Thomas mengerutkan keningnya. Hal yang tidak pernah ia lakukan begitu lama secara tidak sadar. Sebagai kepala keluarga, Ia bertanggung jawab menemukan putri bungsunya, namun hingga malam tiba tidak juga ada hasil. Ia tidak bisa mengharapkan Samuel seperti biasanya, karena pemuda itu begitu kalut pikirannya. Mereka sudah mencari dan terus mencari ke seluruh pelosok, ke hutan belantara yang mengelilingi kota ini, dan hasilnya nihil.
"Sayangku, tenanglah. Kita harus tetap berpikiran jernih," ujar Yin lembut. Thomas menyadari bahwa sikapnya sudah membawa kecemasan pada istri terkasihnya. Yin bersikap sangat tegar hingga sekarang, membuat Thomas merasa lebih tidak becus lagi. Thomas menawarkan senyum pada istrinya, kemudian menggenggam lembut tangannya. "Kita akan menemukan Aria. Aku percaya itu," bisik Yin.
Telepon berdering di kediaman Everhart.
"Kediaman Everhart disini," sapa Claire dengan nada tinggi, hampir menghardik. Ia kesal karena terjadi perubahan rencana dimana ia tidak diperbolehkan ikut mencari Aria dan harus menunggu kabar.
"Um...maaf, aku menelepon karena...eh, namaku Neil Oslow." Suara di seberang sana bergetar, terdengar ketakutan akan gertakan Claire.
"Kau teman Aria," potong Claire cepat. "Ada apa, ya?"
"Oh. Begini...Aku menelepon untuk mengabarkan bahwa Aria berada di rumahku. Dia sedang tidur sekarang—
"Benarkah? Kau yakin itu Aria, si kecil rambut hitam panjang?"
"Ya, aku tidak akan salah mengenalinya..."
"Berikan alamat tempat tinggalmu sekarang." Perintah Claire.
0-0-0-0-0
"Kedua orang itu temanmu?" Kakek Dim bertanya dari dalam kamarnya. Neil yang terlalu sibuk untuk menjelaskan hanya mengiyakan sementara dirinya bolak-balik mengambil perlengkapan pertolongan pertama. Tubuh Aria sangat dingin, begitu juga Daniel. Namun, Daniel bisa dengan tenang dan sadar mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Sementara Aria tidak sadarkan diri di kamar Neil, Daniel enggan meninggalkan sisinya. Neil tidak tega mengatakan pada Keluarga Everhart bahwa ia tidak sadarkan diri dan memperhalusnya dengan berkata bahwa ia 'tidur'. Untunglah, ibu Neil seorang mantan suster berpengalaman dan bisa memberi pertolongan pertama pada temannya satu itu.
"Dia akan baik-baik saja," komentar Kakek Dim mengagetkan ibu Neil yang sedang mengompres kening Aria.
"Kakek Dim...aku tidak yakin. Neil menemukan kedua anak ini berjalan di tengah salju..." Ibu Neil ragu. Ia sangat khawatir dengan kondisi anak di hadapannya ini.
"Aku tahu. Percaya padaku, dia akan baik-baik saja. Gadis itu hanya perlu istirahat. Benar kan, hai anak muda?" Kakek Dim melayangkan pandang pada Daniel yang duduk diam di pojok kamar. Pemuda itu mengerjapkan mata sebagai jawaban.
"Oh. Benar. Kurasa Aria akan baik-baik saja..." Daniel menjawab pelan.
"Namamu Daniel, ha? Ikut denganku sekarang," Kakek Dim mendekati Daniel. Jarak mereka begitu dekat, dan Daniel bisa melihat sorot mata tidak biasa yang dimiliki Kakek Dim. Begitu bercahaya seakan menemukan harapan baru. "Ikut denganku, atau aku bocorkan rahasia terdalammu, wahai mahluk abadi," bisik Kakek Dim di hadapannya, tidak terdengar oleh telinga manusia.
0-0-0-0-0
Aria tidak kunjung membuka matanya walaupun sudah dipanggil berulang kali oleh orang di sekitarnya. Gadis itu terus menutup matanya dan tidak memberikan respon akan bangun. Hal ini bahkan berbeda dengan kejadian di malam festival saat itu, karena ia bisa sadar namun kemudian menolak untuk menemui siapapun. Kondisinya sekarang bagaikan putri tidur, tertidur dengan sangat nyenyak tanpa bisa diganggu.
![](https://img.wattpad.com/cover/53741361-288-k984405.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aria: Everhart
VampiriEverhart. (#30 on 7 aug 2016) Tuhan menciptakan dunia pagi dan malam hari. Pagi dikuasai oleh mahluk cahaya, dan malam dikuasai oleh mahluk kegelapan. Itulah hukum alam yang ada. Tidak ada mahluk yang bisa hidup dalam kedua alam sekaligus. Yah, bel...