Chapter 12 - Kisah Tragis

50 7 0
                                    

"Ayo. Kuantar kau pulang." Sam berdiri dari sebelah Aria setelah keduanya diam beberapa waktu.

"Tidak. Aku harus ke kelas," tolak Aria.

"Dengan kondisi seperti ini? Kau seperti mayat hidup."

"Ironis sekali kata-kata itu keluar darimu, kakek," Aria tersenyum menyindir.

"Ha-Ha. Ayolah." Sam tertawa tanpa humor.

"Aku ada janji dengan Claire nanti."

"Tenang saja, aku bisa mengantarmu lagi nanti. Lagipula, ada apa sih dengan kalian? Sejak kapan menjadi tak terpisahkan begini?"

"Itu...bukan apa-apa."

"Apakah ada hubungannya dengan pemuda di lorong tadi?" Selidik Sam. Mata Aria langsung membelalak, memandang Sam dengan kaget sekaligus penasaran. "Aku benar, ya? Ini ada hubungannya dengan seorang manusia?" Lanjut Sam lagi, kali ini dengan lebih serius dan muram.

"..." Aria tidak menjawab. Ia memalingkan wajah dan memandang lantai dengan sedih. Rahasia kecilnya sudah terbuka, dan dia tidak bisa mencegahnya. Sam melihatnya dengan simpatik, lalu duduk di sebelahnya, menyisakan ruang pribadi di antara mereka. Keduanya kembali termenung dalam pikiran masing-masing.

"Di suatu waktu...hiduplah seorang anak laki-laki," suara Sam lembut dan mengalir. Aria menengok ke arahnya, pandangannya heran. Sam melanjutkan, "dia adalah anak yang religius, selalu berdoa dan pergi beribadah setiap hari. Ayahnya adalah seorang pendeta dan ibunya adalah ibu rumah tangga yang baik. Mereka hidup sederhana dan bahagia."

Aria mendengarkan dengan penuh perhatian sekarang, walaupun matanya tetap memandang lantai di bawahnya.

"Suatu hari, ada seorang gadis belia sebaya dengan anak laki-laki yang sudah beranjak remaja itu. Mereka saling tertarik, namun keduanya sangat berbeda. Gadis itu adalah putri seorang alkoholik dan ateis. Pemuda itu seringkali menemukan bekas luka di tubuh gadis itu, walaupun gadis itu berusaha keras menutupinya. Mereka bertemu secara diam-diam."

"Seperti romeo dan juliet?" Tanya Aria pelan.

"Yeah. Kau bisa mengatakan demikian. Kisahnya memang klise. Keduanya terus bertemu sampai akhirnya ayah si gadis dan ayah si pemuda menyadari hal tersebut. Ayah si pemuda langsung menghentikan pertemuan mereka dan memutuskan hubungan mereka. Pemuda itu patah hati, dan tak tahu bagaimana nasib si gadis." Sam berhenti sejenak, membuat Aria menatapnya tak sabar.

"Satu musim berganti, dan akhirnya takdir mempertemukan mereka kembali...tapi semuanya sudah berubah. Sesuatu yang...sangat buruk mengubah gadis itu...dan pemuda itu tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikannya. Pemuda itu tahu...bahwa gadis itu telah berubah."

"Apa yang terjadi?"

"Hidup. Hidup yang kejam dan tak mengenal belas asih telah menghancurkannya. Pemuda itu melihatnya di dalam pantulan mata gadis itu, harapan yang hancur dan sirna. Dia bukan lagi gadis yang sama yang Ia kenal dan cintai. Saat itulah, pemuda itu menetapkan pilihan, pilihan yang salah.

Pemuda itu kabur. Ia menghindar dari kenyataan akan kekasihnya yang telah meredup. Ia merasa tak cukup kuat menanggung semua ini, Ia jijik dengan gadis itu. Dia tidak sadar, bahwa itu adalah pertama dan terakhir kalinya Ia melihat gadis itu setelah sekian lama. Kesalahannya membuatnya menanggung dosa besar, karena gadis itu meninggal di malam mereka bertemu sambil memeluk liontin yang pernah diberikan pemuda itu baginya."

"Gadis itu...meninggal?" Aria tidak bisa menyembunyikan kesedihan di matanya.

"Benar."

"Apakah ini...kisah nyata?"

Aria: EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang