13.

42 0 0
                                    

Aku dan Petty duduk di meja kantin, wajah cemas tak dapat aku sembunyikan lagi.

"Lo nggak apa-apa, Lan?" tanya Petty

Aku menggeleng, "Menurut lo Zaki bakalan marah nggak ya sama gue?"

Petty berdehem, dia tampak berfikir, "Nggak tau deh, lagian kenapa nggak lo terima aja sih?"

Aku berdecak sebal, Petty, kenapa dia belum paham juga sih, aku kan sudah menjelaskan padanya berkali-kali. Aku hanya menganggak Zaki s.a.h.a.b.a.t. Ok?

"Pett, gue kan udah bilang, gue cuman anggap dia sahabat gue aja."

Petty berdehem, "Iyasih," katanya sambil memutar bola mata. "Tapi, kalau lo tolak terus dia marah, sama aja dong lo kehilangan sahabat?"

Aku memutar bola mataku, omongan Petty ada benarnya juga, kalau Zaki nggak mau bersahabat sama aku lagi gimana ya? Uh, pasti aku akan ngerasa kehilangan banget kalau sampai kehilangan sahabat sebaik dia.

"Iya juga ya, gimana dong?" kataku bingung.

Petty mengangkat bahunya.

"Ah, yaudahlah, udah terlambat juga kalau mau dirubah. Lagian ya, sampai kapanpun gue bakalan anggep Zaki sahabat gue, ya, walaupun Zaki udah nggak nganggap gue lagi."

Petty mengangguk mengerti.

"Eh, Pett, tapi ada yang bikin gue cemas." kataku kembali ke mimik wajah cemas.

"Apa?" tanya Petty, kali ini obrolan kita serius.

"Tadi, sebelum gue narik lo keluar kelas, si Rossa ngebisikkin gue sesuatu!" kataku agak pelan dan lebih mendekat ke Petty.

"Dia ngomong apa sama lo?" tanya Petty penasaran.

"Katanya, gue nggak bakalan tenang sekolah disini, gara-gara gue udah nolak Zaki, kakaknya!" kataku pelan, hampir tidak terdengar.

"Wait, whaaaat?" Petty terbelalak.

Aku langsung menaruh telunjuk didepan bibirku, kode agar Petty diam.

"Jadi dia ngancam lo?" katanya pelan.

Aku memutar bola mataku, "Maybe..like that."

"Wah, nih anak keterlaluan banget, emangnya dia pikir dia siapa?" kata Petty dengan tidak santai.

Aku menatap Petty malas, "Dia kana anak pemilik yayasan sekolah kita, Petty!"

Petty menutup mulutnya dengan kedua tangannya, "Oh iya, gue lupa." katanya sambil tertawa kecil, dasar Petty stupid.

"Jadi menurut lo dia bakal ngelakuin apa ya sama gue?" tanyaku langsung to the point.

Petty berdehem sambil memutar bola matanya keatas, jarinya mengetuk-ketuk dagu, aku masih menunggu jawabannya dengan serius. Hm, Petty, lama sekali berfikirnya.

"Nggak tahu." kata Petty setelah sekian lama berfikir.

Aku menghela nafas dan menatap Petty sambil manyun. "Sok mikir tapi nggak tahu, hm, dasar dodol!"

Petty nyengir kuda sambil garuk-garuk kepala, kalau bukan sahabatku, mungkin dia sudah aku makan. Arght, hehe, nggak deng, emangnya aku sumanto.

"Tapi lo tenang aja, apapun yang dia lakuin, gue selalu dibelakang lo." kata Petty

Aku mengerutkan dahi, "Ngapain lo dibelakang gue? Kayak temen jaman sekarang aja lo sukanya ngomongin dibelakang."

Petty menepuk jidatnya, "Bukan gitu, Olan." katanya geram. "Maksud gue itu gue dibelakang lo buat jagain lo."

Aku membulatkan mulutku sambil mengangguk-angguk. "Tapi kalau lo mau jagain gue itu harusnya didepan lah, masa dibelakang?"

Petty terlihat berfikir, "Iya juga ya," katanya sambil garuk-garuk kepala. "Tapi kan kalau lo pinsan gue bisa nangkep lo kalau dibelakang, kalau gue didepan nggak kelihatan dong kalau lo pinsan." sambungnya, wait, kenapa jadi ngeributin ini sih? Nggak penting banget sumpah.

"Ok, whatever. Tapi, Pett, perasaan gue nggak enak deh."

"Nggak enak kenapa? Kurang garam? Atau keasinan?" canda Petty,

Aku mendengus, "Bukan nggak enak begitu Petty, ya, nggak enak aja, kayaknya bakalan ada hal buruk deh habis ini."

"Ah, lo kalau ngomong suka ngasal, hal buruk gimana sih maksud lo?"

Aku berdehem, berfikir, hal buruk apa ya? Aku juga nggak tahu apa yang akan terjadi, tetapi sedari pagi tadi perasaanku menjadi tidak enak, tepatnya pada saat Rossa mengancamku, ya, aku takut dia melakukan hal aneh padaku, Rossa tidak pernah main-main dengan ucapannya.

"Gue juga nggak tahu, tapi, gue takut aja."

Petty merangkulku, "Udah lo nggak usah banyak fikiran deh, tenang aja, lo pasti stress deh."

"Kok lo malah ngatain gue stress sih?" kataku geram.

Petty menjitak kepalaku, "Bukan setress dalam artian itu dodol, maksudnya tuh lo terlalu banyak fikiran."

"Oh." aku mengangguk-angguk mengerti, lalu menjitak Petty.

Petty meng-aduh sambil memegangi kepalanya, "Kok lo ngejitak gue sih?"

"Satu sama." aku nyengir kuda.

Petty manyun. "Yaudah, kita mendingan masuk kelas yuk? Lima menit lagi bel nih."

Aku melirik jam tanganku, ya benar, lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.

"Ok, go!" kataku menarik Petty dan berlarian masuk ke kelas.

Aku dan Petty memasuki kelas sambil tertawa-tawa. Tapi, tawa-ku terhenti ketika mendapatkan tatapan mematikan dari Rossa, aku hanya dapat menelan ludah saja. Lalu aku memalingkan wajahku, aku dan Petty pun duduk di kursi kami masing-masing.

Aku menoleh kebelakang untuk melihat Zaki, terlihat wajahnya yang kusut, apa ini gara-gara aku? Hm, aku menjadi semakin bersalah saja.

"Ki, lo...nggak apa-apa kan?" tanyaku dengan takut-takut.

Zaki menatapku sambil tersenyum tipis "Don't worry, i am fine."

Aku menelan ludahku, dari nada bicaranya, dia terdengar tidak baik-baik saja. Akupun hanya mengangguk ragu, "Lo nggak marah kan sama gue?"

Aku hanya mendapat balasan gelengan kepala dari Zaki, akupun tersenyum tipis.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang