26.

46 0 0
                                    

Gue duduk disamping ranjang UKS. Udah sekitar lima belas menit gue nunggu, tapi Olan belum juga bangun dari pinsannya.

Gue memerhatikan setiap lekukan wajah Olan, cantik. Gadis ini memang cantik, wajar saja Zaki suka. Bodoh sekali aku jika menyia-nyiakan gadis ini. Sudah cantik, baik, asik, kocak, pintar, ummm lengkap deh. Gue merapihkan rambutnya yang acak-acakan, gue yakin nih gara-gara di jambak sama si cabe itu. Kurang ajar emang tuh cewek, kalau ngebunuh orang itu nggak dosa dan nggak dipenjara, udah gue bunuh tuh si Vania. Sumpah, gue benci banget sama dia, apalagi pas gue liat kejadin tadi. Sayko sumpah!

Mata Olan seperti berkedip. Tidak lama kemudian, ia membuka matanya. Akhirnya dia sadar juga. Ia mengerutkan dahinya sambil memegangi kepalanya, gue yakin dia pusing. Pipinya masih merah akibat di tampar Vania. Miris banget gue ngeliatnya. Gue nggak nyangka banget Vania bakal ngelakuin hal ini, gue paling nggak suka orang yang gue sayang disakitin. Sumpah! Wait whattt? Sayang? Ya, mulai deh, otak sama naluri gue debat lagi. Gue males deh kalau udah begini.

"Kepala lo sakit?" tanya gue

Olan melirik gue sebentar, lalu kembali memegangi kepalanya, ia sedikit meremas kepalanya.

Olan mengangguk. "Gue dimana, Kak?"

"Lo di ruang UKS." ujar gue

"Kok gue bisa disini? Bukannya tadi tuh.."

"Gue yang bawa lo kesini." jawab gue.

"Kok bisa?"

"Iya, tadinya gue cuma mau ngambil jaket gue diruang basket, tapi gue denger suara orang teriak di gudang, yaudah gue samperin dan ternyata itu elo." jelas gue.

"Jadi lo tahu kalau...."

Olan pasti takut banget kalau gue tahu tentang kejadian itu. Dia pasti takut diapa-apain lagi sama si Vania.

"Iya, gue tahu, tenang aja, lo nggak usah takut." kata gue menenangkan Olan.

Olan hanya diam saja.

Gue memberikan sebotol air mineral yang sengaja gue siapin buat Olan pas dia sadar. "Nih minum, gue tahu lo pasti shock banget!"

Olan diam beberapa saat, namun akhirnya ia tersenyum tipis lalu mengambil botol yang gue kasih, ia membukanya dan meminum air tersebut. Lalu, ia terlihat menghela nafas lega.

"Gue kaget banget Vania bisa ngelakuin hal yang kayak gitu, gue baru tahu kalau dia sayko. Amit-amit deh." kata gue.

"Itu berarti dia cinta mati sama lo. Makanya dia nggak mau lo deket sama cewek lain." kata Olan, kenapa nih cewek belain Vania? Kan dia suka sama gue? Kenapa dia nggak jelek-jelekin Vania didepan gue? Apalagi kalau itu fakta? Biasanya kan orang-orang gitu, jelek-jelekin cewek yang deket sama cowok incerannya. Olan berarti tulus banget suka sama gue, eh atau dia nggak suka sama gue ya. Au ah bingung.

"Uek, cinta itu nggak mungkin begitu, cinta itu ngebiarin orang yang dia suka bahagia meskipun bukan sama dia." ujar gue. "Kayak lo gitu, walaupun lo suka sama gue, tapi lo rela gue sama siapa aja yang penting gue bahagia." lanjut gue, meledek Olan.

"Nggak jelas lo Kak!" Olan manyun, tapi pipinya merah, perasaan malu nggak bisa dibohongin, tetap kelihatan.

"Gue boleh tanya nggak?"

"Tanya apa, Kak?"

"Apa sih yang lo suka dari gue?"

"Apa sih, Kak. Lagian lo pede banget kalau gue suka sama lo." ledek Olan

"Biarin." gue ngejulurin lidah. "Ayodong bilang, apa yang bikin lo suka dari gue?"

Olan ngangkat bahu, "Gue suka sama lo pas pertama liat lo."

"Emang pertama lo liat gue kapan?" sumpah gue kepo banget.

"Kepo lo!"

"Ayodong, kasih tahu." gue mohon-mohon sambil megang tangan dia, refleks. Dan...awkward!

Olan nepis tangan gue. "Modus lo, Kak!"

"Dih, emangnya lo nggak suka di modusin sama cowok yang lo suka?"

"Gue nggak butuh yang modus, gue butuh yang pasti." kata Olan, dan entah kenapa gue anggap itu kode buat gue.

"Yaudah, ceritain cepet."

Olan mengerutkan dahi, "Jadi, pas hari pertama gue datang kesekolah ini hampir aja gue ditabrak sama cowok bermotor. Pas gue liat dia, gue langsung deg-degan, gue rasa gue suka sama dia. Dan itu elo."

Wait....hah! Iya, gue ingat, ya gue dulu pernah mau nabrak junior yang baru turun dari taksi, karena gue lagi buru-buru gue hampir aja nabrak junior. Oh, itu Olan.

"Oh, itu elo?"

Olan mengangguk. "Yaudah ah, ngapain bahas itu. Gue balik aja deh ke asrama."

"Gue anter!" gue ngerangkul dia.

"Gausah, gue bisa sendiri."

"Kalau lo pinsan di jalanan gimana?" tanya gue.

Olan memutar bola matanya. "Terserah."

Gue dan Olan pun pergi ke asrama putri.

°°°

Gue dan Olan memasuki pintu asrama putri.

"Lo mau kemana?" tanya Olan.

"Nganter lo sampai kamar."

"Siswa cowok mana boleh masuk asrama putri? Gila lo!"

"Santai aja. Gue punya seribu alasan."

Olan mendengus sebal lalu kami melanjutkan perjalanan.

Sesampainya di depan kamar Olan, gue ngetok pintu, dan keluar lah si Petty.

"Olan. Lo kenapa?" tanya Petty, terlihat sekali dia khawatir.

"Nanti gue ceritain." kata Olan. "Makasih ya Kak, udah, bantuin gue hari ini, dan, nganter gue kesini." sambung Olan, perkataan yang ini bukan buat Petty ya tapi buat gue.

"Not at all."

"Yaudah sana Kak, nanti lo dimarahin." gue bingung, ini bentuk perhatian atau ngusir ya?

"Yaudah lo masuk, gue mau liat lo selamat sampai kamar."

Olan mengerutkan dahi sambil bergidik, lalu ia mengajak Petty untuk masuk kamar. Gue pun balik sekaligus melaporkan si Vania ke guru BK.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang