Copyright2015©Anita_ pardais
****
Aku memijit pangkal hidung seraya memejamkan mata. Mataku perih dan terasa lelah setelah setengah harian ini memelototi layar komputer. Sementara dari sebelah terdengar kasak-kusuk Mala dan Sani yang diselingi tawa cekikikan dari mereka. Entah apa yang menjadi bahan rumpi mereka kali ini.
Aku menyandarkan punggung seraya melirik jam tanganku. Tak terasa rupanya sudah waktunya makan siang.
"Liv, kantin nggak?" ajak Mala dan kulihat cewek itu tengah merapikan mejanya.
Aku mengangguk. "Yo'i," ujarku lalu menyimpan file-file yang telah kukerjakan sebelum mematikan komputerku.
Setelah merapikan meja aku berniat menyusul Sani dan Mala yang sudah jalan duluan. Sesaat aku melirik ke meja Bayu. Ternyata cowok itu tengah ngorok di kursinya dengan gaya yang nggak banget deh! Batak satu itu benar-benar, mentang-mentang mbah Farah nggak ngantor dibuatnya kantor ini seperti kepunyaannya.
Lalu aku menoleh ke arah Nara yang kebetulan juga tengah melirikku. Aku tersenyum. "Duluan ya," ujarku karena kulihat Nara masih berkutat dengan pekerjaannya.
Nara mengangguk lalu melambaikan sebelah tangannya. Sekali lagi aku tersenyum pada cowok bersuara emas itu sebelum meninggalkan mejaku. Pengalaman menyanyi di cafe bersamanya tak akan bisa aku lupakan seumur hidup.
Dengan tertatih aku berjalan keluar ruanganku. Tiba-tiba ponsel di genggamanku berbunyi. Aku melihat nama yang tertera di layar ponsel lalu segera mengangkatnya.
"Iya Mai," ujarku sambil berjalan kearah Mala dan Sani yang menungguku di depan lift.
"Aku mau makan di luar dengan Julius. Kau mau ikut nggak?"
"Nggaklah Mai. Aku kekantin aja."
"Yakin enggak. Kita mau makan di tempat favoritmu loh."
"Yakin enggak Mai."
"Ya udah deh kalo gitu. O ya, kau hutang cerita denganku. Bagaimana jalan-jalan ke Bandungnya?"
Aku meringis mendengar ucapan Mai. "Ntar kita cerita-cerita key."
Aku mendengar Mai tertawa. "Oke deh. Nggak sabar deh ah. Ya udah sampai nanti ya. Bay... "
"Bay... " Aku memutuskan sambungan lalu memasukkan ponselku ke dalam saku celana hitam yang kukenakan.
"Siapa Liv? Mai ya?" tanya Sani saat aku tiba di tengah-tengah mereka.
Aku mengangguk seraya memberi kode dengan menaikan alisku untuk membenarkan pertanyaan Sani.
"Kau dekat dengan Mai ya Liv," ujar Mala. "Aku lihat kau juga dekat dengan Dimas."
Sekali lagi aku mengangguk kali ini pada Mala. "Aku nggak dekat dengan Dimas. Tapi mereka adalah temanku," ujarku tersenyum singkat.
Lift di depan kami berdenting bersamaan dengan pintunya yang terbuka. Kami bertigapun melangkah masuk ke dalam lift bergabung dengan beberapa karyawan lainnya yang sudah berada di dalam lift.
Mala dan Sani menyapa beberapa orang di dalam lift sementara aku hanya diam di sisi mereka. Tak lama kemudian lift sampai di lantai dasar dan aku melangkah keluar duluan dari lift di ikuti Mala dan Sani.
"Jadi Liv sejak kapan kau berteman dengan Mai dan Dimas?" tanya Mala yang menjejeri langkahku. Rupanya Mala mulai kepo.
"Aku kenal mereka sejak sebelum bekerja di kantor ini."
"Apa kalian satu sekolah?"
"Enggak juga sih. Kami kenal dari temen ke temen gitu aja."
"Berarti," tiba-tiba Sani menyela. "Jangan-jangan kau kenal dengan Direktur kita juga Liv. Mai dan Dimas itukan teman-teman Direktur kita."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fine,I Love U (Complete)
RomanceOlivia merasa dirinya jauh dari sempurna. Kulitnya gelap dan wajahnya tak menarik. Walaupun ada yang mengatakan kulitnya eksotis dan wajahnya manis seperti artis India Pooja Sharma, tapi dia tak percaya. Lalu bagaimana jika Rasykal yang nyaris semp...