Chapter 8 - Prediksi

58 8 0
                                    

Rein mengambil sampel darah Aria dan memasukkannya di wadah kecil. Label kecil ditempelkannya, tertulis tanggal dan usia Aria. Ia menggunakan masker industrial sepanjang proses, memastikan untuk menghalangi wangi darah merah di dalam tabung kecil memasuki rongga hidungnya. Walaupun sudah memasuki tahun ke enam puluh tahun hidupnya sebagai mahluk abadi, Rein masih sangat berhati-hati jika menyangkut soal bau darah, bau paling menggoda insting utamanya.

Malam gelap dan bulan tersembunyi di balik awan hitam, meninggalkan Rein dengan lilin kecil dan semua perlengkapan laboratoriumnya. Sebenarnya penglihatannya yang sangat jelas tidak membutuhkan lilin kecil di sudut mejanya, tetapi kebiasaan lama sulit dihilangkan. Ia akan terus bekerja sampai lilin itu meleleh seluruhnya, menjadi tanda bahwa malam segera berakhir, dan waktunya untuk berhibernasi.

Rambut coklat kemerahannya diikat ke belakang, tetapi tetap saja ada sisa rambut berkeliaran di wajahnya. Rein mengamati mikroskop kesayangannya, mengelusnya dengan sayang sementara matanya menatap lekat ke dalamnya. Tulisan dan simbol-simbol ditorehkan pensil kayu di tangan kirinya, tidak berhenti sampai kemudian wajahnya diangkat dari mikroskop. Kelihatan menyadari sesuatu, Rein beralih pada komputer berkecepatan tinggi miliknya, barang mutakhir yang didapatkannya setahun yang lalu setelah berita soal Aria sampai dalam pembicaraan keluarganya. Jarinya mengetik cepat dan tangannya bergerak dengan kecepatan di atas normal di tablet kursornya.

Bisikan halus mencapai telinganya, membuat Rein mengernyit karena merasa sangat terganggu. Tidak ada yang bisa mengganggunya di tengah kesibukannya. Seharusnya, semua orang di rumah ini tahu benar hal itu. Rein mengacuhkannya beberapa waktu, sampai kemudian bisikan itu berubah menjadi gerutu yang sengit.

"Masuklah, tapi jangan sentuh apapun," ucapnya kesal. Ia sudah sangat paham siapa yang ada di balik pintu kamarnya. Sam membuka pintu kamar Rein dengan perlahan, lalu berdiri di sudut kamarnya, menunggu. "Sungguh kehormatan luar biasa menerima Tuan Muda Samuel di kamarku ini. Ada apakah gerangan? Sebaiknya cepat." Ejekan Rein tidak mempengaruhi Sam, yang tetap memandang ke arah Rein dan perlengkapannya. Kelihatannya, matanya melirik ke arah tabung-tabung kecil berwarna merah, sampel darah Aria.

"Sam." Rein menyadarkan Sam dari apapun yang dipikirkannya, karena sekarang matanya terfokus pada sampel darah di tabung itu. Ia tidak sadar bahwa tangan kanannya hampir menggapai salah satu tabung itu, tabung dengan darah Aria paling baru. Sam langsung berdiri menjauh, kembali ke sudut kamar. Ia butuh waktu lebih lama untuk mengendalikan naluri dasarnya.

"Aku ingin tahu bagaimana perkembangan penelitian gilamu."

"Oh. Terima kasih karena tidak menghentikan kejujuran perkataanmu. Dan untuk pertanyaanmu, Tuan Muda, aku belum punya jawabannya karena ini masih berjalan," ujar Rein sambil menunjuk ke arah mikroskop kesayangannya.

"Kita sama-sama tahu kau ilmuwan gila yang luar biasa jenius, Reinhart."

"Hm. Itu benar."

"Jadi, tidak salah jika kuasumsikan kau sudah memiliki prediksi mengenai arah penelitianmu?"

"Itu juga sialnya benar. Kenapa kau selalu berhasil memojokkanku, Samuel?"

"Karena aku sangat mengenalmu, saudaraku."

"Yah, kau saudara yang merepotkan."

"Jadi...?" Tanya Sam bernada main, walau Rein bisa menangkap keseriusannya.

"Sampel darah yang kudapatkan darinya secara rutin sebulan sekali tidak bisa memberikan kepastian mengenai status Aria. Secara umum, darahnya sama normalnya dengan darah manusia lain, bergolongan O negatif. Baunya bisa membangkitkan naluri terdasar mahluk seperti kita, bahkan kau dan aku yang sudah berhasil menjaga diet kita selama berpuluh tahun.

Aria: EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang