Chapter 25 - Ramalan Pita

22 2 0
                                    

Angin dingin berhembus. Kristal es berterbangan, susul menyusul di hamparan tanah dingin. Di tengah hamparan tanah dingin tersebut, berdiri tegap sebuah bangunan. Warna putih mendominasi sebuah bangunan puri yang begitu megah dan misterius tersebut, dengan kolam air mancur yang penuh salju. Beratus-ratus hektar tanah dibatasi oleh perpohonan lebat yang tertutupi salju.

Daniel menapakkan kakinya ke halaman belakang, meninggalkan jejak kaki di atas tumpukan salju. Ia masih mengenakan pakaian yang sama dengan saat ia pertama kali datang ke tempat ini. Kemeja kotak-kotak, jaket kulit dan celana jins. Sepatunya sudah berganti menjadi sepatu boot untuk berjalan di atas salju, pemberian dari seorang wanita bernama Hela.

Hela Agstin adalah salah satu dari sepuluh anggota keluarga Agstin, keluarga yang sudah ada sejak seabad yang lalu. Sama dengan Keluarga Everhart, mereka semua hidup berdampingan dan menutup rahasia keluarga mereka sebagai mahluk abadi. Namun, tidak sama dengan Keluarga Everhart, mereka benar-benar memutuskan hubungan dari manusia dan tidak berelasi dengan siapapun karena sejarah kelam dengan manusia di masa lalu.

"Daniel..." Seorang pemuda menghampiri Daniel yang sekarang duduk di batu dekat perpohonan. Rambutnya begitu kuning dan hampir putih. Kulitnya bagai marmer dan mata merahnya berkilau. Tubuhnya tinggi dan punya kharisma tersendiri.

"Muriel," Daniel mengangguk padanya. Kepala keluarga Agstin adalah Muriel Agstin, seorang pria berfisik 17 tahun dan sudah hidup sangat lama. Kemunculannya selalu membuat Daniel bergidik, dan sorot mata merahnya begitu dingin, membuat Daniel menelan ludah. Ia masih tidak biasa dengan betapa mencekamnya keluarga ini.

Keluarga Agstin sudah menerima Daniel dan memperbolehkannya tinggal di rumah mereka, namun tetap saja Daniel tidak terbiasa berada di tengah keluarga mahluk abadi yang sudah hidup sangat lama dan masih mempertahankan tradisi mereka. Seluruh keluarga masih mengenakan pakaian dari masa mereka, abad ke 19, sehingga Daniel jelas tidak bisa berbaur. Muriel saja masih mengenakan setelan dan topi tinggi hitam.

"Sebentar lagi matahari akan terbit. Akan berbahaya jika kau terlalu lama disini." Muriel mengingatkan. Sejak Daniel datang, Muriel selalu mengawasi gerak-gerik Daniel. Seakan pemuda itu akan melakukan kesalahan bodoh pada dirinya sendiri. Dia tidak sepenuhnya salah, mengingat alasan kedatangan Daniel ke utara. Keluarga Everhart tidak memberitahu Keluarga Agstin alasan Daniel secara spesifik, hanya bahwa pemuda itu baru memulai kehidupan baru sebagai mahluk abadi dan memerlukan tempat.

"Yeah...hanya ingin menikmati pemandangan untuk sementara. Aku akan kembali sebelum matahari terbit." Sebenarnya Daniel berharap saat itu juga matahari akan terbit, memusnahkan dirinya dari bumi ini, tetapi Ia tidak sanggup mengatakan hal itu pada Muriel yang sudah sangat baik menerimanya dalam keluarga ini.

"Hm. Keberatan jika aku menemanimu?" Tawar Muriel. Daniel menggeleng. Muriel kemudian berjalan ke perpohonan di samping Daniel, jemarinya yang panjang menelusuri kristal es yang terbentuk dan menggelantung di perpohonan.

"Kau tidak punya pekerjaan yang harus kau lakukan? Bukan berarti aku keberatan kau disini..." Daniel bertanya agak resah.

"Sama denganmu, aku juga butuh waktu untuk menikmati pemandangan. Sungguh menakjubkan disini, hm?" Muriel mengedarkan pandang ke arah purinya, tersenyum. "Zoe juga menyukainya."

"Oh..." Daniel terhenyak. Ia tahu dari Hela, bahwa Zoe adalah pasangan Muriel yang musnah beberapa puluh tahun yang lalu akibat menolong seorang manusia. Setelah Zoe tiada, Muriel tidak lagi sama. Kehilangan Zoe menambah daftar panjang kebencian Muriel akan manusia, dan mengubahnya menjadi pribadi yang sangat dingin. Pembicaraan mengenai Zoe adalah hal terlarang, kecuali Muriel yang membukanya. "Maafkan aku, Muriel."

"Itu sama sekali bukan kesalahanmu, anak muda." Muriel tersenyum, tetapi tidak sampai ke matanya. "Dia akan sangat menyukaimu, kau tahu? Dengan kesopananmu itu." Mata Muriel melihat ke kejauhan.

Aria: EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang