25.

57 0 0
                                    

Olan P.O.V

Bell pulang sekolah telah berbunyi. Aku merapihkan alat-alat tulisku yang masih tergeletak di meja.

"Lan, lo nggak apa-apa kan ke asrama sendiri? Gue udah ada janji sama Doni nih." kata Petty.

"Yaelah, gue udah biasa sendirian kali." jawabku.

Petty cekikikan. "Yaudah, gue duluan ya." pamit Petty lalu ia keluar dari kelas.

Sekarang, hanya ada aku dikelas, duh berasa banget jomblonya.

aku mengaitkan tasku pada bahuku, lalu aku berjalan keluar kelas.

Ketika aku sedang berjalan di koridor sekolah, tiba-tiba aja ada yang menyekap mulutku menggunakan sapu tangan dari belakang, ia menarikku terus sampai memasuki gudang. Aku di dorong duduk di sebuah bangku sekolah yang tidak terurus, ya namanya juga digudang.

Aku terkejut ketika melihat siapa yang menarikku sampai kesini. Itu Vania, dan pengikutnya yang berjumlah empat orang.

Mereka mengikatku. Ada yang mengikat kakiku, ada yang mengikat tanganku, ada yang membungkam mulutku dengan sapu tangan yang tadi digunakan Vania untuk menyekapku.

Mau apa mereka?

"Mmmm.mmmmm." aku hanya bisa itu, tidak ada lagi yang bisa aku ucapkan.

"Apa? Lo ngomong apa adik kelasku sayang..." kata Vania sambil menarik daguku keatas, menghadap wajahnya.

Sungguh, aku tidak bisa bohong, aku benar-benar takut sekarang. Air mataku sudah menggenang dikelopak mataku. "Mmmmmmmmm!" teriakku.

"Ngomong tuh yang benar!" kata Vania sambil menendang bangku yang aku duduki, sayko, udah jelas-jelas mulutku ditutup, gimana aku mau ngomong jelas?

"Gue buka deh." Vania membuka sapu tangan yang ada dimulutku, "Mau ngomong apa lo, hah?" Vania menyolot.

"Lepasin gue! Ngapain lo iket gue kayak gini?" tanyaku sambil mencoba membuka tali yang terikat.

"Lo masih tanya kenapa?" Vania menyinis. "KARENA LO UDAH REBUT DANIEL DARI GUE!" Teriak Vania.

"Gue nggak pernah rebut Daniel dari lo, kak!"

"Terus ngapain lo makan sama Daniel di kantin?!"

Gue diam.

"Gara-gara lo, gue sama Daniel putus!" teriak Vania, ini orang ngomongnya nggak bisa pelan dikit apa.

"Loh? Kok lo nyalahin gue? Gue kenal sama Daniel aja setelah lo sama dia putus!" jawab gue

"IYA! Emang benar. Tapi, gara-gara dia kenal sama lo..." Vania meletakkan telunjuknya di dada gue, "Dia nggak mau balikan sama gue!" Vania mendorongku. Untunglah belakangku tembok, jadi aku tidak terjatuh dengan bangku ini.

"Kenapa lo selalu jadiin gue alasan sih, harusnya lo mikir, Kak Daniel mutusin lo karena salah lo, karena lo...." Vania langsung menutup mulut gue lagi dengan sapu tangan.

"Gausah banyak omong lo! Gue benci sama lo!" Vania menjambak rambutku, aku berteriak. Namun, Vania menjambak rambutku semakin kencang, "Teriak! Nggak akan ada yang dengar lo."

Mataku berkaca-kaca, aku kesakitan, sakittttt! Akhirnya Vania melepaskan tangannya dari rambutku.

"Yang tadi itu pelajaran karena lo ganggu hidup gue, dan yang ini..."

Yang ini? Apa yang mau dia lakuin, aku takut. God, help me, please!!!!

"Pelajaran karena lo udah rebut Daniel dari gue!"

PLAK! Satu tamparan mendarat dipipiku, sangat kencang hingga aku terjedut tembok, dan aku tidak sadarkan diri.

°°°

Daniel P.O.V

Gue berjalan menuju ruang basket, gue mau ngambil jaket gue yang ketinggalan.

"Aaa..." teriak seseorang.

Teriakan siapa tuh? Kayak orang yang kesakitan. Kayaknya dari gudang deh. Gue buru-buru mendekati asal suara. Gudang tepat berada satu meter disamping ruang basket.

Pintunya sedikit terbuka, gue ngintip dari situ, dan gue kaget banget ngeliat si Vania yang lagi ngejambak orang, udah gitu orang yang dijambaknya diiket lagi dibangku, anjir, mantan gue sayko banget, malas gue akuin.

Gue buru-buru ngambil handphone dan mengambil gambar itu. Buat dilaporin ke guru.

Siapa ya cewek itu, kayaknya gue kenal. Gue nyipitin mata gue buat ngeliat lebih jelas, astaga! Itu Olan!

PLAK! Vania menampar Olan dengan kasar sampai ia terjedut tembok lalu pinsan, sayko! Sumpah gue kaget banget, gue baru tahu kalau si Vania kasar begitu.

"Duh, dia pinsan apa mati ya.." ujar Vania risau

"Lo sih keras banget namparnya, kalau dia mati gue nggak mau ikutan, lo aja yang dipenjara." kata salah satu pengikutnya.

"Iya, gue juga nggak ikutan, apa nyokap bokap gue bilang nanti, gue bisa digantung sama mereka." kata yang lain.

"Iya, kalau dia mati gimana, nanti kita digentayangin, terus kita mati ketakutan." ujar yang lainnya.

"Iya, gue nggak mau mati, gue masih mau idupppp!" ujar yang lainnya lagi.

Gue masuk ke gudang tersebut, gue langsung nyamperin Olan yang masih belum sadar. Jujur gue juga takut banget dia mati, astaga, nggak mungkin mati kali.

Gue menatap sinis Vania dan keempat pengikutnya, mereka terlihat kaget ketika ngeliat gue ada disini.

"Keterlaluan kalian!" kata gue dengan nada tinggi.

"D-daniel, k-kok, l-lo bisa disini?" tanya Vania gugup.

"Emang kenapa kalau gue disini? Kalian tuh ya, sayko semua! Eh, lo semua ngapain ngikut-ngikut si Vania? Gue sama Vania putus bukan karena Olan, tapi karena nih cewek kebanggaan lo pada selingkuhin gue!" jelas gue. Keempat pengikut si Vania terlihat terkejut mendengarnya. Sok tahu sih, sampai ngorbanin anak orang begini kan jadinya.

"Gue ingetin ya sama kalian, nggak usah banggain dia lagi, dia tuh cabe-cabean, hobby-nya mainin cowok." ujar gue.

Gue membopong Olan, berat juga nih cewek ya. "Vania, gue bakalan laporin lo ke guru, karena gue udah punya bukti, gue udah foto lo tadi." kata gue sambil senyum licik.

"Hah? Please, please, jangan Daniel!"

Gue mengabaikan Vania, lalu segera membawa Olan ke unit kesehatan sekolah.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang