Chapter 20 - Gua Kelam

17 5 0
                                    

Daniel Lewis adalah pemuda yang pertama kali menarik minat Aria bukan dari penampilannya. Pemuda itu memang berwajah enak dipandang dan memiliki sikap yang begitu bersahabat. Setelah mengenalnya lebih jauh, Aria bisa melihat betapa tulus dan lembutnya hati Daniel. Ia adalah teman yang loyal bagi Neil, dan bahkan Aria yang baru ditemuinya belakangan. Pertemanan singkat mereka begitu menyenangkan, membuat Aria mulai melupakan penyebab pertama dari ketertarikannya akan pemuda itu.

Daniel pernah memiliki aroma yang menggoda bagi Aria. Penekanan kata 'pernah' semakin terasa di malam bersalju ini, saat semuanya sudah terlambat. Aria membelalak saat ia menyadari fakta penting yang dengan mudah ia lewatkan di sore hari sebelum pertemuan malam ini.

Daniel Lewis tidak lagi memiliki aroma yang menggoda. Ia bahkan tidak berbau. Aria salah sangka dengan sempat mengira bahwa kemampuannya menghindari aroma itu sudah berkembang demikian pesat, ini sama sekali bukan soal kemampuannya. Daniel benar-benar tidak lagi berbau.

Karena keterkejutannya, Aria tidak sempat melakukan penolakan saat suara Samuel bergema di gendang telinganya, dan di saat yang hampir bersamaan kedua lengan yang kokoh merenggut Aria dan membawanya menjauh, pergi membelah badai salju yang kian parah. Gadis itu berusaha menanamkan fakta bahwa Daniel, teman manusia di sekolahnya bisa berlari begitu cepat dan tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan.

Mereka akhirnya berhenti di sebuah gua kecil di tengah hutan. Aria sama sekali tidak tahu mereka ada dimana. Daniel membawa Aria untuk duduk di lokasi paling dalam, kemudian ia sendiri berjalan menjauh.

"Daniel, apa...yang kau lakukan pada dirimu?" Tanya Aria lirih. Pemuda itu menatap Aria dalam diam, senyuman yang dingin mengulas wajahnya. Ia kelihatan begitu mengerikan, jauh berbeda dengan Daniel yang selama ini dikenal oleh Aria.

"Aku berubah, Aria. Perubahan yang sangat dahsyat. Daniel Lewis yang dahulu sudah lama mati." Matanya kelihatan teguh dan tidak ada keraguan dalam jawabannya, membuat Aria bergidik. "Sekarang, diriku bisa meraihmu. Aku mengerti mengapa dahulu kau begitu sulit diraih. Tetapi, sekarang aku bisa meraihmu. Kita akan hidup bahagia selamanya, Aria..." Daniel berjalan mendekati Aria yang menatapnya penuh kebingungan. Tidak ada kata-katanya yang bisa dipahami, tetapi kegelapan di dalam matanya begitu mencekam.

"Daniel! A-apa yang kau bicarakan? Hentikan semua ini!" Suara Aria tercekat menahan tangis. "Apa maksudmu dengan berubah?" Tanya Aria lagi.

"Seorang penolong telah membukakan pintu bagiku, menjadikanku seperti dirinya. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya, dan ia mengatakan kepadaku siapa sebenarnya dirimu, Aria Everhart." Daniel menghentikan perkataannya, membiarkan keheningan menyergap. Matanya tiba-tiba melirik ke arah luar, kemudian tubuhnya berjalan keluar. Aria memandangnya bingung, kemudian Daniel tersenyum kepadanya sambil berkata, "Jangan khawatir. Setelah aku menyingkirkan si rambut merah itu, kita bisa hidup tanpa penghalang lagi...selamanya."

Setelah mengatakannya, Daniel menghilang dari hadapan Aria. Gadis itu ditinggal sendirian di gua yang gelap. Saat itulah Aria semakin yakin pada pemikirannya. Daniel Lewis berubah menjadi bagian dari mahluk malam, seperti anggota Keluarga Everhart lainnya. Tetapi, bagaimana bisa?

Aria berjalan perlahan menyusuri lorong gua, mendekati jalan keluar. Ia harus pergi jika tidak ingin Daniel membawanya lebih jauh. Langkah kakinya terhenti saat bulu kuduknya merinding sekali lagi. Kakinya tidak mampu melangkah lagi, tetapi ia memberanikan diri untuk menatap sesosok pria di depannya.

"Kau...Isaac, kan?"

"Ah, Nona Aria Everhart. Beruntung sekali bisa bertemu denganmu lagi. Wangimu luar biasa menggoda, seperti sebelumnya," Isaac terkikik dengan sangat memekakan telinga. "Tidak kusangka rencanaku bisa berjalan semulus ini...Tidak salah rupanya menggunakan cinta monyet anak itu."

Aria: EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang