Chapter 5 - Alasan

64 8 2
                                    

Pagi sudah datang, dan Aria akhirnya tidak berhasil menutup kedua matanya. Tubuhnya letih, tetapi cahaya matahari yang masuk membangunkannya. Ia bersyukur bahwa kamarnya disertai tirai seperti kamar-kamar yang lain, karena Ia bisa dengan mudah menarik tirai menutupi kamarnya menjadi gelap, lalu kembali tidur lagi.

"Tok! Tok!" Ketukan pelan di pintu membuat jantungnya berdebar. Ia mengingat kejadian yang terjadi semalam lalu, merasakan bulu kuduknya merinding. Ketukan itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas. Aria mengumpulkan tekadnya, mengepalkan tangan sambil berjalan mendekati pintu kamarnya.

"Um, ya?" Aria bertanya takut-takut.

"Anak kecil. Ini aku," suara dari seberang menjawab datar.

"Oh." Aria menghembuskan nafas lega, lalu membuka pintu kamarnya.

"Kesulitan tidur, kulihat?" Sam menaikkan alis kirinya penasaran.

"Ini, tidak. Aku baru bangun..." Aria kalut menutupi lingkaran hitam di bawah matanya.

"Seharusnya kau menikmati tidur malammu, selagi bisa."

Sam tidak sadar betapa tajamnya kata-kata itu bagi Aria. Bagaikan irisan yang menyayat ke dalam dirinya, tetapi Aria memasang wajah kalemnya, memastikan tidak menunjukkan reaksi apapun. Sam bisa saja sengaja mengatakannya, hanya karena dia adalah seseorang yang terlalu jujur.

"Jadi, ada apa gerangan sampai kau bersedia menemui anak kecil ini?" Tanya Aria.

"Aku hanya-kau tahu. Setelah kejadian semalam, aku saja sulit untuk mencegah diriku memburu Isaac, lalu bagaimana denganmu, kupikir..."

"Um... Apa maksudmu?"

"Kupikir aku akan membiarkanmu menghabiskan waktuku yang berharga untuk menemanimu mengalihkan pikiran," Samuel menutup mulutnya menjadi garis lurus, seakan tidak ingin membahasnya lagi. Kalau saja ada darah mengalir di tubuhnya, mungkin pipinya bersemu sekarang.

"Apa aku bisa menolak?" Tanya Aria, yang disambut dengan kerutan di dahi Samuel. Wajahnya kelihatan tidak mengira akan ditolak.

"Kau akan melewatkan banyak hal menarik."

"Oh, ya? Apa contohnya?"

"Hm...Jangan mempertanyakan pengetahuanku, anak kecil. Diriku sudah mengarungi kehidupan ini selama lebih dari enam puluh tahun. Aku tahu banyak hal yang kau tak tahu," jawab Sam penuh kebanggaan.

"Kau akan menjawab pertanyaan-pertanyaanku?" nada Aria sangat tertarik.

"Hanya jika itu memungkinkan," jawab Sam.

"Kalau begitu, silakan masuk," Aria mempersilakan Sam masuk ke kamarnya.

"Permisi," ujar Sam sopan. Ia menatap sekelilingnya dengan sangat cepat, kemudian mengambil posisi di sofa tunggal yang menghadap ke tempat tidur Aria.

Aria terlambat menyadari bahwa kamarnya masih benar-benar berantakan, tetapi Ia tidak lagi peduli. Sam bukan orang asing lagi baginya. Aria terhenyak saat Ia menyadari hal itu, dan tidak bergerak karena terkejut dengan pikirannya sendiri. Sam menunjuk posisi di depannya, menyuruh Aria untuk duduk. Aria menurutinya.

"Jadi, apa yang ingin kau lakukan?"

"Kau yang datang kesini. Apa idemu?"

"..."

"Apa yang biasanya kau lakukan di pagi hari?"

"Banyak hal. Menghabiskan waktu sampai malam datang," Sam menaikkan bahunya.

"Selain membaca buku?"

"Hm...mendengarkan musik, atau tidur."

"Tidur? Tapi, sebelumnya kau mengatakan seakan-akan kalian tidak bisa tidur?"

Aria: EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang