23.

60 0 0
                                    

Daniel P.O.V

Gue berjalan menyusuri koridor sekolah, ya, ramai sekali siswa-siswi yang sedang bergentayangan disini. Maklum, belum masuk kelas.

Tiba-tiba, seseorang menarik tanganku dari belakang. Gue langsung noleh dan nepis tangan orang itu ketika gue tahu yang narik tangan gue adalah si kampret, alias si Vania.

"Apaan sih lo!" gentak gue

Vania wajahnya sepertinya sangat kesal, "Lo ngapain sama si junior lepek di kantin?"

"Maksud lo junior lepek siapa?"

"Si Olan!" katanya, yaelah junior lepek? Ngakak gue dengarnya, tapi gue harus tetap kelihatan jutek di depan si kampret, udah malas gue ngurusin nih orang.

"Nama orang tuh jangan diganti-ganti!" kataku dengan nyolot.

"Tuh kan. Lo belain dia!" kata Vania sok sok ngambek, ih, emang gue perduli?

Gue hanya diam aja lalu hendak beranjak pergi, namun Vania menarik tangan gue lagi. Kali ini gue tepisnya lebih kasar dari yang sebelumnya. Okay, ini kali pertamanya gue kasar sama cewek. Tapi, emang cewek kayak dia mah pantas sih di kasarin.

"Apa lagi sih?" tanya gue sinis

"Jawab dulu pertanyaan gue!" ujar Vania nggak kalah sinis.

"Pertanyaan lo yang mana? Lo jadi orang banyak tanya sih, kepo." kata gue

"Wajar dong gue kepo, gue kan care sama lo!"

Gue menatap Vania dengan jijik, "Care? Yang ada lo mah ngurusin hidup orang mulu!"

"Lo jawab dulu pertanyaan gue, lo ngapain di kantin sama si adik kelas itu?" tanya Vania seperti orang berteriak, nggak tahu malu, disini kan ramai.

"Makan lah. Namanya juga di kantin." jawab gue santai.

"Gue tahu! Tapi, kenapa harus sama dia? Hah?"

Gue menaikkan sebelah alis gue, "Emang ada masalah buat lo?"

"Ya, jelas lah! Masalah banget! Lo kan pacar gue! Ngapain makan sama cewek lain!" katanya teriak-teriak. Semua mata sekarang tertuju pada gue. Ah, gue begal juga nih cewek.

"EH INGET YA! GUE SAMA LO...UDAH PUTUS! PU.TUS!!!" kata gue sambil menekan setiap suku kata 'putus' yang gue ucapkan.

Semua mata semakin membesar, mereka semua terbelalak. Mereka pasti bertanya-tanya kenapa gue sama Vania putus. Mereka kan nganggapnya gue sama Vania pasangan paling cocok di sekolah ini. Tapi sorry guys, gue nggak mau lagi sama si cewek sayko ini.

Vania menatap sekeliling yang memperhatikan kami semua, ya para orang kepo yang mau tahu kelanjutan perbincangan gue sama Vania. Vania terlihat berkaca-kaca, gue rasa sih dia malu, ya suruh siapa dia teriak-teriak, gue kan jadi emosi dan ikut teriak.

"Lo suka kan sama si Olan itu? Hah?" tanya Vania dengan nada tinggi.

Nggak tahu kenapa hati gue mau banget bilang iya! Padahal gue aja baru kenal sama si Olan, tapi gue suka aja gitu sama dia orangnya apa adanya. Eh, apa tadi gue bilang? Suka? Ah? Nggak deh diralat, ups.

"Kalau iya kenapa?" kata gue nyolot, ups, stupid! Ngomong apa gue barusan? Duh, emosi sih. Mampus deh.

Vania tertawa licik. "Benar kan dugaan gue."

"Kalian putus?" tanya salah satu shipper gue.

"Oh, gara-gara si Olan adik kelas. Yaelah, Vania. Kurang ajar banget tuh adik kelas!" sahut yang lain.

"Jangan putus dong, kalian cocok banget tahu."

"Tahu tuh, udah hajar aja tuh si PHO."

"Iya, bilangnya nggak pernah ganggu, tapi taunya sekarang apa? Nikung dasar!"

"Tau, sok kecantikan banget!"

"Iya, harus di kasih pelajaran tuh!"

"STOP!" Teriak gue, sumpah gue pusing banget ngedengar ocehan-ocehan cewek-cewek alay ini. Padahal mereka nggak ada urusan sama gue, ngapain mereka ikut campur. "Gue ingetin ya! Jangan pernah ada yang berani nyakitin Olan!" ets, apa yang gue omongin tadi? Kenapa gue peduli banget sama tuh cewek. Ah korslet nih otak gue. Ah.

"Tuh kan lo care sama dia!" kata Vania.

"Yaudah sih, mau gue suka sama siapa kek, care sama siapa kek, itu bukan urusan lo lagi. Lo nggak usah ikut campur!"

Gue langsung meninggalkan mereka semua, pusing. Dasar cewek-cewek ribet, ngurusin hidup orang mulu. Hidup-hidup gue, perasaan-perasaan gue, hubungan-hubungan gue, kenapa mereka yang repot.

Gue duduk di bangku gue sambil menopang dagu. Tiba-tiba aja di bayangan gue ada si Olan. Gue langsung bergidik dan mengerjap-ngerjapkan mata gue. Olan pun hilang dari bayangan gue. Gue menopang dagu lagi, dan, Olan lagi? Ngapain sih dia di kepala gue, bukannya masuk kelas, nanti telat lo baru tahu rasa. Gue bergidik lagi, uh. Apa-apaan ini!

Teng, teng, bell masuk berbunyi. Seketika saja kelas penuh dengan manusia.

Ya, pelajaran pertama biologi. Duh, nggak tahu kenapa gue tuh selalu ngantuk di pelajaran ini, padahal pas SMP gue demen banget sama biologi.

Sang wanita setengah baya pun memasuki kelas, ya, itu guru biologi gue.

"Baik, hadir semua hari ini?" tanya guru biologi

"Hadir bu..." sahut anak-anak kelas gue.

"Baiklah, langsung saja kita masuk ke bab tiga ya."

Guru biologi gue ngejelasin sambil nulis di papan tulis, tiba-tiba aja muka si Olan muncul di papan tulis sambil senyum terus dadah-dadah ke gue. Buset, gue shock banget gila.

"Woy, ngapain lo disitu?" kata gue, kenceng banget sumpah. Temen-temen gue pada ngeliatin gue, begitupun guru gue.

"Ada apa, Daniel?" tanya guru biologi.

Gue bergidik sambil memejamkan mata sebentar, setelah gue lihat lagi, nggak ada muka si Olan. Duh halusinasi. "Bu, saya izin ke belakang."

"Baik, jangan lama-lama."

Gue pun keluar kelas untuk cuci muka.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang