"Maukah kau pergi bersamaku ke festival ini, Aria?" Neil mengeluarkan selebaran berwarna-warni dari dalam tasnya. Wajahnya seakan bercahaya menunjukkan kegembiraannya. Aria yang sedang meletakkan barang-barangnya di loker kemudian membaca selebaran dalam diam. Neil menunggu-nunggu sambil bergerak kegirangan.
"Festival makanan di pusat kota?" Tanya Aria sambil membaca tulisan di selebaran tersebut.
"Benar! Maukah kau menemaniku ke festival ini? Aku ingin sekali pergi kesana tapi tidak punya teman perempuan..." Neil menunduk sedih.
"Um...kapan acaranya?"
"Sabtu malam! Kita bisa bertemu jam tujuh jika kau mau?"
"Kurasa, aku akan minta izin pada keluargaku..." Jawab Aria setelah berpikir lama. Melepas suntuk mungkin kegiatan yang baik bagi gadis yang selalu mengurung diri di rumahnya itu. Lagipula, Ia sudah merasa nyaman dengan Neil sekarang.
"Oh, benarkah? Aku senang sekali! Kabari aku secepatnya, oke?" Neil bertepuk tangan dengan semangat, membuat Aria ikut tersenyum.
0-0-0-0-0
"Itu ide yang baik. Tentu saja aku mengizinkan, Aria." Yin tesenyum sumringah begitu Aria meminta izin. "Kuyakin Thomas juga akan setuju," tambahnya sambil berjalan ke dapur. Yin bersenandung di sela pekerjaannya mencuci piring. Suasana hatinya menjadi lebih riang karena mengetahui Aria memiliki teman dan akan melakukan kegiatan seperti anak remaja pada umumnya. Ia selalu mengkhawatirkan perkembangan anak angkatnya yang satu ini karena sikapnya yang begitu pendiam.
"Yin, mengapa kau mengizinkan anak itu pergi?" Sam bertanya dengan nada menuntut. Ia kelihatan tidak nyaman dengan keputusan Yin dan mengkonfrontasinya sesudah Aria naik ke kamarnya, meninggalkan mereka berdua di dapur.
"Tentu saja karena Ia menginginkannya," balas Yin santai. "Dia juga masih remaja. Kau juga pernah merasakannya, kan?" Tanya balik Yin.
"Aku mengerti, Yin...Tetapi, dengan kondisinya yang sekarang, kita harus memikirkan segala kemungkinan. Anak itu...Aria bukan sekedar 'masih remaja', kan?" Sam berpikir serius.
"Oh, tenanglah, Nak. Jika kau begitu cemas, mengapa tidak ikut saja dengannya?"
"..."
Samuel berpikir untuk beberapa waktu, kemudian mengambil keputusan. Ia memutuskan untuk mengikuti Aria ke festival di pusat kota. Jiwa protektifnya yang tinggi terhadap keluarganya tanpa sadar berperan dalam pengambilan keputusan ini. Kemudian, Ia mengatakannya pada Aria yang menatapnya seakan tidak mempercayai apa yang didengarnya.
"A-apa kau bilang?" Ucap Aria tergagap.
"Aku akan ikut denganmu ke pusat kota di malam pekan," respon datar Sam.
"Kau yakin? Bukannya kau tidak suka keramaian, Sam? Apalagi dengan makanan super banyak, kau pasti akan bosan!" Tolak Aria.
"Kenapa? Kau menyembunyikan sesuatu dariku, makanya tidak ingin aku ikut?"
"Rahasia apa? Aku hanya merasa tidak nyaman jika harus diawasi saat berjalan-jalan dengan temanku!" Aria melipat kedua tangannya di depan dada, kedua alisnya bertaut. Ia tidak pernah suka saat Sam merenggut kebebasannya.
"Percayalah, kau akan lebih merasa tidak nyaman jika menolakku sekarang."
"A-apa kau mengancamku, kakek?" Aria tidak bisa mengendalikan ketakutan dalam suaranya. Sam memang bisa menakutkan baginya di saat tidak menguntungkan.
"Terserah bagaimana kau mengartikannya, anak ingusan." Sam tersenyum tipis, terlihat bagaikan perangkap iblis bagi Aria. Gadis itu kemudian mengalihkan wajah dengan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aria: Everhart
VampirEverhart. (#30 on 7 aug 2016) Tuhan menciptakan dunia pagi dan malam hari. Pagi dikuasai oleh mahluk cahaya, dan malam dikuasai oleh mahluk kegelapan. Itulah hukum alam yang ada. Tidak ada mahluk yang bisa hidup dalam kedua alam sekaligus. Yah, bel...