Chapter 18 - Salju Pertama

37 4 0
                                    

Salju pertama telah turun di awal bulan Desember, membawa hawa dingin ke seluruh bagian Wealdon Hill. Semua orang menyambut dengan bahagia, walaupun ada juga yang merasa kesal dengan jalanan licin. Kota ini sudah terbiasa dengan udara dingin dan iklim yang lembab, tetapi turunnya salju tetap menjadi kesenangan tersendiri. Aria salah satu dari sekian warga yang terkagum-kagum.

Ia belum pernah melihat salju sebelumnya. Yah, minimal tidak pernah merasakannya. Matanya berbinar-binar saat melihat salju turun di luar rumahnya, dan Ia tidak sabar untuk merasakan rasanya. Tentu saja semua perasaan itu Ia tampung dalam hati karena tidak ingin terlihat kekanakan.

"Aria! Ayo cepat!" Claire memburu gadis itu dari depan pintu. Aria segera berlari dan disambut oleh arus angin dingin yang menyembur wajahnya, membuatnya berhenti seketika. Claire dengan gaya anggunnya menyipitkan mata aneh melihat aksinya. "Sekolah tidak akan menunggu kedatanganmu untuk membunyikan bel, kau tahu?" sindirnya. Hal itu membuat Aria mendengus kesal kemudian masuk ke dalam mobil.

Hawa hangat menyebar di dalam mobil, merilekskan otot-otot Aria yang kaku karena dingin. Walaupun sudah menggunakan pakaian tiga lapis ditambah jaket tebal dan syal, Aria masih saja menggigil kedinginan. Di satu sisi, Ia bersyukur masih bisa merasakan temperatur yang berbeda. Di sisi lain, Ia berharap bisa bertahan melewati musim salju yang pertama dalam hidupnya.

"Klik!" Pintu mobil terbuka, membuat Aria terhenyak. Ia telah melamun sepanjang jalan memandangi putihnya salju hingga tidak sadar mobilnya sudah sampai di lahan parkir sekolah. Claire dan Reinhart sudah terlebih dahulu memasuki sekolah, sehingga tinggal ada Aria dan Samuel. Hubungan mereka berdua masih dingin dan begitu aneh hingga sekarang. Aria sudah memutuskan untuk mengacuhkannya.

Gadis itu mengencangkan ikatan syalnya sambil berjalan perlahan di atas jalanan yang licin. Sepatunya membantu Ia berjalan dengan lebih baik, tetapi sangat sulit menjaga keseimbangan. Pada saat-saat seperti ini Ia ingat pada Claire yang dengan mudahnya berjalan di atas jalanan es seakan sedang menari. Tiba-tiba, kaki kanannya terantuk gundukan salju dan membuat Aria hilang keseimbangan. Tangannya buru-buru mencari pegangan. Untunglah sebelum Ia jatuh, tangannya berhasil berpegangan pada tiang yang kuat. Tiang ini kebetulan juga lembut?

"Hah!" Aria berseru kaget saat menyadari tiang yang Ia pegang adalah lengan Samuel. Pemuda itu berdiri diam di tempatnya. Aria buru-buru melepaskan pegangannya dan menyembunyikan kedua tangannya di belakang tubuhnya. Samuel kelihatan mengulum senyum, tetapi dengan cepat menjadi datar kembali.

Keduanya tiba di kelas sebelum bel berbunyi. Seperti biasa, Samuel langsung menarik perhatian seisi kelas. Mereka tidak pernah bosan memandangi rupa mahluk abadi berambut merah tersebut. Hal itu kadang membuat jengah Aria yang duduk di sampingnya. Mau tidak mau, perhatian pada Samuel membuatnya ikut diperhatikan. Pandangan iri dari wanita atau pandangan penasaran dari laki-laki tidak pernah membuatnya terbiasa. Aria bersembunyi di balik kacamata berbingkai tebalnya sementara guru masuk dan memulai pelajaran.

Bel tanda istirahat berbunyi berdering. Kali ini, kantin begitu sepi. Ternyata, banyak siswa yang memilih untuk bermain salju yang sudah menumpuk di halaman sekolah. Aria penasaran sekali, tetapi tidak berani mengungkapkannya. Reinhart yang paling pertama bergabung. Ia kelihatan bosan dan memakan makanannya seperti robot. Begitu Samuel berjalan pergi untuk mengembalikan nampannya, Aria buru-buru menarik lengan Reinhart.

"Rein, bagaimana kalau bermain perang salju?"

"Oh? Ide yang bagus. Ayo ajak yang lain!"

"Um. Aku hanya ingin main sebentar...Tidak perlu mengajak yang lain," ujar Aria. Sejujurnya, Ia tidak ingin mengajak Samuel.

"Oke!" Dengan mudah Reinhart mengiyakan. Aria buru-buru menarik Reinhart ke halaman sekolah dan mencari lokasi yang sepi untuk bermain salju. Ia mengagumi bagaimana bentuk salju tidak sama dengan gambar di buku-buku. Aria sedang meremas bola salju di tangannya saat pukulan dahsyat bola salju mendarat dengan manis di belakang kepalanya. Reinhart tertawa terbahak-bahak. Sebelum Ia selesai tertawa, Aria melayangkan sebuah bola salju tepat mengenai wajah Reinhart. "GAME ON!" Seru Aria bersemangat.

Aria: EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang