Chapter 4 - Tidak Sama

56 6 0
                                    

Teriakan Aria bercampur dengan bunyi pukulan benda tumpul. Untuk sesaat tidak ada suara apapun lagi, sampai kemudian ada erangan kesakitan yang muncul. Aria tidak berani melakukan apapun, hanya berdiri menatap pintu. Suara pukulan lagi, kali ini bunyinya tidak sekeras sebelumnya, tetapi erangan itu terus berlanjut.

"Hen-hentikan! Oke, OKE! Maafkan aku! AW...!"

Tidak ada balasan. Suara erangan itu juga sudah menghilang, sampai kemudian pintu terbuka. Aria terkejut tetapi sebelum dirinya bereaksi, Ia menyadari bahwa Samuel yang berdiri di hadapannya. Samuel tidak mengatakan apapun, tetapi ekspresinya penuh amarah. Ia menghampiri Aria yang mematung, kemudian dengan segera jatuh karena otot di kedua kakinya melemas.

"Sam... A-aku tidak sempat menghubungimu atau yang lain," Aria tergagap.

"Yah, itu bagian kesalahanmu." Sam memeriksa Aria, mendiagnosanya dengan serangan traumatis.

"Ma-maaf..." Aria tergagap, mengontrol suara dan nafasnya.

"Tidak perlu. Kau menjaga vila dengan baik. Aku sudah membereskan gangguan di luar," ujarnya sambil kelihatan jijik pada apapun diluar sana. Ia memijat kedua pelipis Aria, membuat Aria terkejut dengan sentuhan dinginnya.

"Si-siapa dia...?" Aria masih terbata-bata, mengelak dari Sam karena tidak bisa menenangkan diri.

"Kenalan keluarga, seorang pecundang." Samuel menjawab tenang. "Kau benar sudah tidak membiarkannya masuk. Sialnya dia bisa tahu kita tamasya kesini, tapi kurasa hanya keberuntungan semata." Kali ini Ia mengambil kedua tangan Aria-yang tidak bisa dielak karena dipegang kencang-lalu mengusap-usapnya dengan tangan dinginnya.

"Apa yang kau lakukan...?" Aria tidak biasa dengan kedekatan tiba-tiba ini, tetapi dalam hatinya Ia merasa lebih tenang sekarang. Ia sudah bisa bernafas teratur saat Samuel mengembalikan kedua tangannya di atas pangkuannya.

"Kembalilah ke dalam, anak kecil. Minum seteguk air atau susu atau apalah. Biar kuselesaikan urusan diluar." Samuel membantu Aria berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Aria bergetar saat mendengar 'urusan di luar'.

"Sam. Apa yang akan kau lakukan?" Cicit Aria.

"Dia sudah berani muncul dan mengganggu bagian keluarga Everhart. Kurasa aku akan menjamunya sebelum yang lain datang," ujar Samuel kelam.

"Tidak! Jangan!" Membayangkan teriakan pria itu sekali lagi membuatnya merinding. Aria tidak mau Samuel terlibat lebih jauh. "Aku hanya...terkejut. Ia mengira aku manusia, lalu pria itu sempat berkata ingin meminum darahku..."

Efek perkataan Aria ternyata berkebalikan. Samuel melotot dengan mata gelapnya dan urat-urat pucat di dahinya terlihat mengencang. Ia tidak lagi bersikap tenang seperti sebelumnya, alih-alih menutup pintu depan dan membiarkan Aria dikunci di dalam, Ia segera berjalan keluar rumah meninggalkan Aria.

Aria tidak bisa mencegah saat Samuel mengangkat pria itu-yang kelihatannya sudah jatuh pingsan-dengan satu tangannya. Aria bisa melihat wajah pria itu lebih jelas sekarang, kurus dan pipi kirinya membengkok ke dalam, sepertinya bekas pukulan Sam sebelumnya. "Sam! Kumohon, turunkan dia!" Horor Aria.

Samuel tidak mendengarkan, mata gelapnya berubah warna menjadi merah, hal yang ditakutkan Aria. Thomas pernah mengajarkan pada Aria bahwa seorang peminum darah bisa berubah warna matanya karena dua hal, pertama saat melampiaskan dahaganya, dan kedua saat Ia mengerahkan kemampuan tidak biasanya. Jika Sam sudah seperti ini, bagaimana cara menghentikannya?

"TAP!" Tiba-tiba angin berhembus kencang menyertai kedatangan Thomas Everhart disertai anggota keluarga yang lain di belakangnya. Ia memegang bahu kanan Samuel untuk mengalihkan perhatiannya, menyadarkannya. "Sudah cukup, Samuel."

Aria: EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang