18. The Beginning

24.2K 1.2K 51
                                    


Copyright2015©Anita_ pardais

****

"Love cepetan!"

"Nggak mau."

"Love, udah pasrah aja kenapa?"

"Nggak mau Ash... "

"Ntar kalo aku paksa sakit nih, mau sakit?!"

"Nggak mau... ishh maksa!"

"Makanya pasrah aja. Kan enak kalo nggak dipaksa."

"Ish! Pa'an sih!" Aku mencibir kearah Rasykal yang langsung tersenyum geli.

Sepasang mata coklatnya yang indah memandangku dengan memohon. Tatapannya meluluhkanku dan membuat aku menghela nafas berat.

"Ash.. ini tuh susah banget manjanginnya tau...!" akhirnya dengan teramat sangat berat hati akupun menunjukkan tanganku yang sedari tadi aku sembunyikan di balik selimut.

"Ntar juga kan panjang lagi love. Sekarang dipotong dulu," Rasykal langsung tersenyum lebar sambil menarik jariku lembut. Senyumnya itu pasti karena dia merasa puas sekali setelah berhasil membuat aku merasa sangat kesal saat ini.

Siapa yang nggak kesal coba! Hanya karena takut aku nanti menggaruk lukaku, Rasykal memaksaku untuk memotong semua kuku jari tanganku yang telah susah-susah aku rawat.

Sama seperti anak gadis pada umumnya, aku juga suka manjangin dan merawat kukuku. Dan ini memang butuh perjuangan banget untuk  memanjangkannya, soalnya kuku-kuku jari tanganku ini sering sekali patah saat aku sedang mencuci baju-bajuku juga bajunya Noel.

Sekarang setelah kuku ku bagus semua bentuknya, eh malah mau dipotong sama Rasykal. Ya aku nggak mau dong.

"Udah lah Kak. Cuma kuku aja yang dipotong kok ribut banget," ibu ikut menimpali sambil berdiri di ujung ranjangku. "Gini nih kalo anak gadis nggak bisa masak, kuku aja yang di pelihara sampe panjang."

"Emang apa hubungannya kuku panjang sama nggak bisa masak sih bu," aku yang sedang duduk bersandar di ranjang memandang ibu dengan cemberut.

Rasykal yang masih menggenggam jari tangan kananku meremas jari-jariku  lembut. Membuat aku merasakan sengatan listrik yang mempercepat aliran darahku hingga berdesir tak karuan.

"Ya adalah. Kalau masak yang enak itu kan harus ngulek sendiri bumbu-bumbu nya, bukannya diblender. Jadi gimana mau ngulek kalau kukunya panjang begitu," ujar ibu lalu memandang Rasykal. "Rasykal,  Tante kasih tau ya, Oliv ini nggak bisa masak lho. Dulu kalau disuruh belajar masak kerjaannya kabur melulu. Nokrong terus sama temen-temennya."

Aku meringis mendengar ucapan ibu seraya melirik Rasykal yang tengah tersenyum penuh arti kepadaku. Ibu nggak tau aja kalau orang yang ibu ajak ngobrol sekarang ini adalah salah satu orang yang dulu menjadi teman nongkrong aku hingga aku mengabaikan pelajaran masak memasak dari ibu. Aku mencibir Rasykal yang sekarang menertawaiku.

"Makanya Tante peringati ya, Rasykal. Kalau suka sama anak gadis Tante ini, lebih baik dipikir yang mateng dulu dari pada ntar nyesel," ucap ibu lagi membuat aku hampir tersedak air ludahku sendiri. Ya ampyun ibu! Tega bener sih sama anaknya, bukannya anaknya disanjung-sanjung, ini malahan dibanting. Nyesek dah!

Rasykal tersenyum kecut memandangku. "Nggak pa-pa tante kalo Oliv nggak bisa masak. Nanti kalo sudah jadi ibu rumah tangga juga pasti bisa masak sendiri."

Aku semakin terbatuk mendengar ucapan Rasykal yang ibarat air itu, tenang tapi menghanyutkan.

Kulirik ibu yang tersenyum cerah memandang Rasykal. "Jadi maksudnya apa nih. Apa ada kabar baiknya setelah ini?" ibu memberikan kode pada Rasykal.

Fine,I Love U (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang