Part 23 - [Maybe] the end

3.5K 287 19
                                    


Kyle Hwan : "Suatu saat, kau akan merasakan seperti apa rasanya kehilangan yang amat sangat mendalam. Suatu saat, kau bisa menunggu kejadian yang akan membelenggu dirimu"

----

Baru saja aku membuka pintu rumah, lalu mendapati kejadian sedikit mengharukan dan terlihat sangat mendramatisir. Lelaki tampan yang tengah duduk menelungkup itu sedang menangis, berusaha memapah dirinya agar tak jatuh melemas dalam tangisannya.

"Jimin-ah...! M-mmengapa kau menangis?" gumamku seolah tanda tanya besar tepat di benakku.

Dan, tak ada jawaban sedikit pun dari mulut manisnya itu. Ia sedang terpaku kaku dalam tangisan yang kulihat sedikit tak berguna.
Aku pun mencoba duduk di sampingnya dan merangkul, lalu menghadapkan kepalanya di bahuku seolah ingin menenangkan lelaki yang sedari tadi tak bosan beradu argumen dengan wanita sepertiku ini.

Lelaki ini memelukku! Erat! Sangat erat! Aku merasakan air mata yang turun mengenai tanganku yang berusaha merangkul bahunya itu. Seperti.. Air mata kesedihan yang kelak akan ia hadapi.

"Ada apa denganmu, Jimin-ah?" tuturku lagi seraya mengelus rambut lelaki keras kepala ini.

Bahkan ia terus mendekap badanku, kepalanya tetap menempel di bahuku. Hatinya bahkan terasa sedikit luluh saat aku mencoba meletakkan kepalanya di bahu kosong ini.

"Jangan terus membungkam seperti ini, ayo, ceritakan padaku," ucapku lembut pada Jimin.

"J-jjeongmal.. B-bbogo.. Shipo..,"

Hanya itu yang bisa kudengar dari setiap rintihannya, tak kuasa aku terpaku dan tertegun mendengar perkataan hangatnya itu. Iya terus terisak dalam tangisnya saat mengucapkan kata yang menurutku mengandung banyak arti.

"Naddo.. Bogoshipoyo..,"

"Kyle-ah! Maafkan aku! Maafkan aku! Mianhae, aku yang telah membiarkanmu mati dalam diam saat itu. Begitu banyak salahku padamu, Kyle-ah. Kumohon.. Jangan tinggalkan aku.. J-jjangan.. Begitu banyak tutur yang membuatmu sakit hati, aku merada bersalah.. Sungguh..," tutur Jimin seolah menyirnakan amarah yanh ia luapkan padaku semalam.
Perkataannya terhenti oleh bulir air mata yang mengalir deras dan terdengar seolah jeritan yang menyesakkan dadanya. Lelaki itu terus mendekapku dengan erat, aku hanya terbuai dalam diam yang entah mengapa membuatku turut menitihkan air mata yang rasanya sudah mendesak panas di mataku. Bagaikan gumpalan kaca yang terkena sinar matahari begitu lama, lalu ia 'pecah' dan menorehkan luka bagi pemiliknya.
"Kau.. Tak boleh pergi, Kyle-ah.. Kau harus tetap di sini, bersamaku.. Sampai kapanpun waktu yang kita mau.. Kau janjikan, tak akan meninggalkanku? Kumohon Kyle-ah bertahanlah lebih lama bersamaku... Aku.. Aku mengakui bahwa.. Aku tak bisa jika tidak bersamamu.. Hua.. Menyakitkan.. Jika kau pergi begitu saja tanpa memperdulikanku.. Izinkan kau tetap tinggal.. Di sini.. Bersamaku.. Ku mohon..," gumam Jimin yang tak sengaja membuat air mataku turun semakin deras. Ia bahkan merasa aku akan meninggalkannya, padahal kehidupan di dunia ini tidak ada manusia yang mengetahuinya.

"Jimin-ah.. Yeobo.. Aku memaafkanmu, sayang. Sungguh, aku memaafkanmu. Kau suamiku, bagaimana bisa aku mengacuhkanmu. Hey, aku di sini dan tak akan pernah pergi meninggalkanmu. Haha.. Kau ini, cepat sekali ya berubahnya. Kemarin kau marah sekali padaku, tetapi tak apa kau suamiku. Kau memarahiku.. Karena hal yang sangat wajar bukan? Jika seseoranh sakit, tetap saja yang menentukan umurnya bukanlah kau, ahli bedah, ataupun dokter yang lainnya melainkan Tuhan. Hiks.. Hiks.. Kau lihat kan, aku tampak baik-baik saja.. Ini.. Yang kau maukan? Aku sehat kembali..," gumamku seraya terus menahan air mata yang membendung di ubun-ubun kepalaku. Rasanya, aku akan mati secepat ini. Aku memelankan suara tangisanku, karena tak mau melihat orang yang sangat kusayangi mengetahui kesedihan yang dirasakan juga.

Kyle.. Tahan.. Jangan menangis di depan suamimu, biarkan ia yang menangisi dirimu. Kuyakinkan kau akan tetap bersamanya walaupun berbeda dunia. Ini lah takdir, tak bisa dipaksakan dan tak bisa dirubah keberadaannya.

"Kau, super hero-ku yang selalu melindungiku.. Kumohon hentikan tangisanmu, aku berjanji akan tetap di samping kau Jimin-ah. Jangan takut, kau tak sendiri. Aku dan yang lainnya akan mendampingimu sampai kapanpun.. Ini.. Bukanlah yang terakhir kali kita berbicara.. Ini merupakan awal dari cobaan yang telah kita lalui bersama.. Kuyakin, kau pasti kuat menghadapi kenyataanya entah ada aku di sisimu atau pun tidak.. Ayo, appa.. Sudahi kesedihanmu yaa, Eomma sehat dan kau tak perlu khawatir...," ucapku seolah menenangkan keadaan ini, padahal akupun tak bisa menahan dan mengontrol diriku sendiri. Tetapi aku terus meyakinkan Jimin karena aku tak mungkin terus berada di sisinya, suatu saat aku akan pergi meninggalkannya entah cepat ataupun lambat.

"Jeongmal.. Saranghae.. Jeongmal.. Bogoshipo..yo... Kyle-ah..," gumam Jimin seraya bangun dan memelukku dengan erat lalu menatap dan mengelus pipiku, matanya tak bisa berbohong sama sekali tidak di situlah letak kesedihan yang ia hadapi saat ini. Berat, memang sangat berat jika ia menunggu waktu bahkan tak seharusnya ia mengetahui bagaimana keadaan istrinya saat ini.

"Nado.. Bogoshipo...yo.. Saranghae.. Jimin-ah..," gumam ku perlahan lalu meraih badan besarnya itu agar terus memelukku dan membiarkanku hanyut dalam ketenangan. Aku tak kuasa menahan kepedihan ini, wajah Jimin perlahan mendekat dengan air mata yang masih mengalir deras. Bibir ranum dan memerah itu kini menyatu, memejamkan mata dan hanyut bahkan terisolasi dalam kedamaian yang amat sangat terasa di saat seperti ini. Kesedihan perlahan hilang bak ombak yang sedari tadi ingin menerjang pohon di sekitarnya namun terhalang oleh keabadian sesosok makhluk hidup.

Ini lah cinta.. Jika kau mencintainya, kau pun harus siap menerima kekurangan dan kelebihannya. Kau pun harus siap menerjang yang namanya kepergian dan kesedihan yang terkadang berlangsung tanpa permisi.


Fake Marriage Jimin - pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang