Chapter 10 - Lembaran Baru

44 8 0
                                    

Wealdon Hill adalah kota yang dingin dan lembab. Ada dua dataran di sana, tinggi dan rendah. Hutan Hujan melingkupi hampir seluruh area di dataran rendah, kecuali yang sudah dibuka untuk pemukiman dan bangunan. Atraksi yang paling menarik di kota ini adalah Hutan Hujan dengan air terjun besarnya. Ada empat musim disana, tetapi musim dingin lebih panjang dibanding yang lain. Di musim dingin, salju turun di dataran tinggi, dan air di air terjun sangat dingin, bunga es sampai terbentuk. Penduduk di kota yang berjumlah mencapai seribu jiwa itu sudah terbiasa dengan kondisi kota yang dingin, beradaptasi dengan cuaca dingin dan berpesta pora saat matahari menunjukkan kehangatannya yang sementara.

Sekolah itu terlihat besar dan tua, sebuah sekolah lokal yang dibangun sejak dua puluh tujuh tahun yang lalu. Plang namanya masih terukir jelas dan besar di gerbang sekolah, "Wealdon High". Sekolah ini adalah satu-satunya sekolah tinggi di kawasan Wealdon Hill, manapun sekolah tinggi lainnya berjarak berpuluh-puluh kilometer dari kota ini. Hal sama berlaku bagi sekolah dasar dan sekolah menengah. Hari ini adalah hari dingin dan jalanan basah oleh hujan, matahari sembunyi di balik beribu awan.

Mobil sport merah masuk ke halaman parkir yang sudah dipenuhi mobil-mobil lain. Dengan lihai, pengendaranya memarkir di sela antara mobil lain dalam sekali parkir walaupun jalanan basah oleh hujan. Di kota sekecil ini, semua orang tahu kendaraan yang lain. Berbagai pasang mata mengawasi dengan penasaran milik siapa mobil sport merah itu, yang lain mengagumi dan berdecak kagum oleh mobil itu. Mereka mulai membuat opini dan menebak milik siapa gerangan mobil yang terparkir dengan anggun di parkiran sekolah mereka yang sudah tua itu.

'Mungkinkah James membeli mobil baru lagi?'

'Kudengar keluarganya tidak mengizinkan dia membawa mobil lagi sejak kecelakaan di hutan?'

'Atau mungkin itu milik siswa baru?'

'Bodoh. Mana mungkin ada siswa yang mau pindah ke sini, lagipula ini awal semester!' Obrolan dan gosip terus menguar dan menghangatkan suasana. Mereka menghentikan kegiatan mereka dan terus menunggu siapa sebenarnya yang berada di dalam mobil itu. Fokus pada apa yang ada di dalam mobil berkaca gelap itu.

Pintu mobil yang pertama terbuka adalah pintu penumpang depan. Claire melangkahkan kakinya yang putih dan jenjang keluar dari mobil. Kepalanya menengadah ke atas dengan congkak, rambut pirangnya berkilauan dan jatuh dengan anggun di pinggangnya. Ia mengenakan kacamata hitam yang membingkai indah wajah pasinya. Bibirnya merah ranum membentuk garis datar tanpa emosi. Pakaiannya adalah jaket berbentuk gaun berwarna coklat muda yang panjangnya menutupi pahanya dan berakhir di lutut. Ia memakai sepatu bot merah dengan hak tinggi dan tetap berhasil berjalan di atas jalanan licin tanpa kesulitan. Tasnya adalah tas tenteng bermerk yang diidamkan seluruh wanita di sekolah itu. Ia kelihatan berbicara dengan siapapun di dalam mobil dengan sangat cepat. Pria-pria tertegun saat Claire berjalan menjauhi mobil menuju ke bangunan sekolah. Mata mereka melotot seakan ingin merekam keajaiban yang mereka lihat.

Di belakangnya, pintu mobil penumpang di belakang terbuka. Seorang pemuda bertubuh jangkung menampakkan rambut panjangnya yang coklat kemerahan diikat menjadi satu di belakang. Pakaiannya adalah sweater berwarna abu-abu dan celana jins hitam. Ia juga mengenakan kacamata hitam namun tidak bisa menyembunyikan ketampanannya. Kulitnya putih pasi seperti porselain dan tersungging senyum di bibirnya yang merah ranum. Di bahunya tersampir ransel yang kelihatan penuh dengan barang entah apa. Reinhart memperhatikan semua orang yang memperhatikannya, ada yang tersenyum, ada yang melongok, dan ada pula yang memandang aneh. Ia berjalan mengikuti Claire dengan kedua tangan dimasukkan ke jins.

Sekali lagi pintu terbuka, kali ini pintu pengendara. Saat itu kerumunan semakin ramai, karena menantikan siapa yang di balik kemudi. Mereka berasumsi itu adalah seseorang yang mereka kenal karena sampai saat ini Claire dan Reinhart bukan orang dari kota ini. Jika itu adalah James, atau siapapun yang mereka kenal, maka dia akan habis dibuntuti dengan pertanyaan. Nafas mereka tertahan. Samuel menginjakkan kaki keluar. Rambut merahnya menghiasi wajahnya yang pucat dan tampan. Tubuh jangkungnya yang melebihi Reinhart mengundang rasa takjub dari keramaian. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak lengan panjang dan kaus putih di dalamnya. Tidak seperti Claire atau Reinhart, kedua alisnya menyaut seakan kesal dengan semua perhatian, tetapi memilih untuk mengacuhkannya. Dengan cepat Ia bergerak membukakan pintu di belakang. Pertama, Ia mengenakan ransel di bahu kirinya, lalu Ia kelihatan berhati-hati saat mengambil 'sesuatu' dari dalam mobil. Sesuatu itu adalah gadis muda dengan wajah paling biasa yang bisa mereka lihat. Kulitnya putih, tapi tidak seputih penumpang lainnya. Rambutnya yang hitam dikepang jadi satu, dan kacamata bingkai hitam bertengger di wajahnya yang datar. Pipinya memberikan semburat merah muda, malu akan perhatian yang tidak diinginkan. Ia berjuang untuk menancapkan sepatunya di tanah agar tidak jatuh sambil mengenakan tas ransel di bahunya. Samuel melingkarkan tangannya di bahu Aria ketika Ia hampir jatuh dengan wajah terlebih dahulu. Aria kelihatan jengah karena sentuhan fisik itu mengundang bisikan dari kerumunan, tetapi akhirnya membiarkannya karena tidak ingin jatuh.

Aria: EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang