau harus ke dorm sekarang, nanti aku menyusul," ucapku panjang lebar padanya, kuharap dia mengerti maksudku.

"Ne, baiklah. Aku akan ke dorm sekarang, terima kasih sayang,"

"Ya"

Singkat. Sangat singkat.
Lagi pula untuk apa aku memanjangkan percakapan di telepon dengannya jika kita serumah dan pasti kita tetap berkomunikasi. Huh menyebalkan, lain kali aku bisa menuntut PD-nim jika ia terus-terusan seperti ini, aku harus memutar arah mobilku. Di sore hari seperti ini tidak menutup kemungkinan Seoul akan penuh dengan mobil, macet dan aku harus balik arah menuju rumahku lalu membalikkannya lagi menuju dorm. Astaga Tuhan. Huh.

Aku pun segera mengambil tas lalu memasukkan pakaian ganti untuk Jimin dengan menggunakan kecepatan tanganku. Dan aku pun membawakannya makanan berat dan makanan ringan, karena kuyakin latihan kali ini akan berjalan sangat lama dan memperketat waktu. Untuk mempercepat aku oun segera mengunci rumah, lalu..

"Jungkook-ah, untuk apa kau kemari?" ucapku terkejut melihat seseorang yang muncul tiba-tiba.

"Annie. Kau akan menemani Jimin hyung, di dorm sekarang? Baiklah," ucap Jungkook lalu pergi meninggalkan ku dan terlihat mobilnya berjalan meninggalkan area perumahan ini.

Ada apa dengan lelaki itu? Apa memang semua member Bangtan Boys seperti ini? Seperti ada pressure di dalamnya. Ntah mengapa aku makin pusing melihat kelakuan mereka yang selalu saja bertingkah konyol di hadapanku. Mungkin mereka sedang berada di tahap gangguan jiwa, namun kurasa itu tidak mungkin mana bisa rumah sakit jiwa membiarkan para lelaki tampan menempati tempat itu? Apa lagi para fans yang akan menangis tersedu-sedu melihat bias nya digossipi masuk rumah sakit jiwa. Asataga Tuhan untuk apa aku memikirkan hal yang melenceng dati kegiatan kukali ini. Lebih baik aku segera menuju dorm, barangkali Jimin sudah menungguku di sana. Apalagi ia masih menggunakan kemaja dan tuxedo, itu pasti risih baginya.


Fake Marriage Jimin - pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang