18.

68 0 0
                                    

Aku dan Petty sekarang sedang sarapan bersama di kantin.

"Oh iya, Olan, mana janji lo." tagih Petty

"Janji apa?" tanyaku dengan polos, sebenarnya sih aku ingat, aku tahu, pasti yang dimaksud Olan adalah tentang janji cerita. Ya, tapi, tahu sendiri, aku paling suka menjahili Petty.

"Ih, Olan, bisa nggak sih lo sehari aja nggak ngeselin." kata Petty dengan kesal

"Hm, emang kalau gue nggak ngeselin lo mau bayar gue berapa?" tanyaku

Petty berdecak, "Bodo amat ah" kata Petty, sepertinya dia mulai ngambek, yash, aku berhasil menjahili dia.

"Ciye ngambek..." ledekku

Petty sok-sok ngambek sambil buang muka gitu, ih, geli deh, ngode banget minta perhatian nih anak, punya pacar aja masih cari perhatian, gimana jomblo, untung dia nggak pernah jomblo terlalu lama, mungkin dia bisa mati karena kurang perhatian. Wkwk.

"Yadeh gue ceritain nih," kata gue.

Namun, Petty masih saja sok ngambek. Ah minta di cium nih.

"Ah, yaudah, kalau lo nggak mau gue ceritain." kata gue.

Petty langsung nyengir kuda, "Hihi, mau. Lo mah kayak nggak tahu aja gue kalau udah kepo gimana!"

Haha, iya sih, Petty tuh kalau udah kepo lucu. Harus banget dikasih tahu, kalau nggak dikasih tahu pasti sok ngambek, mending ngambeknya bikin simpati mah, lah ini? Bikin enek.

"Dasar kepo!"

Petty berdecak sebal, "Yaudah cepet ceritain..."

"Jadi begini..." kataku tapi masih menggantung.

Petty menatapku dengan serius, ish, kepo banget. Mendingan aku kerjain aja.

"Jadi tuh.." aku sengaja menggantung kata-kataku.

"Ehemmm?"

"Jadi tuh semalam..."

"Semalem? Ya? Semalam kenapa?" Petty sudah mulai kesal

"Semalam tuh..." kataku sambil memutar bola mata ke atas.

"Olan! Lo niat ngasih tahu nggak sih, cerita aja satu abad." kata Petty dengan kesal.

Aku tertawa ngakak, aku suka wajah Petty yang begini, hahahaha.

"Ih, kok lo malah ketawa sih." kata Petty BT.

"Hehe, sorry, udah nggak usah marah-marah mulu! Keriputan baru tahu rasa lo."

Petty mengerutkan dahinya, "Eh, muka gue mah permanen, sampai tua juga tetap cantik kayak begini kali."

Aku menjulurkan lidah, memasang wajah jijik.

"Jadi semalam ada apa?" tanya Petty to the point.

Aku berdehem sambil memutar bola mata keatas, "Ada bintang!"

Petty menepuk jidatnya, "Lo lemot banget sih, apa gara-gara kebanyakan gue jitak ya?" kali ini Petty menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Mungkin, makanya lo jangan jitak gue mulu!"

"Abis gimana, gue gemes sama lo!"

"Uh tayang, iya sih gue emang lucu."

"Idih, udah deh lo ceritain cepetan!"

"Mm."

"Nggak usah pakai mikir!"

"Jadi semalam tuh Kak Daniel bilang, kalau dia itu udah putus sama Kak Vania."

Petty langsung terbelalak, "Serius lo?" kata Petty sambil teriak, aku dengan segera menyuruhnya diam, hm, dia orangnya emang suka rame sendiri gitu. "Bagus dong!" lanjut Petty

Aku mengerutkan dahi lalu menjitak Petty, yash kali ini aku yang jitak dia. "Bagus apanya? Kalau orang putus tuh lo harusnya berduka cita!"

Petty menjitakku, sial, aku kena lagi. "Ih, kan kalau mereka putus lo bisa deket sama Kak Daniel!"

"Ih, nggak, nggak mau."

"Kok nggak mau sih?"

Aku menggeleng, "Kak Daniel sama Kak Vania itu udah cocok tahu."

"Ih, gimana sih, emangnya lo mau ngeliat Kak Daniel disakitin mulu sama Kak Vania?"
Aku mikir, "Ya, nggaklah."

"Yaudah, lo maju dong!"

Aku menarik kursiku agar lebih maju. "Udah."

"Bukan itu dodol! Maksud gue itu lo deketin Kak Daniel."

"Nggak mau, Petty!!!"

Petty menghela nafas, "Payah lo ah!"

"Lagian nih ya, gue yakin, bentaran lagi juga mereka balikan!"

Petty tersenyum miring lalu mengangkat bahu.

"Eh lo kan yang namanya Olan?" tanya seseorang yang baru saja datang, aku melihat keasal suara, damn! Itu Kak Vania.

"Iya, Kak. Ada apa ya?" tanyaku dengan takut sebenarnya, tapi sok biasa aja.

"Lo suka sama pacar gue kan?" tanya Vania. Pacar? Daniel maksudnya? Ih, kan mereka udah putus, kok masih ngakuin aja, atau mereka udah balikan? Au ah.

"Siapa?" tanyaku pura-pura nggak tahu.

"Eh, sok nggak tahu lagi, semua orang juga tahu kali kalau pacar gue itu Daniel! D-a-n-i-e-l."

Aku menelan ludah, hanya diam. Hm, ok, ini awkward moment. Aku nggak bisa jawab apa-apa lagi.

"Kenapa lo diam? Takut?" Vania tersenyum sungging, "Gue ingetin ya sama lo, jangan ganggu pacar gue!"

Aku mengerutkan dahi, "Emang kapan ya gue ganggu hubungan lo, Kak?"

"Oh, lo berani sama gue?"

"Emang gue pernah bilang kalau gue takut sama lo? Gue nggak takut, gue nggak punya salah sama lo, gue cuma ngehormatin lo aja karena lo kakak kelas gue. Tapi kalau lo begini, gimana gue mau ngehormatin." kataku dengan berani, padahal aslinya gemetaran.

"Lo jadi adik kelas belagu banget sih!" kata Vania

"Adik kelas itu mencontoh kakak kelasnya!" kataku.

"Jadi menurut lo gue belagu gitu?" tanya Vania menyinis.

"Gue nggak ngomong gitu ya, lo sendiri yang bilang."

"Lo ngerjain gue?"

Ngerjain? Ngerjain dari segi mana? Emang aku ada ngerjain dia? Dih, malas. Kalau tahu Vania sikapnya begini, aku jadi malas deh dukung dia sama Daniel. Eh, tapi emangnya aku siapa ya?

"Siapa sih yang ngerjain? Duh, kakak lucu deh." kataku.

"Eh lo ngeselin banget sih!"

"Hm." aku berdehem, lalu melirik jam tangan. "Udah ya Kak, bentar lagi bel, bye." kataku sambil menarik Petty pergi.

Vania sepertinya berteriak-teriak, namun aku tidak terlalu memperdulikannya.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang