"Ugh! Tak bisakah ibuku mengundur kepergiannya ke rumah Bibi?" Neil menarik rambutnya frustasi. Suasana hatinya buruk sejak pagi, karena tahu ibunya akan meninggalkan rumah selama tiga hari. Hal itu berarti tiga hari kesengsaraan Neil akan dimulai. Ia sudah membayangkan dirinya tidak bisa bermain keluar rumah semaunya dan harus mengurus Kakek Dim di rumah. Belakangan ini Kakek Dim semakin aneh, semua dimulai sejak kedatangan Aria dan Daniel di rumahnya. Kakek yang sudah lama tidak melakukan apa-apa selain tidur itu sekarang mulai sering sibuk menulis dan membaca di kamarnya, dan mengganggu Neil dengan pertanyaan-pertanyaan aneh yang kesemuanya tertuju pada sahabatnya, Aria Everhart.
'Sejak kapan Aria Everhart pindah ke kota ini?'
'Apakah dia tidak punya teman lain?'
'Menurutmu, bagaimana kondisi penglihatan Aria?'
Neil tahu bahwa Kakek Dim memang eksentrik, tetapi ia menjadi menyebalkan karena mulai menaruh minat yang aneh pada sahabatnya. Gadis itu tidak mau Aria merasa terbebani dengan perangai Kakek Dim, makanya dia tidak pernah menceritakannya pada Aria.
"Selamat pagi, Neil." Aria muncul dengan sapaan lembut. Tentu saja, bersisian dengan saudara berambut merahnya, Samuel. Neil sudah terbiasa dengan keberadaan pemuda itu, walau masih memberikan impresi yang sulit dideskripsikan.
"Pagi, Aria! Hei, Sam."
"Kau kelihatan capek. Ada apa?" Kecemasan terukir di air wajah Aria.
"Ibuku akan pergi ke rumah bibi tiga hari ini...aku disuruh jaga rumah," Neil tidak bisa menghentikan nada kecewa dalam suaranya.
"Oh..."
"Dan itu berarti aku akan menjadi tahanan rumah sampai ibu pulang. Huh."
"Ah. Bagaimana kalau aku main ke rumahmu?" Aria memberi usul.
"Ide bagus! Tentu saja boleh!" Neil langsung tersenyum dan bersemangat begitu mendengarnya. Setidaknya, ia tidak akan sendirian di rumah sepanjang waktu.
0-0-0-0-0
Aria datang ke rumah Neil di sore harinya, membawa tas ransel besar. Begitu Neil bertanya apa isi ranselnya, Aria menjawab dengan malu bahwa ibunya memaksanya membawa makanan dan kudapan ringan untuk mereka berdua.
"Ibuku sangat senang karena ini pertama kalinya aku bermain ke rumah teman," tutur Aria malu. Neil yang gemas melihatnya mencubit pipi sahabatnya itu, merasakan rendahnya suhu tubuh Aria dan menyentakkan tangannya kaget.
"Wow, kamu sangat dingin!" Neil berkomentar.
"Oh, maaf. Suhu tubuhku memang lebih rendah dari orang kebanyakan..."
"Hehe jangan minta maaf! Ayo, masuk."
Mereka menghabiskan waktu dengan menonton film yang juga dibawa oleh Aria dalam tas besarnya. Neil membayangkan betapa ibu Aria sangat menyayangi anaknya, walaupun mereka tidak berhubungan darah. Walaupun anak-anak keluarga Everhart adalah anak adopsi, mereka semua kelihatan begitu istimewa di mata warga sekolah, mungkin bahkan warga kota. Neil sering mendengar nama kepala keluarga Everhart dalam gosip ibu-ibu, bahwa Thomas Everhart adalah dokter yang tampan luar biasa dan juga begitu ramah.
Tidak pernah ada berita buruk mengenai Keluarga Everhart sejak kedatangan mereka ke kota ini, namun tetap saja tidak ada yang benar-benar berani mendekat pada mereka. Seakan-akan, ada dinding kasat mata yang membedakan mereka dari warga desa ini. Bahkan kadang Neil merasa Aria menyembunyikan sesuatu darinya, namun tidak pernah benar-benar memikirkannya. Aria sudah memainkan peran penting dalam hidupnya, menjadi sandaran baginya saat Daniel pergi.
"Ah...ada tamu kehormatan?" Suara Kakek Dim mengagetkan Neil. Ia tidak suka kakek Dim mengendap-endap di belakangnya. Mata Kakek Dim berkilat misterius saat melihat 'tamu kehormatan' yang dimaksudnya. Aria sendiri kelihatan jengah dengan perhatian yang diberikan Kakek Dim. Neil segera membawa Aria ke kamarnya agar Kakek Dim tidak lagi bisa mengganggu temannya satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aria: Everhart
VampiroEverhart. (#30 on 7 aug 2016) Tuhan menciptakan dunia pagi dan malam hari. Pagi dikuasai oleh mahluk cahaya, dan malam dikuasai oleh mahluk kegelapan. Itulah hukum alam yang ada. Tidak ada mahluk yang bisa hidup dalam kedua alam sekaligus. Yah, bel...